SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/07/12

Perang Khaibar (2)



Perang Khaibar (2)

Beberapa orang melaporkan, “Ada lelaki kafir dari keluarga besar Murrah bernama Abu Syuyaim berkata ‘saya pernah berada di dalam pasukan yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama Uyainah dari Ghathafan, membantu kaum Yahudi.
Saat itu kami telah sampai kota Khaibar, namun belum memasuki kastil. Rasulullah SAW memanggil Uyainah bin Chisn tokoh dan pimpinan bala-bantuan untuk kaum Yahudi tersebut.
Nabi SAW perintah ‘bawalah pulang orang yang menyertai kau! Kau aku jamin mendapatkan setengah kurma Khaibar di tahun ini. Sungguh Allah telah menjanjikan Khaibar untukku!’. 
Uyainah menjawab ‘saya takkan menyerahkan para sahabat karib dan tetangga-tetanggaku padamu’. 
Saat itu, kami berkumpul dengan Uyainah di sana. Tiba-tiba kami mendengar teriakan ahli kalian ahli kalian di Chaifak’ tigakali, yang tak kami ketahui asalnya dari langit atau bumi.
Ada suara lagi ‘sungguh janji kalian mengenai mereka, telah diselisihi’.”

Mengenai Kisah Unik ini, ada yang melaporkan hampir sama, tapi lebih lengkap:
Ketika Kinanah bin Abi-Chuqaiq, (anak tokoh besar Yahudi), dan sahabat-sahabatnya, berada di kalangan keluarga besar Murrah, bersumpah-setia untuk melakukan gerakan Persatuan Memerangi Islam. Yang diangkat sebagai pimpinan keluarga besar Ghathafan (keluarga besar Murrah) berjumlah 4.000 orang itu, Uyainah bin Chishn. Rombongan ini memasuki benteng atau kastil An-Nathah bersama kaum Yahudi.
Kejadian ini berlangsung tiga hari sebelum Rasulillah SAW datang ke Khaibar. Setelah datang ke Khaibar, Rasulillah SAW perintah agar Sa’ed bin Ubadah menghubungi kaum yang berada di dalam kastil tersebut.
Setelah sampai ke luar kastil, Sa’ed bin Ubadah menyeru, “Saya ingin berbicara pada Uyainah bin Chishn.”
Uyainah bin Chishn hampir menyuruh masuk Sa’ed. Namun Marchab melarang, “Jangan kau suruh masuk! Karena dia akan mengetahui celah-celah dan keadaan kastil kita! Itu bisa berakibat mereka bisa memasuki. Kamu keluar saja padanya!.”
Uyainah membantah, “Kalau saya justru, biar dia masuk, agar melihat kokohnya kastil ini, dan pasukan di dalamnya yang banyak sekali.”
Namun Marchab yang jauh lebih berkuasa menentang keras, pada Uyainah.
Uyainah terpaksa keluar menjumpai Sa’ed bin Ubadah. Dan disambut, “Sungguh Rasulallah SAW telah mengutus agar saya menemui kau, untuk menyampaikan pesan ‘sungguh Allah telah menjanjikan Khaibar untukku’. Oleh karena itu pulang dan berhentilah dari menghalang-halangi kami! Kalau kau taat, akan kami beri setengah kurma kota Khaibar tahun ini.” 
Uyainah berkata, “Demi Allah, sungguh kami takkan menyerahkan sahabat-sahabat karib kami pada musuh, hanya karena sesuatu. Kami yakin sepenuhnya bahwa, kau dan kaum yang menyertai kau, takkan mampu menghadapi mereka ini. Mereka ini berlindung di dalam kastil sangat kuat. Jumlah pasukan berpedang yang di dalam, juga sangat banyak sekali. Kalau bersikeras tak mau meninggalkan lokasi ini, kau dan pasukanmu akan hancur sendiri. Kalau kau berani menyerang, mereka pasti mendahului kau mengerahkan pasukan bersenjata. Demi Allah mereka ini bukan hanya seperti kaum Qurisy yang telah melabrak kau, dalam Perang Badar saat itu. Kalau saja saat itu kaum Qurisy menaklukkan kau, itulah yang mereka harapkan. Namun karena kalah, maka sisa mereka pulang.
Sedang mereka ini, betul-betul sedang melancarkan makar untuk menyerang kau. Mereka sengaja mengulur waktu hingga kau bosan sendiri.”
Sa’ed bin Ubadah berkata, “Saya bersaksi bahwa, sungguh kemenanganku akan segera tiba. Selanjutnya kami akan memasuki kastil yang kau tempati, hingga kau akan memohon yang telah kami tawarkan padamu tadi. Namun saat itu kami tak sudi memberikan kau, kecuali pukulan pedang. Sebetulnya kau sendiri telah menyaksikan kaum Yahudi yang tinggal di kawasan sangat luas di kota Yatsrib, yang telah kami taklukkan hingga mereka cerai-berai, berlarian meninggalkan tempat tinggal mereka.”

