Malam itu, tigapuluh tamu pulang ke Chalab. Fajar hampir menyingsing, namun mereka belum sampai kampung halaman. Ketika mereka mendekati kampung, pagi telah terang.
Ada seorang tertegun lalu datang dan bertanya, “Kalian dari mana, dan dalam rangka apa?.” Karena punggawa kerajaan yang bertanya disangka hanya tetangga jauh, maka dijawab, “Kami barusan memohon Damai pada baginda Abu Ubaidah.”
Setelah memasuki kampung
halaman, sejumlah tetangga menjemput dan
bertanya, “Kalian dari mana?.”
Para tetangga berbahagia ketika dijawab, “Minta damai pada baginda Abu Ubaidah.”
Para tetangga berbahagia ketika dijawab, “Minta damai pada baginda Abu Ubaidah.”
Si punggawa kerajaan telah memacu
kuda sekencang-kencangnya untuk bergabung pada pasukan Raja Yuqana.
Di pagi buta itu Yuqana sedang sibuk menggerakkan pasukan, untuk menghabisi pasukan Kaeb. Yuqana bertekat akan segera membunuh mereka, sebelum fajar menyingsing. Tapi lalu terkejut oleh prajurit berkuda yang terengah-engah untuk laporan, “Yang mulia, tuan terlalu mementingkan serangan ini, sehingga ada yang terlupakan.”
Yuqana terkejut dan bertanya, “Bagaimana maksudmu?.”
Dia menjawab, “Rakyat tuan yang di ujung negeri ini, telah berdamai dengan kaum Arab. Mungkin sebagian kaum Arab telah merebut kerajaan tuan, dan menjarah kekayaan yang berada di dalamnya.”
Di pagi buta itu Yuqana sedang sibuk menggerakkan pasukan, untuk menghabisi pasukan Kaeb. Yuqana bertekat akan segera membunuh mereka, sebelum fajar menyingsing. Tapi lalu terkejut oleh prajurit berkuda yang terengah-engah untuk laporan, “Yang mulia, tuan terlalu mementingkan serangan ini, sehingga ada yang terlupakan.”
Yuqana terkejut dan bertanya, “Bagaimana maksudmu?.”
Dia menjawab, “Rakyat tuan yang di ujung negeri ini, telah berdamai dengan kaum Arab. Mungkin sebagian kaum Arab telah merebut kerajaan tuan, dan menjarah kekayaan yang berada di dalamnya.”
Yuqana makin
terkejut dan tegang, lalu membelokkan kuda dan perintah, agar pasukannya
mengikuti dia pulang.
Kaeb dan pasukannya yang sulit ditaklukkan, ditinggalkan pulang menuju kerajaan.
Kaeb dan pasukannya yang sulit ditaklukkan, ditinggalkan pulang menuju kerajaan.
Pasukan Muslimiin yang gugur telah
berjumlah 200 orang lebih. Kaeb dan pasukannya heran kenapa Yuqana dan pasukannya lari
terbirit-birit.
Setelah mereka menjauh, Kaeb dan
pasukannya merasa lega. Peperangan yang berkecamuk sejak fajar hingga fajar
berikutnya itu, membuat mereka sangat lelah. Peperangan yang sangat ganas
itu menghalang-halangi makan, minum, dan istirahat, dalam waktu lama, hingga
sangat capek, lapar dan haus.
Kaeb dan pasukannya hampir berputus asa, karena Abu Ubaidahdan pasukannya yang ditungu-tunggu untuk membantu tidak segera datang.
Kaeb dan pasukannya hampir berputus asa, karena Abu Ubaidahdan pasukannya yang ditungu-tunggu untuk membantu tidak segera datang.
Di pagi buta itu Kaeb terkejut, saat melihat pasukan Yuqana ricuh. Awalnya justru dikira mereka kedatangan bala-bantuan. Kaeb ketakutan hingga membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa billaahil aliyyil azhiim.” (Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung).
Tiba-tiba Kaeb melihat pasukan Yuqana
kabur meninggalkan tempat. Kaeb bersyukur, “Alchamdu lillaahi chamdas
syaakirrrin." Yang
artinya: Saya menyatakan segala Puji bagi Allah sebagaimana
kaum Syukur memuji Allah.
