Di hari Ahad yang indah itu, Abu Ubaidah menghadap Umar, melaporkan ucapan bathriq. Pada Umar yang telah berdiri, para sahabat bertanya, “Ya Amiral Mukminiin, kenapa Baginda pergi kesana hanya sendirian? Dan tidak membawa senjata? Kami khawatir mereka berkhianat atau bermakar atas Baginda.”
Dengan tenang dan berwibawa, Umar membaca Ayat yang artinya, “Katakan
‘takkan menimpa pada kita kecuali yang Allah telah menulis untuk kita. Dialah Kekasih kita. Dan hendaklah orang-orang, berserah pada-Nya’.” [1]
Umar perintah agar unta dipersiapkan, untuk
dikendarai. Dia mengenakan sarung yang banyak tambalannya, dan bersurban kain
potongan abaya dari katun. [2] Yang mendampingi Umar pergi, hanya Abu Ubaidah RA, yang berjalan di depannya.
Di atas benteng, telah berdiri dua tokoh besar; Bathriq dan Bathaliq, yang bernaung Salib Keramat. Mereka berdua didampingi
pasukan berjumlah banyak.
Abu Ubaidah berteriak, “Hai semuanya! Inilah Amirul Mukminiin!.”
Bathriq mengusap lalu membuka matanya, lalu terkejut dan berteriak, “Demi Allah! Inilah orang yang pernah kami jumpai penjelasannya di dalam Al-Kitab! Orang inilah yang akan menaklukkan negeri kita!.”
Bathriq mengusap lalu membuka matanya, lalu terkejut dan berteriak, “Demi Allah! Inilah orang yang pernah kami jumpai penjelasannya di dalam Al-Kitab! Orang inilah yang akan menaklukkan negeri kita!.”
Bathriq
membentak, “Kasihan kalian! Turunlah untuk memohon aman pada beliau! Demi
Allah! Inilah sahabat Muhammad bin Abdillah SAW!” pasukannya.
Awalnya terkejut karena dibentak, namun lalu
mereka bergegas turun menuju Umar. Beberapa orang membukakan pintu-pintu gerbang,
lalu ribuan pasukan berjajal-jejal keluar mendekati Umar RA, dari arah beberapa
pintu-gerbang.
Dengan merendah ribuan Pasukan
itu memohon, agar Umar menjamin mereka aman. Dan berjanji akan menyerahkan
pajak.
Umar terharu pada Anugrah Allah yang Terlalu Agung itu. Beliau menundukkan wajahnya untuk bersujud lama, di atas punggung untanya, lalu turun. Menarik perhatian hadirin berjumlah sangat banyak.
Umar terharu pada Anugrah Allah yang Terlalu Agung itu. Beliau menundukkan wajahnya untuk bersujud lama, di atas punggung untanya, lalu turun. Menarik perhatian hadirin berjumlah sangat banyak.
Umar berkata, “Kalian
dipersilahkan pulang! Permohonan aman dan kesanggupan kalian membayar pajak, saya kabulkan.”
Umar membelokkan unta, agar
membawa dirinya menuju pasukannya berjumlah sekitar 35.000 lebih. Derap kaki
kuda mereka membahana; debu-debu beterbangan.
Di
hari Senin indah yang bersejarah itu, Umar memasuki benteng Baitul-Maqdis,
diiringi oleh arak-arakan
Beliau tinggal di Baitul-Maqdis hinga hari
Jumah.
Di Jumah indah itulah, Umar menggaris tanah untuk michrab (مِحْرَاب) Masjid Umar. Di situlah Umar mengimami shalat Jumah, untuk pasukan Muslimiin.
Di Jumah indah itulah, Umar menggaris tanah untuk michrab (مِحْرَاب) Masjid Umar. Di situlah Umar mengimami shalat Jumah, untuk pasukan Muslimiin.
Beberapa Pasukan Romawi hampir
menyerang Umar dan Jamaahnya yang sedang shalat Jumah. Abul-Juaid mendengar
orang-orang berkata, “Bagaimana kalau mereka yang sedang shalat itu kita serbu.
Mumpung tidak memegang senjata?.”
Abul-Juaid
melarang, “Jangan! Jika kalian tidak mau saya cegah, saya akan berlari untuk
memberitahu mereka mengenai rencana kalian.”
