SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/09/09

KW 126: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-126 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Hari Atta’wir (التعوير)

Syurachbil bin Chasanah menyerahkan panji pada seorang sambil berpesan, “Berhentilah di tempatku ini!. Jika saya gugur, serahkan panji ini pada Abu Ubaidah agar diserahkan pada orang kepercayaannya. Jika saya menang panji ini akan saya bawa lagi!.”
Lelaki itu menerima panji; Syurachbil menjalankan kudanya kearah raja Allan sambil membaca syair:
Ku akan menyerang untuk menumpas Banil Aadi (بني الأعادي)
Dengan segala upaya dengan tajamnya besi
Betapa bahaya bagi yang malas berjuang
Melawan pasukan Romawi yang garang

Raja Allan mendengar syair itu tapi tidak memahami, karena dia hanya mengetahui sedikit dari bahasa Arab. Dia bertanya, “Kau ini membaca apa?.”
Syurachbil menjawab, “Sudah menjadi kebiasaan orang Arab membaca syair sebelum perang, agar perangnya bertambah garang, dan bertambah yakin pada pertolongan Allah yang disampaikan oleh nabi kami.”
Raja bertanya, “Apa janji yang telah disampaikan oleh nabi kalian?.”
Syurachbil menjawab, “Beliau menjelaskan bahwa Allah menjanjikan pada kami, bumi akan kami kuasai, dari panjang dan lebarnya. Negeri-negri Syam juga akan kami kuasai. Kami akan menjadi kaum penakluk berkat pertolongan Allah.”
Raja membantah, “Allah takkan menolong kalian yang telah menganiaya kami dan telah merampas hak kami!.”
Syurachbil menjawab, “Kami diperintah oleh Allah agar memerangi kalian. Dan bumi akan diwariskan pada hamaba-Nya yang Dia kehendaki. Dan final dari perang ini akan dimenangkan oleh orang-orang taqwa. Saya tahu kau bisa berbahasa Arab. Jika kau meninggalkan menyembah Salib dan masuk agama Islam, kau tergolong ahli surga dan beruntung.”
Raja Allan membantah, “Saya takkan meninggalkan agama Al-Masih hingga kapanpun, karena agama dia benar.”
Syurachbil menjawab, “Kalau begitu jangan kau katakan dia adalah Tuhan yang wajib disembah, dan jangan mengatakan dia telah wafat di atas Salib. Karena sebetulnya dia telah dihidupkan oleh Allah di dalam bumi hingga umur tertentu, lalu diangkat ke langit.”[1]
Raja Allan berkata, “Saya takkan merubah pendirian saya.”
Lalu mengeluarkan Salib yang menggelayut di lehernya untuk diangkat di depan matanya, dan berdoa agar diberi kemenangan.
Syurachbil marah karena melihat perbuatan syirik. Dan menggertak, “Celaka kau dan orang yang menyertaimu, dan orang yang sefaham denganmu.”
Syurachbil menyerang dia yang telah siap menangkis dan melawan. Peperangan dua tokoh yang seru itu menarik perhatian orang banyak. Pasukan Muslimiin mendoakan semoga Syurachbil menang.
Syurachbil menghindar dan memacu kudanya agar menjauh. Musuhnya mengejar dengan kuda, namun lalu terkejut oleh tombak Syurachbil yang terayun cepat sekali ke arah lehernya. Tombak Syurachbil mematuk ruangan kosong lalu ditarik cepat karena dihindari.
Dia berkata, “Hai orang Arab, ternyata kau hanya pura-pura takut.”
Syurachbil menjawab, “Goblok!. Perang boleh berpura-pura, bahkan bersiasat adalah penting.”
Musuhnya menghina, “Sayang tipuanmu tak berhasil.”
Dua orang itu saling menyerang dengan garang hingga pedang mereka berdua patah. Mereka berdua berkelahi dengan seru di atas kuda masing-masing. Yang musyrik tinggi besar; Syurachbil kurus karena sering berpuasa. Yang musryik mendekap sekuat tenaga untuk membunuh Syurachbil di depan orang-orang yang menonton.
Dhirar marah karena tahu bahwa Syurachbil hidupnya terancam. Hatinya mencela pada dirinya, “Hai Dhirar! Kenapa kau membiarkan penulis wahyu Rasulillah SAW itu akan dibunuh musuh?.”
Lalu berjalan cepat sekali sambil menghunus belatinya untuk ditusukkan pada punggung Raja Allan. Allan jatuh; Syurachbil lepas dari sekapannya. Syurachbil turun dari kuda untuk mengambil yang dimiliki raja yang telah tewas.
Dhirar menaiki kuda lalu kembali bergabung pada pasukan Muslimiin bersama Syurachbil. Di sana Syurachbil mendapat ucapan selamat, dan Dhirar menerima ucapan syukur atas jasanya membunuh Allan. Syurachbil dan Dhirar berebut rampasan perang dari Allan.
Dhirar berkata, “Ini hak saya, karena saya yang membunuhnya.”
Syurachbil membantah, “Saya kan yang mengambil dari sana.”
Lalu mereka berdua datang pada Abu Ubaidah agar diadili. Karena mereka berdua tidak terima dengan hukum Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah melaporkan pada Umar RA melalui surat:
Wahai Amirul mukminiin, sungguh seorang pria telah berkelahi melawan orang kafir dengan kesulitan. Tiba-tiba ada lelaki yang menolong membunuh orang kafir itu. Salu siapa di antara keduanya yang lebih berhak mendapatkan rampasan musuh itu?.