Kaeb yakin bahwa ada teriakan keras
dari langit yang membuat musuh lari ketakutan, atau ada sekelompok malaikat
yang turun untuk menyerbu mereka seperti pada zaman Perang
Badar. Semua musuh telah pergi ketakutan.
Kaeb hampir mengejar mereka bagian belakang,
tapi sejumlah pasukan Muslimiin berteriak, “Ya Kaeb! Mau kemana? Kita telah
beruntung karena selamat! Mari kita turun ke bawah. Kita bisa melakukan shalat
dan istirahat, agar kuda kita juga istirahat. Yang membuat mereka kabur
meninggalkan kita pasti Allah.”
Kaeb dan pasukanya turun untuk mencari air mudhu dan melunasi beberapa hutang shalat. Lalu membuka perbekalan dan makan.
Tidak ada seorang
pun yang melaporkan pada Abu
Ubaidah, mengenai Kaeb dan pasukannya. Setelah shalat subuh, Abu
Ubaidah menghadap pada kaum Muslimiin. Pada Khalid, Beliau berkata, “Ya Ayah Sulaiman, semalam saya tidak
tidur karena gelisah. Walau begitu kita berkewajiban bersyukur atas Pertolongan
Allah untuk kita. Saya khawair jika pasukan Kaeb, telah dihabisi oleh
Yuqana.”
Memang Abu Ubaidah telah
menambah pasukan Kaeb sehingga menjadi 2.000 orang.
Abu Ubaidah berkata,
“Menurut laporan para tamu kita dari Chalab, raja
mereka telah menyerang Kaeb dan pasukannya. Mereka juga telah menjelaskan bahwa
raja mereka sangat kejam dan bertekat akan menghabiskan pasukan Kaeb.”
Khalid
menjawab, “Demi Allah, saya juga tidak bisa
tidur karena gelisah memikirkan mereka. Sebaiknya kita bagaimana?.”
Abu Ubaidah menjawab,
“Kita segera menyusul mereka." Lalu perintah, “Mari kita segera
berangkat!” pada pasukan Muslimiin.
Yang
di depan arak-arakan pasukan panjang sekali itu, Khalid dan pasukanya. Yang
dibelakang Abu Ubaidah dan pasukannya.
Khalid dan pasukannya sudah mendekati titik tujuan; Kaeb dan pasukanya sedang tidur lelap dijaga seorang. Penjaga itu terkejut saat melihat Khalid datang sambil mengibarkan panji, diikuti pasukan di belakangnya. Penjaga berteriak, “Lari hai penolong agama!.”
Kaeb dan pasukannya bangun dan bergerak cepat ke atas punggung kuda, untuk bersiap-siap menghadapi pasukan yang datang.
Khalid dan pasukannya sudah mendekati titik tujuan; Kaeb dan pasukanya sedang tidur lelap dijaga seorang. Penjaga itu terkejut saat melihat Khalid datang sambil mengibarkan panji, diikuti pasukan di belakangnya. Penjaga berteriak, “Lari hai penolong agama!.”
Kaeb dan pasukannya bangun dan bergerak cepat ke atas punggung kuda, untuk bersiap-siap menghadapi pasukan yang datang.
Setelah Kaeb dan
pasukannya membuka mata lebar-lebar, ternyata mereka, bala bantuan yang
ditunggu-tunggu. Beberapa orang berkata, “Ini panji Islam demi Allah.”
Yang lain menjawab,
“Betul” dengan bahagia.
Khalid dan
pasukannya turun dari kuda untuk menyalami Kaeb dan pasukannya.
Abu Ubaidah juga datang dengan berbahagia.
Abu Ubaidah juga datang dengan berbahagia.
Abu Ubaidah, Khalid,
dan pasukan yang datang, menyaksikan 170 pasukan Muslimiin yang gugur belum dikubur, karena rasa capek Kaeb dan
pasukannya belum hilang.
Abu Ubaidah, Khalid,
dan pasukannya, sedih dan membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa billaahil
Aliyyil Adliim. Innaa lillaahi wainnaaa ilaiHi raajiuuun.”
[1]
Pada Kaeb, Abu Ubaidah bertanya, “Bagaimana mereka terbunuh dan siapa saja yang membunuh?.” Kaeb menjelaskan bahwa serangan Yuqana dan pasukannya sangat ganas.
