SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/09/05

KW 124: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-124 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Ketika dua kaum, Al-Azd dan dan Daus mengamuk; pasukan Romawi kewalahan menghadapi sehingga terpaksa mundur kebelakang.
Pasukan Romawi yang jumlahnya jauh lebih banyak, ganti menyerang dengan garang. Pasukan Muslimiin terdesak lalu lari, kecuali Iyadh bin Ghanam Al-Asy’ari (عياض بن غنم الأشعري) pembawa panji. Sejumlah Muslimiin berteriak, “Hai! Jika yang sama membawa panji berlari! Pasukan kita bisa lari semua!.”
Amer bin Al-Ash (عمرو بن العاص) dan Khalid berlari cepat sekali. Namun Amer yang duluan merebut panji, untuk dibawa maju menyerang dengan garang bersama sejumlah pasukan Muslimiin. Pasukan Romawi terdesak mundur ke belakang.
Perang terberat bagi pasukan Muslimiin adalah pada hari ketiga. Mereka terdesak mundur dan berlari hingga tiga kali. Beruntung sekali para wanita Muslimaat berhasil memberi semangat lagi. Kuda-kuda pasukan Muslimiin yang lari ke belakang disambut dengan pukulan kayu dan lemparan batu. Sejumlah Muslimaat lainnya mengangkat anak-anak kecil sambil berteriak, “Belalah anak dan istri kalian ini!.”
Pasukan Muslimiin kembali lagi memacu kuda mereka untuk menyerang. Perang berkecamuk dengan sengit hingga malam makin kelam. Banyak yang bermandi darahnya sendiri; banyak pula yang berguguran.
Dua kubu kembali ke barak mereka masing-masing; ketika pasukan yang berguguran berserakan telah banyak sekali. Kebanyakan mayat-mayat itu adalah pasukan Romawi. Namun pasukan Muslimiin sama menderita luka parah oleh panah. Di malam yang telah larut itu lautan pasukan Romawi tidur dengan menyanding pedang di atas kepala di dalam tenda-tenda.

Malam itu pasukan Muslimiin mengamalkan shalat lalu mengobati luka. Setelah Abu Ubaidah shalat, nasehat, “Hai semuanya!. Kalau kalian kesakitan, tunggulah pertolongan Tuhan selanjutnya. Nyalakan obor-obor kalian untuk berjaga-jaga sambil membaca tahlil dan takbir.”

Abu Ubaidah bersama Khalid berdiri sambil memeriksa yang menderita luka berat. Mereka berdua berkata, “Saudara sekalian!. Mereka juga luka seperti kalian, tetapi kalian mempunyai harapan baik; tidak seperti mereka!.”
Pasukan Muslimiin tidur pulas; Abu Ubaidah dan Khalid berjaga dengan sabar.

Arak-arakan panjang sekali dipimpin oleh Raja Mahan. Sejumlah bathriq berkumpul di hadapan Mahan untuk mendengarkan pengarahan penting, “Sungguh saya telah tahu bahwa akhirnya pasti akan begini. Kalian telah terbukti takut menghadapi serangan orang-orang Arab yang lemah itu?.”
Para bathriq itu berjanji, “Besok pagi kami akan menyerang mereka. Kita masih mempunyai cadangan pasukan berkuda yang sangat tangguh dan pemberani, yang belum serius di dalam berperang. Besok kami akan perintah agar mereka mengamuk untuk menyelesaikan peperangan ini.”
Mahan berkata, “Kalau begitu siapkanlah serangan yang besok dengan lebih serius lagi!.”
Malam itu pasukan Romawi banyak sekali yang tidak pulang ke barak karena tewas. Itu membuat mereka takut menghadapi pasukan Muslimiin hari berikutnya.

Keyakinan pasukan Muslimiin ‘akan menang’ saat itu, justru berkembang menguat, karena mereka menyaksikan jumlah musuh yang gugur jauh lebih banyak. Bahkan di dalam Al-Qur’an yang mereka kaji juga dijelaskan akan menang.
Setelah Abu Ubaidah shalat khauf, tiba-tiba muncul beberapa Salib dan beberapa panji yang berkibar-kibar. Di belakang para pembawa Salib dan panji itu, arak-arakan lautan pasukan, berdatangan untuk segera menyerang. Seluruh pasukan dibaris untuk disiapkan.
Singgasana Mahan dipasang lagi di atas gunung seperti hari kemarin, agar dia bisa melihat pasukannya, dan pasukan Muslimiin.