Sa’d kembali pada Rasulillah SAW, melaporkan yang telah ia perbincangkan dengan Uyainah. Ia juga melaporkan, “Ya Rasulallah, sungguh Allah akan mewujudkan Janji-Nya. Dan akan menjayakan Agama-Nya. [1] Saat itu, jangan kau beri Uyainah! Satu kurmapun. Ya Rasulallah, jika telah terkena pedang, niscaya dia segera menyerahkan kaum Yahudi pada kita. Selanjutnya dia akan lari terbirit-birit pulang ke kotanya, sebagaimana pernah berbuat demikian di waktu Perang Khandak.”

Rasulullah perintah agar para sahabat menyerbu kastil yang ditempati kaum Ghatafan. Saat itu hari telah sore. Kastil yang akan di tuju awal, bernama Na’im. Beberapa sahabat terperanjat oleh seruan utusan Rasulillah, “Meruputlah mengikuti panji-panji kalian! Menuju kastil Na’im yang di dalamnya, ada kaum Ghathafan!.”

Sejak itu kaum Yahudi ketakutan, hingga sehari-semalam. Kaum Ghatafan terkejut di saat mendengar suara tiga kali, yang tak diketahui sumbernya, dari langit atau bumi: “Hai kaum Ghathafan, ahli kalian ahli kalian! Pertolongan di daerah Chaifak.” Lalu ada suara lagi, “Tiada tanah dan tiada harta.” 

Karena suara tersebut, kaum Ghathafan bergegas meninggalkan kastil dengan perasaan kesal, hina dan ketakutan. Demikian itulah Upaya Allah mendukung Nabi-Nya.

Di pagi buta setelah itu, Kinanah bin Abil-Chuaiq yang saat itu berada di kastil Al-Katibah, mendapat laporan bahwa kaum Ghathafan yang akan membantu telah pulang. Saat itu juga dia menyesali berbuatanya. Merasa terhina dan yakin, bahwa dia dan kaumnya akan segera tertimpa kekalahan.
Dia berkata, “Berarti persahabatan kita dengan kaum Arab (Uyainah dan kawan-kawannya), batal. Sungguh kami dulu pernah melakukan perjalanan jauh, untuk memerangi kaum Arab. Saat itu mereka menghasud bahwa kami akan menang. Namun nyatanya mereka menipu kami. Demi umurku kalau dulu mereka tidak menipu kami, kami tak mungkin memerangi Muhammad SAW.”
Dengan bermuka masam, Sallam bin Abil-Chuqaiq marah, “Kalian jangan minta tolong orang Arab untuk selamanya! Dulu kita pernah menguji mereka, sampai mana kesetiaan mereka pada kita. Mereka juga pernah berusaha menolong Bani Quraizhah. Namun akhirnya juga menipu. Kami yakin mereka tidak bisa dipercaya. Padahal sebetulnya saat itu Tuan Chuyayu bin Ahthab sendiri, yang datang pada mereka. [2] Memang sebelum itu mereka sendiri telah membuat perjanjian damai dengan Muhammad. Akhirnya Muhammad memerangi keluarga besar Quraizhah, di saat kaum Ghathafan telah meninggalkan gelanggang perang.