Kaeb dan seluruh pasukannya hampir saja dihabisi. Yuqana dan pasukannya telah mengepung dengan rapat, dan menyerang dengan ganas sekali dalam waktu sangat lama. "Di pagi buta, tiba-tiba Yuqana dan pasukannya kabur. Setelah itu kami baru bisa istirahat dan tidur.”
Abu Ubaidah
bertasbih, “Subchaana Musabbibil asbbab (Maha suci yang membuat segala
sebab). Seandainya kemarin saya ikut bergabung bersama kalian, betapa bahagia.”
Abu Ubaidah perintah
agar Syuhada yang berserakan dikumpulkan untuk dikubur bersama pakaian dan darah mereka.
Dia berkata, “Saya
dulu pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda, “Di hari kiamat nanti, Allah
akan mengumpulkan para Syuhada yang gugur di Jalan Allah, dalam
keadaan masih berlumuran darah. Beraroma misik dan bersinar cerah, untuk masuk surga.”
Setelah penguburan
selesai, Abu Ubaidah berkata, “Berarti Yuqana telah tahu bahwa kita telah
mendamai sebagian rakyatnya. Kita berkewajiban melindungi rakyatnya yang telah
berdamai dengan kita. Ayo kita segera ke sana, agar mereka tidak dibunuh oleh
Yuqana!” pada Khalid dan lainnya.
Semua pasukan bergerak mengikuti Abu Ubaidah menuju Chalab (Aleppo).
Ketika Abu Ubaidah
dan pasukannya sampai pada tujuan, kaum yang telah berdamai dengan mereka
sedang dikepung oleh Yuqana
dan pasukannya yang sangat banyak.
Yuqana marah, “Hai
keparat! Kenapa kalian berdamai dan memihak kaum Arab?.”
Mereka menjawab,
“Karena kaum Arab, kaum yang tertolong.”
Yuqana membentak, “Goblok! Sungguh Al-Masih pasti tidak akan merestui tindakan kalian. Demi Al-Masih, kalian akan saya bunuh semuanya! Kecuali jika mau bergabung dengan kami, memerangi mereka. Kalian harus membatalkan perjanjian damai dengan mereka! Katakan padaku! 'Siapa yang menghasud kalian untuk melakukan ini semuanya? Dia akan saya bunuh duluan!’.”
Yuqana membentak, “Goblok! Sungguh Al-Masih pasti tidak akan merestui tindakan kalian. Demi Al-Masih, kalian akan saya bunuh semuanya! Kecuali jika mau bergabung dengan kami, memerangi mereka. Kalian harus membatalkan perjanjian damai dengan mereka! Katakan padaku! 'Siapa yang menghasud kalian untuk melakukan ini semuanya? Dia akan saya bunuh duluan!’.”
Rakyat yang dibentak-bentak
itu membangkang. Hingga Yuqana perintah, “Masuklah ke rumah-rumah untuk
menangkap dan membawa mereka kemari! Saya yang akan membunuh mereka! Orangku
telah melaporkan bahwa, mereka telah minta damai pada Abu Ubaidah!” pada
sejumlah budaknya.
Para budak Yuqana membunuh mereka ditempat tidur. Banya juga yang dibunuh di depan pintu rumah.
Adik Yuqana bernama
Bathriq Yuchana mendengar keributan. Dia keluar dari kerajaan untuk datang
cepat, pada tempat kejadian. Saat itu rakyat yang terbunuh telah berjumlah 300
orang. Pada kakaknya, dia berteriak, “Berhenti! Sungguh Al-Masih akan
murka pada Kakak. Beliau telah melarang kita membunuh musuh! Kenapa kau justru
membunuh rakyatmu sendiri yang seagama denganmu?.”
Yuqana membalas
membentak, “Karena mereka telah berdamai dengan kaum Arab untuk melawan
kita!.”
Yuchana
mengingatkan, “Demi Al-Masih! Kaum Arab akan membunuh kau. Di antara mereka,
akan ada yang membalaskan kematian 300 orang ini.”
Yuqana membentak,
“Siapa yang akan mampu menyerang aku?.”
Dia menjawab, “Al-Masih yang akan menghukum, karena kau telah membunuh mereka yang tidak berdosa!.”
Dia menjawab, “Al-Masih yang akan menghukum, karena kau telah membunuh mereka yang tidak berdosa!.”
Yuchana terkejut saat melihat Yuqana menghunus pedang untuk menyerang.