Beberapa
orang bertanya, “Lalu bagaimana caranya untuk menyerang mereka?.”
Abul-Juaid menganjurkan, “Tampakkan perhiasan
kalian! Agar mereka tergiur. Kalau mereka ingin merebut, kalian boleh
menyerang.”
Kaum Baitul-Maqdis memenuhi jalan, untuk memamerkan perhiasan dan kekayaan. Pasukan Muslimiin takjub
menyaksikan perhiasan gemerlapan dan kekayaan mereka, yang banyak mengagumkan.
Beruntung
sekali, tak seorang pun pasukan Muslimiin yang mau merebut atau memerangi
mereka. Bahkan beberapa Muslimiin berkata, “Segala Puji bagi Allah yang yang
telah memberikan Sejumlah Negeri pada Kami. Kalau dunia sebanding dengan sayap
nyamuk surga, niscaya Allah tak sudi memberi Seteguk minuman, pada orang
kafir.”
Pasukan Baitul-Maqdis telah siaga sepenuhnya.
Jika Pasukan Muslimiin ada yang merebut harta atau menyerbu, mereka akan menyerang dengan serempak. Tetapi tak satu pun dari mereka yang menyentuh perhiasan gemerlapan yang dipamerkan itu.
Jika Pasukan Muslimiin ada yang merebut harta atau menyerbu, mereka akan menyerang dengan serempak. Tetapi tak satu pun dari mereka yang menyentuh perhiasan gemerlapan yang dipamerkan itu.
Abul-Juaid
berkata, “Merekalah yang dijelaskan di dalam kitab Taurat dan Injil. Mereka kaum
yang mementingkan kebenaran. Selama mereka begitu, takkan ada seorang pun yang mampu
mengalahkan.”
Umar dan Pasukan Muslimiin tinggal di Baitul-Maqdis selama 10 hari. Kaeb Al-Achbar (كعب الأحبار) yang saat itu masuk Islam, juga menjelaskan
demikian. Saat itu Kaeb berada di Palestina, bergegas menjumpai Umar RA,
untuk menyatakan Islam.
Kaeb memiliki ayah yang paling tahu 'Ajaran Allah' pada Musa bin Imran AS. Semua ilmunya diajarkan pada Kaeb yang
sangat dicintai. Sebelum wafat, ayahnya berpesan, “Ya anakku! Semua ilmu saya
telah saya berikan padamu, tidak ada yang ketinggalan. Karena saya khawatir kau
terpengaruh para Pembohong yang akan muncul. Dua lembar tulisan ini saya
letakkan di dalam lobang, agar tidak kau baca, hingga kau mendengar berita
tentang Sebaik-Baik Nabi yang akan diutus di akhir zaman, Muhammad SAW. Jika
Allah menghendaki baik, kau akan menjadi pengikutnya.” [3]
Setelah itu ayah Kaeb wafat.
Setelah mengubur ayahnya, Kaeb
segera membuka dan membaca dua lembaran simpanan ayahnya. Ternyata di situ
tertulis:
Tiada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah SAW. Dia
terakhir para Nabi AS. Takkan ada nabi lagi setelahnya. Dilahirkan di Makkah,
berhijrah ke Thaibah (Madinah). Dia bukan orang kejam atau kasar, atau suka
membentak. Umatnya Terpuji, suka memuji Allah di setiap saat. Lidah mereka suka
melafalkan tahlil dan takbir. Mereka ditolong mengalahkan semua kaum yang
memusuhi. Mereka suka membasuh wajah (wudhu). Sarung mereka menutup betis.
Kitab mereka dihapalkan di dalam hati. Mereka saling menyayang seperti para Nabi
pada umat mereka. Merekalah awal umat yang akan masuk surga. [4]
Kaeb berkata, “Berarti ajaran
ayah paling hebat justru ini.”
Beberapa
saat kemudian Kaeb mendengar berita bahwa nabi
yang sifatnya tertulis di dalam dua lembaran itu telah muncul di Makkah. Bahkan telah
beberapa kali diperbincangkan oleh kaum.
Setelah nabi SAW hijrah ke Madinah, Kaeb makin yakin bahwa Muhammad SAW benar-benar Nabi. Apa lagi setelah nabi SAW berkali-kali menang di dalam berperang.