Beberapa orang melaporkan, “Ketika kaum Ghathafan telah sampai kampung halaman mereka di Chaifak, ternyata saudara-saudara mereka di sana, biasa-biasa saja. Mereka bertanya, “Apakah ada yang mengejutkan kalian selama kami tinggalkan?.” 
Kaum Uyainah menjawab, “Demi Allah tidak ada apa-apa" Bahkan berkata, “Sungguh tadinya kami telah yakin bahwa kalian pulang dengan mendapatkan rampasan perang. Ternyata tidak ada rampasan perang dan tiada kebaikan yang dibawa kemari.”
Pada sahabat-sahabatnya, Uyainah berkata, “Demi Allah ini makar Muhammad dan sahabat-sahabatnya.”
Dengan heran, Charits bin Auf bertanya, “Dengan apa dia bermakar?.”
Uyainah menjelaskan “Sungguh kemarin, setelah berada di kastil An-Nathah, tiba-tiba kami mendengar teriakan yang tidak kami ketahui berasal dari langit atau bumi ‘ahli  kalian, ahli kalian di Chaifak sana’,” tiga kali, lalu dilanjutkan, “Tiada tanah dan tiada harta’.”
Setelah berpikir sejenak, Charits bin Auf berkata, “Hai Uyainah, demi Allah kalau kau mencari manfaat, telah terlambat. Demi Allah suara yang kau dengar itu berasal dari langit. Demi Allah Muhammad pasti akan menaklukkan kaum yang merintangi. Kehebatan Muhammad mencapai, kalau penghalang dia, gunung-gunung, niscaya dia tetap akan mencapai pada yang diinginkan.” Uapan Charits bin Auf membuat Uyainah menjadi takut. Uyainah tinggal di rumah beberapa hari, namun akhirnya dia bertekat akan menolong umat Yahudi lagi. Dia menghubungi sahabat-sahabatnya agar segera berangkat lagi, untuk menolong umat Yahudi.
Ketika rombongannya telah hampir berangkat; Charits bin Auf datang untuk menyampaikan, ”Hai Uyainah, taatlah padaku! Tinggallah di rumah! Batalkanlah rencana membantu umat Yahudi! Saya yakin jika kau kembali lagi ke Khaibar; saat itu kota tersebut telah ditaklukkan oleh Muhammad. Terus terang saya mengkhawatirkan keselamatamu.”

Walau makin takut, namun Uyainah tetap juga tidak mau menerima anjuran temannya. Bibirnya melontarkan, “Saya takkan menyerahkan sahabat-sahabat karibku pada Muhammad, apapun alasannya.”
Di saat Uyainah sudah memasuki sebuah perkampungan; Rasulullah SAW telah merenggut kastil-kastil Yahudi satu demi satu. Bahkan telah mampu merenggut beberapa kastil Na’im.

Umat Yahudi menghujani panah pada umat Islam, yang menangkis dengan perisai, agar tidak mengenai Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW mengenakan baju rangkap dua, helm perangnya dilengkapi pelindung leher. Kuda yang beliau naiki bernama Dlarib. Tangan beliau membawa tombak dan perisai. Para sahabat melindungi beliau dengan rapat dan waspada penuh.

Meskipun segala upaya telah dikerahkan, namun Muslimiin belum juga meraih kemenangan. Nabi telah menyerahkan bendera kepemimpinan pada seorang Muhajir, namun tak juga meraih kemenangan.
Ada lagi lelaki yang diserahi bendera agar memimpin pasukan, namun tak juga berhasil meraih kemenangan. Nabi mencoba memberikan bendera kaum Anshar, pada seorang pilihan. Agar memimpin perang. Namun tak juga berhasil meraih kemenangan.