Jawaban dari Umar RA: “Yang berhak mengambil rampasan itu yang telah membunuh.”

Abu Ubaidah menarik rampasan perang itu dari Syurachbil untuk diberikan pada Dhirar, lalu membacakan ayat yang artinya, “Itulah kefadholan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki.”[2]

Setelah Raja Allan tewas, pasukan Romawi sangat marah. Seorang dari mereka yang gagah berani muncul berkendaraan kuda, untuk menantang perang satu lawan satu.
Zubair bin Al-Awwam muncul untuk menyerang dengan garang hingga menang. Lelaki itu tewas dan harta yang dimiliki dirampas.
Ada lagi lelaki kedua yang muncul dengan marah untuk menantang perang. Namun serangan Zubair yang ganas membuat dia tewas.
Ada lagi lelaki bersenjata ketiga yang muncul untuk menantang, tetapi dia terkejut karena serangan Zubair terlalu dahsyat. Tahu-tahu dia terlempar tewas oleh pedang Zubair yang tajam.
Lelaki keempat muncul untuk menantang perang, namun dalam waktu cepat tewas oleh tebasan pedang Zubair.

Khalid melaporkan pada Abu Ubaidah, “Sungguh Zubair sendirian telah membunuh beberapa jagoan dari Romawi, untuk mencari keridhoan Allah. Saya yakin kini dia terlalu capai.”
Abu Ubaidah berteriak agar Zubair mundur dan istirahat. Zubair mundur menuju tempatnya semula.
Seorang bathriq Romawi yang menjadi raja negri Rusia muncul untuk menantang perang. Dialah menantu raja Allan yang telah dibunuh oleh Dhirar dengan belati. Raja yang bermahkota gemerlapan itu dilawan oleh Khalid dengan serangan beruntun ganas sekali hingga roboh dan tewas. Hartanya, mahkotanya, ikat pinggangnya, Salibnya, dan baju-perangnya, laku dijual 15.000 dinar.

Setelah Mahan mendapat laporan bahwa dua raja tewas, marah dan berkata, “Kurang ajar! Dalam sehari dua raja kami tewas. Berarti Al-Masih takkan menolong kami.”
Lalu perintah para jago panah agar meluncurkan anak panah dengan serempak. Sejumlah 100.000 anak panah meluncur cepat hampir bersamaan, ke arah pasukan Muslimiin. Jumlah anak panah yang melukai pasukan Muslimiin cukup banyak; yang membutakan mata; 700 anak panah.
Hari itu disebut Hari Atta’wir (التعوير) yang artinya membuat mata buta sebelah. Tokoh-tokoh penting yang matanya terkena anak panah: 1), Al-Mughirah bin Syubah. 2), Said bin Zaid bin Amer. 3), Abu Sufyan Shakhr bin Charb. 4), Rasyid bin Said. Dan lainnya.

Ketika mata mereka terkena anak panah, terkejut dan mengaduh, “Oh mataku!.”
Beberapa orang setelah itu bertanya pada temannya, “Matamu terkena apa?.”
Ada yang menjawab, “Jangan menjawab ‘mushibah’, yang benar ‘ujian dari Allah’.”

Pasukan Muslimiin menarik tali kendali kuda untuk mundur kebelakang. Mahan perintah pasukan berpanah agar menghujankan anak panah lagi. Pasukan Romawi yang disatukan dengan rantai diperintah agar maju menyerang; pasukan Muslimiin terdesak kebelakang. Apalagi setelah petinggi Romawi: Raja Jarjir, Raja Qanathir, dan Raja Qurin turun tangan di medan perang. Apalagi setelah Raja Mahan pimpinan tertinggi berteriak, “Serang terus!. Hujani mereka dengan anak panah!.”
Luarbiasa, anak-panah berhamburan banyak sekali membuat pasukan Muslimiin mundur dan menangkiskan perisai mereka.
Pasukan yang disatukan dengan rantai maju kedepan membawa gada besi gemerlapan untuk menyerang. Suara gaduh dan riuh bersaut-sautan mengusir sepi. Pasukan Muslimiin dikepung lautan pasukan Romawi berjumlah sekitar sejuta lebih.
Sebagian pasukan Romawi juga menyerang hingga pasukan Muslimiin yang jauh lebih sedikit, mundur ke belakang.
Abad bin Amir membaca, “Laa chaula wa laa quwwaa illaa bi Allah Al-Aliyyil Adliim. Ya Allah, turunkanlah atas kami perolonganMu yang pernah Kau pergunakan menolong kami di tempat-tempat semuanya.”[3] Lalu beriak pada orang-orang Chimyar, “Kenapa kalian lari dari surga menuju neraka?. Apa kalian mau namanya tercoreng?. Lalu bagaimana kalian nanti di sisi  Al-Jabbar (yang Maha pemaksa)?. Dia Maha Tahu segala rahasia, tahu kalau kalian lari dari kaum kafir!.”
Tetapi tidak ada yang menjawab ucapannya yang keras itu, karena semua Muslimiin sedang kesulitan menghadapi lawan.
Abad bin Amir berteriak lagi untuk memanggil tetangga-tetangga kampungnya, namun semuanya diam karena peperangan terlalu berat. Lalu dia memperbanyak membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyil Adliim.”
Ternyata akhirnya Pertolongan dari Allah turun. Perolongan Allah turun di saat sebagian pasukan Muslimiin berlarin ke belakang naik gunung. Para pembawa panji lah yang berperang mati-matian melawan pasukan Romawi.  
    
Abdullah bin Qurth Al-Asadi termasuk tokoh Perang Yarmuk menyampaikan penyaksian:
Selama perang berlangsung, yang paling berat adalah Hari Atta’wir (التعوير) yang artinya membuat mata buta sebelah. Barisan pasukan berkuda Muslimiin mundur kebelakang; sejumlah pimpinan dan para pembawa panji Muslimiin bertahan mati-matian.
Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan, Amer bin Al-Ash, Al-Musayyab bin Najibah, Abdur Rohman bin Abi Bakr, Al-Fadhl bin Al-Abbas, berperang dengan garang melawan pasukan yang jumlahnya banyak sekali.
Saya berkata di dalam hati, “Pasukan kita yang berani melawan musuh tinggal sedikit.”
Beruntung sekali para wanita Muslimaat yang zaman dulu mengikui nabi SAW berperang untuk mengobati luka dan mencarikan air, ikut membantu kami berperang. Bahkan wanita Muslimaat yang ikut berperang jauh lebih banyak daripada ketika zaman nabi atau ketika Perang Yamamah di bawah pimpinan Khalid.
Justru ketika pasukan Muslimiin sama berlari, para Muslimaat turun dari gunung untuk melawan pasukan Romawi. Mereka mengayun-ayunkan pedang hingga musuh berhamburan dan berguguran. Yang memimpin mereka adalah para Muslimaat yang dulu bergabung hijrah bersama Rasulillah SAW.
Para tokoh wanita itu berteriak menyebut nama keluarga besar dan nama panggilan sejumlah orang, untuk menggerakkan Muslimaat lainnya yang ada. Mereka bertekat perang mati-matian melawan musuh Allah. Sebagian lagi sama memukul wajah kuda pasukan Muslimiin yang lari kebelakang; sebagian lagi sama mengangkat anak-anak sambil berkata, “Belalah kami dan anak kita!.”
Ternyata kepedulian para Muslimaat membuat pasukan Muslimiin maju lagi dengan kuda mereka untuk menyerbu musuh. Sejumlah wanita Muslimaat dari Lakhm, Judzam, dan Khaulan mundur akan lari.
Tokoh-tokoh mereka: Khaulah binti Al-Azwar, Ummu Chakim, Salma binti Luai (سلمى بنت لؤي), maju untuk memukul sejumlah Muslimiin yang lari agar maju lagi. Kaum Muslimin pun kembali lagi menyerang dengan tekat bulat harus menang meskipun diri mereka harus mati.
Yang berada di depan kaum Muslimaat, Ummu Chakim binti Al-Chrits berkendaraan kuda. Dia berteriak, “Hai Muslimaat Arab! Tebaslah musuh dengan pedang kalian!.”
Asma menggandengkan kudanya dengan kuda Zubair suaminya, mempergunakan tali. Untuk membantu suaminya menyerang musuh.


[1] Di dalam: http://www.mulungan.org/index.php/component/content/article/38-kajian-quran/130-2011-04-bedah-nahwu-dan-makna-nisa-155-15 dijelaskan bahwa Allah menyalahkan pada kaum Yahudi yang mengaku telah membunuh Isa bin Maryam AS. 
[2] ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ  [المائدة/54].

0 komentar:

Posting Komentar