Pasukan Muslimiin dari Kindah berperang mati-matian mengerikan. Dari mereka yang gugur berjumlah 100 orang.
Di luar dugaan, pasukan Yuqana yang serangannya sangat ganas, muncul dari persembunyian.
Walau
begitu Kaeb memacu semangat agar
pasukannya tidak mundur. Dia membawa panji sambil berteriak, “Ya Muhammad! Ya Muhammad! Ya Nashrallah! Semua Mualimin jangan berlari!
Sebentar lagi kita mendapat pertolongan hingga menang!.” [1]
Pasukan Muslimiin berkumpul lagi dalam keadaan luka. Yang gugur telah bertambah menjadi 170 orang. Di antara mereka yang terpenting: Abad bin Ashim, Zufar bin Umi Radhi, Chazim bin Syihab, Sahl bin Asy-yam (سهل بن أشيم), Rifaah bin Michshan, Ghanim bin Bard. Dan Suhail bin Muflij (veteran Perang Salasil, Tabuk, dan Yamamah).
Gugurnya
Suhail menyandang 40 luka serius, dan bermandi darahnya sendiri, membuat
Muslimiin sangat sedih. Sebelum dia gugur, sejumlah pasukan Muslimiin mengamuk,
membunuh beberapa lawan dengan garang. Serangan mereka menggila membuat pasukan Yuqana grogi hingga hampir berlari. Langkah mereka terhenti oleh bentakan, “Celaka kalian! Mereka hanya seperti lalat! Kalau diserang pasti lari! Kalau dibiarkan pasti sombong!” dari Yuqana.
Kaeb
sangat sedih karena melihat pasukannya gugur sangat banyak. Dia turun dari
kuda untuk mendobeli baju perang dan mengenakan ikat pinggang. Untuk persiapan
perang mati-matian. Dia mengusap wajah dan hidung kudanya
yang akan dibunuh, agar tak
berharap pulang lagi.
Kuda tampan yang pernah dibawa berperang berkali-kali bernama Hatthal (الهطال), ditebas lehernya dan roboh. Pada kudanya yang sakarat, Kaeb berkata, “Hai Hatthal, inilah harimu yang baik.”
Kuda tampan yang pernah dibawa berperang berkali-kali bernama Hatthal (الهطال), ditebas lehernya dan roboh. Pada kudanya yang sakarat, Kaeb berkata, “Hai Hatthal, inilah harimu yang baik.”
Lalu
bergerak untuk berperang mati-matian, mencari Perhatian Allah. Walau kelihatan
menakutkan, sebetulnya dia sedih
karena kawannya banyak yang
gugur.
Pasukan
Abu Ubaidah yang ditunggu belum tampak, karena dia sedang menerima tamu penduduk Chalab, yang memohon Damai. Para tamu itu tokoh-tokoh Chalab bagian
ujung, dan tokoh-tokoh Rusia, yang telah berembuk sebelumnya :
“Kalian
tahu sendiri bahwa kaum Arab yang akan menyerang ini, telah menundukkan pemeluk
agama Nashrani penyembah Salib. Kini banyak kaum Nashrani yang mengikuti agama
mereka, karena orang yang melawan mereka, pasti merugi. Sebaiknya kita
menghadap pada Amiral Mukminiin, untuk memohon damai, untuk keluarga dan
bangsa kita. Beliau minta harta seberapa, kita beri. Jika nantinya kaum Arab
menaklukkan Bathriq Yuqana; kita telah aman sebelumnya. Kalau Bathriq Yuqana
berdamai dengan kaum Arab; kita telah duluan berdamai sebelumnya” kata
mereka.
Utusan
kaum berjumlah 30 lelaki, berencana datang pada Umar melalui jalan yang tidak
dilalui oleh Yuqana dan pasukannya, tetapi terlambat: Umar telah pergi.
Di
depan pasukan Muslimiin, mereka berteriak, “Al-Ghouts!
Al-Ghouts!.” Maksud mereka
minta diamankan.
Abu Ubaidah berpesan, “Mereka yang mengatakan ‘Al-Ghouts! Al-Ghouts’ jangan dibunuh! Agar di hari kiamat
nanti, kalian tidak disidang oleh Allah. Dan tidak dikecam oleh Umar!.”
Tigapuluh
orang Chalab itu akan diantar, menuju Abu Ubaidah yang didampingi oleh
Khalid.
Khalid
berkata, “Tujuan mereka minta damai untuk keluarga dan bangsanya.”
Abu
Ubaidah tidak tahu, bahwa Kaeb dan pasukannya kesulitan menghadapi serangan
pasukan Yuqana yang sangat banyak, karena sedang menerima rombongan tamu
pembawa obor yang telah dimatikan itu. Beberapa Muslimiin membaca Al-Qur’an di
dalam shalat. Beberapa lainnya berkata, “Dengan amalan inilah kita akan Ditolong
oleh Allah.”
Sejumlah
penerjemah melaporkan pada Abu Ubaidah, mengenai maksud tujuan para tamu.
Abu
Ubaidah berkata, “Kami kaum yang Ditolong oleh Allah Sesembahan kami, dan kami
senang berperang.”
Penerjemah
menyampaikan jawaban Abu Ubaidah pada mereka.
Abu
Ubaidah bertanya, “Kalian ini siapa?.”
Mereka
menjawab, “Kami tokoh-tokoh dan saudagar negeri Chalab. Tujuan kami kemari
untuk minta damai.”
Abu
Ubaidah menjawab, “Bagaimana mungkin kami mengabulkan permohonan damai kalian?