Rasulullah SAW mengumpulkan Muslimiin.
Pasukan Yahudi berjumlah banyak sekali mengalir bagai air banjir, di bawah pimpinan Charits Abu Zainab. Derap kaki dan hiruk-pikuk kaum Yahudi bembahana.
Lelaki Anshar pembawa bendera menyongsong dan menyerang mereka, dengan penuh keberanian. Mereka bergeser-mundur dan memasuki kastil lagi.

Seorang tawanan Yahudi digandeng seorang, berjalan keluar dengan cepat, dari gerbang kastil ke arah depan pasukan mereka, yang kelur lagi dari kastil. Pasukan Yahudi menyerang hingga berhasil mendesak kaum Anshar dan pembawa panji. Sepertinya Nabi berang dan susah, karena sebetulnya telah menjelaskan pada Muslimiin bahwa, Allah akan memberi mereka Kemenangan. Namun nyatanya kaum Muslimiin tetap juga mundur. Apa lagi saat itu Sa’ed bin Ubadah yang termasuk sahabat pilihan, mundur dalam kedaan luka. Sehingga terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya.

Pembawa bendera kaum Muhajirin juga terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya, hingga berkata, “Kegagalan ini termasuk karena kalian dan kalian.”
Nabi SAW bersabda, “Sungguh Syaitan telah datang pada kaum Yahudi, untuk berkata ‘sungguh Muhammad memerangi kalian, karena harta kalian. Undang mereka dan katakan لَا إلَهَ إلّا اللّهُ (Laa Ilaaha Illallaah. Artinya: tiada Tuhan selain Allah), dengan itulah kalian telah melindungi harta dan darah kalian; sedangkan hitungan kalian terserah Allah’.”
Para sahabat mengajak kaum mereka, untuk mengatakan لا إلَهَ إلّا اللّهُ. Ternyata kebanyakan kaum Yahudi berkata, “Kita tidak boleh mengatakan demikian. Kita tidak boleh meninggalkan undang-undang Musa; sementara Taurat di kalangan kita.”

Sedih selalu tertutup oleh senang; begitu pula yang terjadi saat itu. Di saat para sahabat sedih karena beratnya perjuangan dan sulitnya meraih kemenangan. Ditambah dengan rasa capek karena telah berperang sekitar tigabelas hari atau lebih, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan penghuni suatu kastil, namun kesulitan. Tiba-tiba Sabda Rasulullah SAW, “Niscaya besok pagi panji ini akan kuberikan sungguh pada pria yang Allah akan memberi kemenangan karena usahanya” Mengejutkan mereka. [3]

Semua sahabat berharap diberi panji tersebut. Hingga malam mereka tidak tidur karena ricuh riuh, membicarakan siapakah di antara mereka yang akan terpilih.
Di pagi buta para sahabat telah berdatangan ke hadirat Rasulullah SAW. Semua berharap akan terpilih. Pertanyaan Rasulullah SAW mengejutkan mereka, “Di mana Ali bin Abi Thalib?.”
Ada yang menjawab, “Ya Rasulallah dua matanya sedang sakit.”
Nabi perintah, “Panggil dia!.”
Setelah Ali dating, Nabi meludahi dua matanya dan berdoa untuknya. [4] Sontak dia sembuh. Nabi menyerahkan panji tersebut.
Ali bertanya, “Ya Rasulallah, apakah mereka harus saya perangi hingga seperti kita?.”
Nabi bersabda,“Laksanakan dengan penuh perhitungan! Hingga kau berhasil mendekati halaman mereka. Setelah itu, ajaklah mereka menuju Islam. [5] Dan khabarkan pada mereka, mengenai Kewajiban dari Allah atas mereka. Demi Allah, jika Allah memberi Petunjuk seorang lelaki melalui perantaraan kau, akan lebih baik untukmu daripada kau mendapatkan binatang ternak merah.”
Beberapa riwayat menjelaskan, “(Sebelum itu) Abu Bakr telah mencoba memimpin dengan membawa panji, namun tak juga meraih kemenangan. Pagi harinya Umar membawa panji tersebut untuk memimpin, namun tak juga meraih kemenangan, bahkan Machmud bin Maslamah gugur.