Yuchana menengadahkan wajah ke langit lalu berdoa, “Ya Allah, saksikan bahwa saya Islam. Saya menentang agama mereka ini. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad Utusan Allah,” lalu berkata, “Bunuhlah saya sekarang juga! Agar saya segera masuk surga Naim” pada kakaknya. [2]
Yuchana menengadahkan wajah ke langit lalu berdoa, “Ya Allah, saksikan bahwa saya Islam. Saya menentang agama mereka ini. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad Utusan Allah,” lalu berkata, “Bunuhlah saya sekarang juga! Agar saya segera masuk surga Naim” pada kakaknya. [2]
Yuqana yang telah
kalap mengayunkan pedang sekuat tenaga, memenggal leher adiknya. Kepala adiknya
yang putus, hampir dilepas dan diambil oleh Yuqana, untuk dilemparkan
sejauh-jauhnya.
Yuqana memasuki desa lebih ke dalam, membantai penduduk yang memohon-mohon agar dikasihani. Pedang Yuqana diayun-ayunkan untuk membantai hingga orang-orang meninggal. Banyak sekali penduduk yang berteriak, “Ampun! Hingga suara mereka gaduh, namun tak dipedulikan.
Yuqana memasuki desa lebih ke dalam, membantai penduduk yang memohon-mohon agar dikasihani. Pedang Yuqana diayun-ayunkan untuk membantai hingga orang-orang meninggal. Banyak sekali penduduk yang berteriak, “Ampun! Hingga suara mereka gaduh, namun tak dipedulikan.
Khalid dan
pasukannya memacu kuda menuju teriakan dan tangisan histeris mereka.
Panji-panji Muslimiin berkibar-kibar dan pekikan tahlil serta takbir
menggelegar.
Pada Abu Ubaidah, Khalid
berkata, “Amir yang mulia, ternyata kaum yang mestinya kita lindungi telah
diserang raja mereka, sebagaimana yang telah kau sangka.”
Khalid membentak,
“Hai orang-orang Kafir! Hentikan serangan kalian pada kaum yang di dalam
perlindungan kami!.” Dan bergerak cepat menyerang Yuqana dan pasukannya.
Pasukan Muslimiin juga menyerbu setelah itu.
Dalam waktu cepat, pasukan Yuqana berguguran tewas oleh amukan Khalid dan pasukannya.
Dalam waktu cepat, pasukan Yuqana berguguran tewas oleh amukan Khalid dan pasukannya.
Yuqana terkejut
takut dan kabur menuju kerajaannya, didampingi sejumlah bathriq (patriarch).
Penduduk
desa merasa lega setelah raja lalim mereka, Yuqana dan pasukannya, kabur menuju
kerajaan. Yang telah kabur memasuki kerajaan bisa selamat; yang berlari di
belakang menjadi sasaran amukan pasukan Muslimiin.
Penduduk desa yang dibunuh oleh Yuqana dan pasukannya berjumlah 300 orang.
Pasukan
Yuqana yang dibunuh oleh pasukan Muslimiin 3.000 orang lebih.
Pasukan
Muslimiin merasa puas dan dendam mereka terobati.
Beberapa tokoh desa melaporkan pada Abu Ubaidah mengenai kekejaman Yuqana hingga tega membunuh adiknya yang telah Islam.
Beberapa tokoh desa melaporkan pada Abu Ubaidah mengenai kekejaman Yuqana hingga tega membunuh adiknya yang telah Islam.
Yuqana ketakutan di
dalam istananya. Dia menerima laporan bahwa Khalid
dan pasukannya telah menyusuri naik menuju istananya. Dia perintah pada
pasukannya agar bersiap-siap melakukan serangan. Beberapa alat pelempar batu
yang disebut Al-Majaniq (المجانيق) dan
busur-busur, dipersiapkan, untuk bertempur.
Abu
Ubaidah masih di dalam desa yang penduduknya barusan ditolong.
Penduduk desa mengeluarkan 40 bathriq yang ditawan, untuk diserahkan pada Abu Ubaidah.
Penduduk desa mengeluarkan 40 bathriq yang ditawan, untuk diserahkan pada Abu Ubaidah.
Abu
Ubaidah bertanya, “Kenapa mereka ini kalian tawan?.”
Mereka menjawab, “Karena mereka ini pasukan Raja Yuqana yang lari menuju kemari. Kami khawatir jangan-jangan mereka akan mencelakai kami, maka mereka kami tangkap.”