Padahal raja kalian telah mempersiapkan serangan untuk kami. Dia telah
memperkuat pertahanan istananya, bahkan telah menimbun bahan makan untuk hidup
bertahun-tahun? Bahkan telah mengumpulkan pasukan berjumlah sangat banyak? Kami
tidak bisa mengabulkan permintaan damai kalian.”
Mereka
ikhlas menyerahkan sumbangan informasi rahasia, “Raja kami telah pergi untuk
memerangi kalian" Karena berharap Permohonan Damai mereka dikabulkan.
Abu
Ubaidah terkejut dan bertanya, “Kapan dia berangkat?.”
Mereka
menjawab, “Di pagi buta beliau berangkat bersama pasukan. Kami ke sini setelah
beliau pergi. Dan melewati jalan yang tidak beliau lewati. Sesungguhnya kami
justru ingin raja kami terbunuh dalam peperangan ini, karena dia jahat dan
tidak senang berdamai. Bahkan beliau lebih senang mengikuti hawa-nafsunya.”
Abu
Ubaidah terkejut karena teringat Kaeb yang diutus membawa pasukan, agar
berdakwah pada Raja Yuqana.
Abu
Ubaidah membaca, “Laa chula walaa quwwata illaa billaahil Aliyyil Adziim’
(Tiada upaya dan tiada kekuatan kecuali oleh karena Allah yang Maha Tinggi Maha
Agung). Demi Allah, apakah Kaeb dan pasukannya terancam?.”
Abu
Ubaidah menundukkan wajah.
Beberapa
tamu berkata pada para senior mereka, “Mintalah pada beliau agar permohonan
damai kita dikabulkan.”
Dengan
gertakan, “Tidak ada perdamaian
untuk kalian!" Abu Ubaidah
menjawab mereka.
Tokoh
tamu terkejut ketakutan. Dan memohon, “Kami mewakili kaum berjumlah sangat
banyak. Kalau baginda mengabulkan permohonan kami, kami akan merumat sawah
ladang untuk baginda, agar kami menikmati keadilan dan pengayoman baginda.
Kalau baginda menolak permohonan damai kami, pasti orang-orang akan menjauhi
baginda dan berpindah mencari tempat aman di ujung negeri ini. Dan berita bahwa
baginda tidak mau mendamai kami akan segera tersebar. Itu akan berakibat
baginda dijauhi oleh manusia.”
Seorang
penerjemah menyampaikan keinginan mereka pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah mengamati mereka yang merendah ketakutan.
Tiba-tiba ada lelaki berkulit merah yang pandai dalam bidang Hukum dan Hikmah, berdiri. Lelaki bernama Dachdach (دحداح) itu berkata, “Yang mulia! Terimalah masukan yang akan saya sampaikan pada yang mulia, yang telah dibawa oleh NabiSAW.”
Abu Ubaidah mengamati mereka yang merendah ketakutan.
Tiba-tiba ada lelaki berkulit merah yang pandai dalam bidang Hukum dan Hikmah, berdiri. Lelaki bernama Dachdach (دحداح) itu berkata, “Yang mulia! Terimalah masukan yang akan saya sampaikan pada yang mulia, yang telah dibawa oleh NabiSAW.”
Abu
Ubaidah berkata, “Katakan! Kalau betul itu Ilmu para Nabi, pasti kami
mengetahui. Jika bukan dari para Nabi, kami takkan menggubris, apalagi
mengamalkan.”
Dia
memohon, “Yang mulia, sungguh Allah Taala menurunkan Wahyu pada para Nabi AS:
‘Aku
Tuhan Maha Sayang. Aku telah membuat Rahmat yang Kutempatkan pada Hati Kaum
Iman. Aku takkan menyayang orang yang tidak bisa menyayang. Aku berbuat baik
pada orang yang berbuat baik, dan mengampuni orang yang mau mengampuni. Barang
siapa mencari Aku, pasti akan mendapatkan. Barang siapa melindungi orang yang
membutuhkan perlindungan, pasti Aku menyelamatkan dia di hari kiamat nanti.
Rizqinya Aku bentangkan, Umurnya Aku barakahi, Pendukungnya Aku perbanyak, dan Aku tolong mengalahkan musuhnya. Barang siapa mensyukuri kebaikan orang
yang berjasa, berarti dia telah bersyukur padaKu’.
Kami
yang kebingungan ini, benar-benar membutuhkan perlindungan. Saya menganjurkan
sebaiknya permohonan kami, baginda kabulkan. Agar kami lega dan tenang. Dalam
kesempatan baik ini, berbuatlah baik pada kami.” [2]
[1] Teriakan dia, “Ya Muhammad! Ya Muhammad! Ya Nashrallah!,” adalah sandi.
أيها
الأمير اسمع ما ألقيه إليك من العلم الذي أنزل الله في الصحف على الأنبياء قال أبو عبيدة: قل:
لنسمع فإن كان حقا علمناه وأن كان غير حق لا نسمعه ولا نعمل به وكان اسمه دحداح
فقال: أيها الأمير أن الله سبحانه وتعالى أنزل على انبيائه يقول: أنا الرب الرحيم
خلقت الرحمة وأسكنتها في قلوب المؤمنين وإني لا أرحم من لا يرحم من أحسن أحسنت
إليه ومن تجاوز تجاوزت عنه ومن عفا عفوت عنه ومن طلبني وجدني ومن أغاث ملهوفا
أمنته يوم القيامه وبسطت له في رزقه وباركت له في عمره وأكترث له أهله ونصرته على
عدوه ومن شكر المحسن على احسانه فقد شكرني وأنا قد أتيناك ملهوفين خائفين فأقل
عثراتنا وآمن روعاتنا وأحسن إلينا.
0 komentar:
Posting Komentar