Gugurnya panglima perang Yahudi bernama Marchab merupakan kisah bersejarah. Dia lelaki sangat sombong. Dengan membusungkan dada dia membaca syair:
Sungguh sayalah Marchab yang di Khaibar kondang
Pahlawan yang telah teruji jago main pedang
Di saat singa-singa-jantan datang menyerang
Kutusuk dan kupukul dengan pedang
Daerah kekusanku takkan didekati orang

Selanjutnya dia berkata, “Siapa berani melawan saya?.”
Ka’b bin Malik mengabulkan tantangannya.
Gugurnya Marchab merupakan Sejarah yang diceritakan di mana-mana, sehingga justru banyak riwayat yang berbeda.

Ada yang menjelaskan “Nabi bertanya ‘siapa pengarang syair ini?’.
Muhammad bin Maslamah berkata ‘saya pengarangnya, ya Rasulallah. Saya dendam dia, karena kamarin dia membunuh sudara laki-laki saya’.
Nabi bersabda ‘lawan dia! Ya Allah tolonglah Muhammad mengalahkan dia’
Muhammad mendatangi untuk menyerang Marchab. Saat mereka berdua telah dekat; saat yang mendebarkan. Ada pohon Umriyyah yang dijadikan penghalang oleh mereka berdua. Jika satunya menyerang dengan pedang; yang lain menghindar cepat. Pedang bergerak cepat melukai pohon. Karena berkali-kali terserang dua pedang, maka pohon hampir tumbang. Luar biasa; mereka berdua sama-sama menyerang, menghindar dan menangkis dengan pedang dan perisai. Bagian atas pohon telah tertebang, hanya pangkalnya setinggi anak kecil yang masih berdiri, sebagai penghalang mereka berdua. Pedang Marchab menyambar cepat bagai kilat, ke arah Muhammad, yang menangkis dengan perisainya.
Dengan pedang, Muhammad memukul, hingga Marchab tewas.”
Banyak pula yang meriwayatkan bahwa yang mengakhiri hidup Marchab adalah Ali. Karena di saat Marchab roboh oleh pedang Muhammad, saat itu belum mati, tapi sudah tidak mampu berdiri karena dua kakinya patah, akhirnya dibunuh oleh Ali.” [6]
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir juga menarik, bagi para sejarahwan. Dia juga ahli main pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah. Dia berkata, “Siapa berani melawan aku?.”
Menurut Hisyam, “Kakek dia bernama Az-Zubair bin Al-Awwam mengabulkan tantangannya.
Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama Shafiyyah ketakutan, dan berkata, “Dia akan membunuh anakku ya Rasulallah.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.”
Az-Zubair bin Al-Awwam telah berhadapan dengannya. Dan dalam beberapa jurus Yasir tewas, menyusul saudaranya ke alam baka.
Jika Az-Zubair ditanya, “Demi Allah, apakah pedangmu sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah.”
Dia menjawab, “Demi Allah, sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuh dia, hingga akhirnya patah.”

Semoga Kisah berikutnya lebih bermanfaat. Alloohumma aamiiiin.