Mereka menjawab, “Karena mereka ini pasukan Raja Yuqana yang lari menuju kemari. Kami khawatir jangan-jangan mereka akan mencelakai kami, maka mereka kami tangkap.”
Abu Ubaidah minta agar
para bathriq (patriarch) masuk Islam, namun menolak, kecuali tujuh
orang. Yang tidak mau Islam, dibunuh oleh Abu Ubaidah.
Pada penduduk, Abu Ubaidah berkata, “Kalian telah melaksanakan syarat perjanjian damai. Kalian akan mendapatkan kemudahan dari kami, karena memang kita berkewajiban tolong menolong. Apakah kalian tahu bagaimana caranya agar kami bisa memasuki istana raja kalian? Agar kami bisa memerangi mereka? Kami berjanji jika kami dapat menaklukkan raja kalian, kami akan memberi kalian rampasan perang karena bantuan kalian.”
Mereka bersumpah,
“Wahai Amir, demi Allah kami
tidak tahu celah jalan menuju kerajaan. Dan raja pasti telah memutuskan jalan,
agar kalian kesulitan datang kesana. Kalau beliau belum membunuh tuan Yuchana,
tuan Yuchana pasti bisa membantu kalian.”
Pada penduduk, Abu
Ubaidah bertanya, “Sebetulnya apa yang terjadi? Sehingga Yuqana membunuh
adiknya?.”
Mereka menjelaskan
pada Abu Ubaidah mengenai Yuchana telah masuk Islam. “Yang kami ketahui,
Bathriq Yuchana mengangkat tangan ke langit, lalu berdoa ‘ya Allah! Sungguh saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Engkau, dan Isa AS, Hamba dan UtusanMu, Muhammad juga Hamba dan UtusanMu, yang Kau jadikan sebagai Akhir Para Nabi SAW. Dan tidak ada agama yang lebih mulia daripada agamanya. Jika telah begini, terserah Kau akan berbuat apa pada hamba” terang mereka" Pedang Yuqana bergerak cepat menebas leher Yuchana’.”
Abu
Ubaidah bertanya, “Di mana Yuchana dibunuh oleh Yuqana?.”
Lalu mengajak Khalid, menuju tempat kejadian, diiringi oleh pasukan Muslimiin.
Lalu mengajak Khalid, menuju tempat kejadian, diiringi oleh pasukan Muslimiin.
Yuchana dibunuh di
sudut pasar Saah (الساعة).
Dia yang berwajah tampan bagai bulan purnana, ditemukan dalam keadaan
terlentang. Tangan satunya masih menunjuk ke langit, padahal telah wafat.
Abu Ubaidah merumat mayat itu untuk dikafani, dishalati, dan dikuburkan pada tanah, yang dulu pernah diinjak oleh Nabi Ibrahim AS.
Abu Ubaidah merumat mayat itu untuk dikafani, dishalati, dan dikuburkan pada tanah, yang dulu pernah diinjak oleh Nabi Ibrahim AS.
Pada Abu
Ubaidah, lelaki Muslim bernama Yunus bin
Amer Al-Ghassani (يونس بن عمرو الغساني)
berkata, “Kalau betul penduduk ini
memihak kita, pasti mau menunjukkan rahasia musuh kita.”
Abu
Ubaidah menjawab, “Mereka tidak tahu rahasia yang kita maksud.”
Lalu bertanya pada pasukan Muslimiin, “Berilah saya masukan tentang cara
menyerbu mereka! Semoga Allah menyayang kalian!.”
Yunus yang berperawakan pendek itu menjawab, “Amir yang mulia, saya mempunyai pandangan mengenai itu, mohon diperhatikan.”
Yunus yang berperawakan pendek itu menjawab, “Amir yang mulia, saya mempunyai pandangan mengenai itu, mohon diperhatikan.”
In syaa Allah bersambung
[1]
Artinya: Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Allah yang
Maha Tinggi Maha Agung. Sungguh kita Milik Allah dan sungguh kita akan kembali
padaNya. Al-Waqidi menulis
tentang itu: فتوح
الشام - (ج 1 / ص 202)
فلما
نظروا إلى ذلك عاد فرحهم ترحاً واسترجعوا وقالوا: لا حول ولا قوة إلا بالله العلي
العظيم إنا لله وإنا إليه راجعون
0 komentar:
Posting Komentar