Seluruh pimpinan pasukan Muslimiin memanggil barisan untuk bersiap menghadapi pasukan lawan. Pasukan Muslimiin bergegas mengambil senjata dan mengendarai kuda untuk berkumpul. Seluruh pimpinan memberi pengarahan pada pasukan agar berperang dengan giat dan tabah. “Allah akan menolong kita,” terang mereka.
Abu Ubaidah maju ke depan untuk menjelaskan keutamaan berjihad, dan janji Allah untuk mereka yang berjihad dengan tabah. Dia menugaskan agar Amer bin Said bin Abdillah memimpin beberapa orang untuk menjaga harta, anak-anak, dan wanita.
Lalu menunjuk 500 pasukan panah agar bertempat di sayap kanan; 500 pasukan panah yang lain agar di sayap kiri; 500 pasukan panah lagi, agar di tengah pasukan.
Abu Ubaidah berpesan, “Hai pasukan berpanah!. Jangan meninggalkan tempat kalian!. Tugas kalian mengujani panah pada pasukan yang mendesak pasukan kita!. Memanahnya harus serempak seperti satu gerakan!. Kalau kalian yang diserang, tidak boleh lari, sebelum saya perintah!.”

Abu Sufyan mendekati putranya bernama Yazid pembawa panji yang sedang dikerumuni pasukannya dan akan segera melancarkan serangan. Dia berkata, “Hai Nak, jika kau berbuat baik, Allah akan berbuat baik padamu. Bertaqwa dan tabahlah yang maksimal! Tolonglah Agama Allah! Dan jangan menggerutu atas derita dan kesulitan yang menimpa, karena yang terjadi adalah qadar yang telah tertulis. Contohlah para Rasul Ulul-Azmi yang ketabahan mereka luar biasa! Jangan sampai Allah melihatmu berlari dari perang, karena bisa berakibat mendapat murka Allah.”
Yazid menjawab, “Saya akan berjihad dengan tabah, dan berdoa semoga Allah menolongku.”
Lalu mengibarkan panji dan berteriak, “Ayo mereka kita serbu!.”
Yazid dan pasukannya memacu kuda dan menyerbu hingga pasukan Romawi morat-marit dan berguguran. Serangan mereka yang melanda bagian tengah pasukan lawan itu semakin sengit, hingga yang berguguran semakin banyak.
Ada batriq Romawi membawa tombak dan Salib emas, yang marah dan maju untuk mengamuk. Arak-arakan pasukan berkuda yang dibawa berjumlah sekitar 10.000 orang. Mereka mengamuk hingga Amer bin Al-Ash dan pasukannya mundur dan berlari kebelakang. Mereka terus mengamuk menggila hingga masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin dengan titik sasaran Amer dan pasukannya.
Amer dan pasukannya surut ke belakang karena serangan mereka terlalu ganas.
Ketika pasukan Muslimiin bergerak maju untuk membalas menyerang; ternyata bala-bantuan Romawi yang berdatangan dengan marah dan mengamuk banyak sekali. Pasukan Muslimiin mundur ke belakang hingga menaiki kaki gunung; tempat para para wanita Muslimaat dan anak-anak.
Seorang Muslimah berteriak, “Mana penolong agama?! Mana pejuang Muslimiin?!.”
Zubair sedang duduk untuk mengobati matanya yang sakit di sisi istrinya bernama Asma bintu Abi Bakr. Dia terkejut mendengar wanita berteriak, “Mana penolong agama?! Mana pejuang Muslimiin?!.”  
Dia bertanya pada Asma, “Siapa yang berteriak ini?.”
Asma menjawab, “Afrah bintu Utsman! Pasukan sayap kanan Muslimiin terdesak ke belakang hingga kemari. Dia berteriak agar para pembela agama peduli.”
Zubair berkata, “Saya pembela Agama Allah! Saya tak mau dilihat oleh Allah hanya duduk, padahal Agama Allah sedang gawat seperti ini.”
Dia melemparkan kain lalu bergerak cepat mengendrai kudanya dan memegang tombak. Dan berkata, “Sayalah Zubair bin Al-Awwam putra bibi Rasulillah SAW!.”[1]


[1] Bibi Rasulillah SAW bernama Shofiyyah. Di dalam: http://www.mulungan.org/index.php/component/content/article/45-cinta-berbuah-indah/92-2011-03-cinta-berbuah-indah-3-by-kh-shobirun di jelaskan:
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir juga menarik bagi para sejarawan. Dia juga ahli main pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah.
Dia berkata, “Siapa berani melawanku?.”
Menurut Hisyam, “Kakek dia bernama Az-Zubair bin Al-Awwam mengabulkan tantangannya.”
Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama Shafiyyah ketakutan dan berkata, “Dia akan membunuh anakku ya Rasulallah SAW.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.”

Tak lama kemudian Az-Zubair bin Al-Awwam telah berhadapan dengannya. Dan dalam beberapa jurus Yasir gugur menyusul saudaranya ke alam baka.
Jika Az-Zubair bin Al-Awwam ditanya, “Demi Allah apakah pedangmu sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah.”
Dia menjawab, “Demi Allah sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuhnya hingga akhirnya patah.”

0 komentar:

Posting Komentar