Cerita Islami sohor, banyak yang ditulis
oleh Syaikh Alim kuno yang hingga saat ini sohor, Ibnul-Atsir
rahimahullaah. [1] Buah karya dia yang hingga
saat ini dibutuhkan oleh para ulama besar, di antaranya Annihayatu fii
Ghariibil-Hadiitsi wal-Atsar. Yaitu kitab lengkap yang membahas bahasa Arab
dan Cerita Islami sohor.
Saya akan
menerjemahkan sebagian tulisan beliau, berkaitan makna “Tasbih, Sabaha,
Subhaana, atau ‘Subhaanallaah’.”
Sungguh penjelasan
lafal “Attasbih” telah diulang-ulang di dalam Al-Hadits, dengan lafal
yang berbeda-beda. Asli makna istilah “Tasbih” menyatakan sempurna,
menyatakan suci, dan menyatakan “Tidak ada cacatnya.” Lalu istilah
ini dipergunakan di beberapa tempat secara luas. Diucapkan “Sabbahtuhuu
(Aku telah bertasbih padaNya), Usabbihuhuu tasbiihan wasubhaanan (Aku
sedang bertasbih padaNya, dengan nyata, dan dengan mensucikan).” Makna lafal “Subhaanallaah”
menyataknan ‘Suci’ pada Allah. Huruf “Na” dalam lafal ‘Subhaana’
(dinashob) difathah, karena menyimpan kata kerja. Sunggguh menyatakan
demikian (Subhaana), seperti menyatakan “Aku menyatakan Allah Suci dari
kejelekan.” [2]
Di Ajaran Khadhir dijelaskan mengenai “Tujuh Tasbih” ;
1. Subhhanal-Waahidilladzii laisa
ghoirohuu Illah (Maha Suci yang sejak dulu
‘selain Dia’ bukan Tuhan).
2. Subhaanal-Qodiimilladzii laa baadiya
laH (Maha Suci yang Maha Terdahulu yang
tiada permulaan bagiNya).
3. Subhaanaddaaimilladzii laa nafaada
laH (Maha Suci yang Maha Kekal yang tak
berakhir bagiNya).
4. Subhaanalladzii kulla yaumin Huwa fii
syaen (Maha Suci yang tiap hari di tiap
hari di dalam kesibukan (berbuat baik)).
5. Subhaanalladzii yuhyii wayumiiit
(Maha Suci yang menghidupkan dan mematikan).
6. Subhaanalladzii kholaqo maa yuroo
wamaa laa yuroo (Maha Suci yang telah mencipta
yang bisa dilihat dan yang tidak bisa dilihat).
7. Subhaanalladzii ‘alima kulla syaiin
bighori ta’liim (Maha Suci yang tahu segala sesuatu
dengan tanpa belajar).
Semoga Cerita Islami
berikutnya lebih bermanfaat. Alloohumma aamiiiin.
[1]
Beliau wafat tahun 606 Hijriyah.
(سَبَحَ)
قَدْ
تَكَرَّرَ فِي الْحَدِيثِ ذِكرُ «التَّسْبِيح» عَلَى اخْتِلافِ تصرُّف اللَّفظة.
وأصلُ التَّسْبِيحُ: التَّنزيهُ وَالتَّقْدِيسُ وَالتَّبْرِئَةُ مِنَ النَّقاَئِص،
ثُمَّ استُعْمِل فِي مواضعَ تقْرُب مِنْهُ اتِّسَاعا. يُقال سَبَّحْتُهُ
أُسَبِّحُهُ تَسْبِيحاً وسُبْحَاناً، فَمَعْنَى سُبْحَانَ اللهِ: تَنْزيه اللهِ،
وَهُوَ نَصْب عَلَى الْمَصْدَرِ بفِعْل مُضْمر، كَأَنَّهُ قَالَ: أُبَرئُ اللَّهَ
مِنَ السُّوء بَراءةً.
0 komentar:
Posting Komentar