Setelah nabi SAW hijrah ke Madinah, Kaeb makin yakin bahwa Muhammad SAW benar-benar Nabi. Apa lagi setelah nabi SAW berkali-kali menang di dalam berperang.
Dia
hampir datang ke Madinah. Tetapi ada berita yang menyebutkan, nabi SAW telah wafat, dan Wahyu dari langit telah terputus.
Perasaan Kaeb bimbang, “Mungkin dia bukan Nabi yang saya tunggu-tunggu itu.”
Perasaan Kaeb bimbang, “Mungkin dia bukan Nabi yang saya tunggu-tunggu itu.”
Tetapi keraguan itu sirna oleh mimpi yang datang:
seakan-akan langit terbuka untuk turun para Malaikat yang berbondong-bondong sangat
banyak. Lalu ada teriakan, “Rasulullah SAW telah wafat dan Wahyu dari lari
langit untuk penghuni bumi telah terputus.”
Ketika datang pada kaumnya, Kaeb mendapat khabar
bahwa 'umat Muhammad SAW telah membaiat Abu Bakr' sebagai Khalifah.
Ketika Kaeb akan datang menghadap Abu Bakr, ada berita bahwa pasukan Arab datang ke negeri Syam. Hanya saja, dalam waktu cepat Kaeb mendengar berita meyakinkan bahwa 'Abu Bakr wafat' dan kekhalifahan diganti oleh Umar.
Ketika Kaeb akan datang menghadap Abu Bakr, ada berita bahwa pasukan Arab datang ke negeri Syam. Hanya saja, dalam waktu cepat Kaeb mendengar berita meyakinkan bahwa 'Abu Bakr wafat' dan kekhalifahan diganti oleh Umar.
Kaeb ragu-ragu lagi, hatinya
berkata, “Saya akan masuk agama ini jika telah yakin agama ini benar.”
Ternyata Umar datang ke Baitul-Maqdis, untuk
berdamai dengan penduduknya. Kaeb menyaksikan sendiri bahwa Umar dan pasukannya
disiplin dalam memegang janji. Dan musuh-musuhnya dibuat tunduk padanya, oleh
Allah.
Kaeb berkata, “Mereka inilah umat Nabi Muhammad
SAW. Saya akan segera memasuki agama ini.”
Di malam yang selalu terkenang
itu, Kaeb berada di sotoh (balkon) rumahnya. Tiba-tiba ada lelaki
Muslim lewat, sambil membaca Ayat yang artinya:
Hai khusus kaum yang telah diberi kitab!
Berimanlah pada yang telah Kami turunkan! Yang mencocoki yang menyertai kalian!
Mumpung Kami belum menghapus Wajah-Wajah, untuk Kami balik pada Belakangnya.
Atau (mumpung) Kami belum melaknat Mereka, seperti Kami telah melaknat Kaum
yang melanggar pada hari Sabtu. Dan Perkara Allah itu telah dilaksanakan. [5]
[1] قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ
مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ [التوبة/51].
[2] Zaman dulu pakaian aba’ah (عباءة) atau abaya untuk pria. Nabi SAW pernah memakai di
dalam persiapan pulang dari Perang Khaibar.
يا بني إنك تعلم أني ما ادخرت عنك شيئاً مما كنت أعلمه
لأني خشيت أن يخرج بعض هؤلاء الكاذبين وتتبعهم وقد جعلت هاتين الورقتين في هذه
الكرة التي ترى فلا تتعرض لهما ولا تنظر فيهما إلى أن تسمع بخبر نبي يبعث في آخر
الزمان اسمه محمد، فإن يرد الله بك خيراً فأنت تتبعه.
لا إله إلا الله محمد رسول الله خاتم
النبيين لا نبي بعده، مولده بمكة، ودار هجرته طيبة، ليس بفظ ولا غليظ ولا صخاب،
أمته الحامدون الذين يحمدون الله على كل حال ألسنتهم رطبة بالتهليل والتكبير وهم
منصورون على كل من عاداهم من أعدائهم أجمعين يغسلون وجوههم ويسترون أوساطهم
أناجيلهم في صدورهم تراحمهم بينهم تراحم الأنبياء بين الأمم، وهم أول من يدخل
الجنة يوم القيامة من الأمم.
[5] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آَمِنُوا بِمَا
نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا
فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ
السَّبْتِ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا [النساء/47].
0 komentar:
Posting Komentar