Bersambung

Ponpes Mulya Abadi Mulungan



[1] Sa’d berani berkata begitu karena sekitar dua bulan sebelum itu, Allah berfirman “هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا – Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq, untuk menjayakan mengalahkan agama semuanya. Dan cukuplah Allah sebagai Saksi.” [Qs Al-Fatch 28].
[2] Dia ayah Shafiyyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا yang akhirnya menjadi istri Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Dialah raja kaum Yahudi.
[3] Bukhari meriwayatkan, “لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ.” Artinya: Niscaya sungguh panji ini, akan saya berikan pada lelaki yang akan diberi kemenangan karena usahanya. Dia cinta Allah dan Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya cinta dia.
[4] Doanya: اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُ الْحَرَّ وَالْقَرَّ – Ya Allah hilangkan pengaruh panas dan dingin darinya.
[5] Ini termasuk dalil rujukan para sahabat di dalam berdakwah, dengan kelembutan maupun kekerasan. Namun kaum orintalis mencemooh dengan sinis “Islam berkembang karena pedang.” Padahal mulai sejak zaman Nabi Musa AS, Allah telah perintah agar penyembah selain Allah diberantas, karena Allah paling benci disekutukan. Bahkan Yesus atau ‘Isa pun juga diperintah demikian. Tentang itu, Allah berfirman “إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ – Sungguh Allah telah menukar diri-diri dan harta-harta kaum iman, dengan kepastian mereka mendapatkan surga: Mereka berperang di Jalan Allah untuk membunuh atau dibunuh. Janji tersebut kuwajiban Allah yang haq di dalam Taurat dan Injil dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih menetapi janjinya dari pada Allah? Maka bersenang-senanglah dengan tukar-menukar yang kalian telah lakukan. Dan itulah keuntungan yang luar biasa.”
[6] Al-Waqidi menulis: أَفْضَى كُلّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إلَى صَاحِبِهِ وَبَدَرَ مَرْحَبٌ مُحَمّدًا ، فَيَرْفَعُ السّيْفَ لِيَضْرِبَهُ فَاتّقَاهُ مُحَمّدٌ بِالدّرَقَةِ فَلَحِجَ سَيْفَهُ وَعَلَى مَرْحَبٍ دِرْعٌ مُشَمّرَةٌ فَيَضْرِبُ مُحَمّدٌ سَاقَيْ مَرْحَبٍ فَقَطَعَهُمَا . وَيُقَالُ لَمّا اتّقَى مُحَمّدٌ بِالدّرَقَةِ وَشَمّرَتْ الدّرْعُ عَنْ سَاقَيْ مَرْحَبٍ حِينَ رَفَعَ يَدَيْهِ بِالسّيْفِ فَطَأْطَأَ مُحَمّدٌ بِالسّيْفِ فَقَطَعَ رِجْلَيْهِ وَوَقَعَ مَرْحَبٌ ، فَقَالَ مَرْحَبٌ : أَجْهِزْ يَا مُحَمّدُ قَالَ مُحَمّدٌ ذُقْ الْمَوْتَ كَمَا ذَاقَهُ أَخِي مَحْمُودٌ وَجَاوَزَهُ وَمَرّ بِهِ عَلِيّ فَضَرَبَ عُنُقَهُ وَأَخَذَ سَلَبَهُ فَاخْتَصَمَا إلَى رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي سَلَبِهِ فَقَالَ مُحَمّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ يَا رَسُولَ اللّهِ وَاَللّهِ مَا قَطَعْت رِجْلَيْهِ ثُمّ تَرَكْته إلّا لِيَذُوقَ مُرّ السّلَاحِ وَشِدّةِ الْمَوْتِ كَمَا ذَاقَ أَخِي ، مَكَثَ ثَلَاثًا يَمُوتُ وَمَا مَنَعَنِي مِنْ الْإِجْهَازِ عَلَيْهِ شَيْءٌ قَدْ كُنْت قَادِرًا بَعْدَ أَنْ قَطَعْت رِجْلَيْهِ أَنْ أَجْهَزَ عَلَيْهِ . فَقَالَ عَلِيّ عَلَيْهِ السّلَامُ صَدَقَ ضَرَبْت عُنُقَهُ بَعْدَ أَنْ قَطَعَ رِجْلَيْهِ . فَأَعْطَى رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مُحَمّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ سَيْفَهُ وَدِرْعَهُ وَمِغْفَرَهُ وَبَيْضَتَهُ فَكَانَ عِنْدَ آلِ مُحَمّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ سَيْفُهُ فِيهِ كِتَابٌ لَا يُدْرَى مَا هُوَ حَتّى قَرَأَهُ يَهُودِيّ مِنْ يَهُودِ تَيْمَاءَ فَإِذَا فِيهِ هَذَا سَيْفُ مَرْحَبْ مَنْ يَذُقْهُ يَعْطَبْ – Yang satu mendekati lainnya. Namun Marchab mendahului menyerang Muhammad, dengan pedang. Muhammad menangkis hingga hingga pedang Marchab tergigit perisai. Kain penutup betis Marchab tersingkap; Muhammad memukulkan pedang secepat-cepatnya ke arah bawah, hingga dua betis Marchab patah menyemburkan darah. Ada yang memberitakan ‘di saat Muhammad menangkis pedang dengan perisai; kain Marchab tersingkap hingga dua betisnya tampak, bersamaan dengan saat dia memukulkan pedang ke arah Muhammad yang segera menunduk sambil mengayunkan pedang sekuat tenaga, hingga mematahkan dua kakinya. Marchab roboh lalu berkata “Bunuhlah saya! Hai Muhammad.” Muhammad menjawab “Rasakan kematian sebagaimana Machmud sudaraku merasakan.” Muhammad meninggalkan dia. Namun Ali yang menjumpai, membunuh dan memotong leher, dan merampas lucutan Marchab. Ali RA dan Muhammad minta pengadilan Rasulallah SAW. Muhammad berkata “Ya Rasulallah, adanya dia saya patahkan dua kakinya lalu kutinggalkan, karena agar merasakan pedihnya pedang dan beratnya sakarat, sebagaimana saudaraku telah merasakan. Dia telah saya biarkan sakarat tiga hari meskipun sebetulnya saya mampu membunuh, setelah dua kakinya potong.” Ali RA berkata, “Dia benar, saya membunuh setelah dua kakinya dia patahkan.” Rasulallah SAW memberikan pedang, baju-perang, topi-perang dan rajutbesi-topi-perang Marchab, pada Muhammad. Pedang tersebut dirumat di keluarga Muhammad bin Maslamah. Pedang tersebut ditulisi dengan huruf yang tak bisa dibaca. Namun akhirnya ada seorang Yahudi Taimak yang bisa membaca, “Ini pedang Marchab. Barang siapa tertembus; mampus.”
Peperangan sangat seru dan menegangkan. Kaum Yahudi bertahan mati-matian karena berada di kandang yang paling mereka andalkan. Muslimiin berjuang mati-matian karena yakin bahwa pasti akan menang. Banyak yang luka, banyak pula yang mati. Banyak yang ketakutan, banyak pula yang justru keberaniannya melonjak dan berkobar. Banyak yang menangis, banyak pula yang puas setelah merobohkan dan membunuh musuh. Banyak darah tumpah, banyak pula yang rasa kasihan dan cintanya terhadap sesama teman dan saudara, justru menjadi sempurna. Saat itu telah banyak kaum Yahudi yang menjadi korban keganasan perang. Tinggal tokoh-tokoh besar mereka yang masih berperang dengan garang. Banyak yang melaporkan “Setelah Muhammad membunuh Marchab, Usair lelaki kuat pendek, datang menantang ‘siapa berani melawanku?’, dengan suara keras.” Setelah Muhammad mendekati, mereka berdua bergerak cepat, saling memukulkan dan menangkiskan pedang. Namun tak lama kemudian Usair gugur oleh tusukan pedang Muhammad. Yasir datang untuk menyerang Muhammad. Dia termasuk orang paling kejam. Sebelum itu, dia memburu Muslimiin dengan tombaknya. Ketika Ali bergerak menghadapi; Az-Zubair berkata “Saya bersumpah jangan kau biarkan dia lepas.” Ali melaksanakan perintah Az-Zubair, yakni melawan Yasir. Sabda Nabi “لِكُلّ نَبِيّ حَوَارِيّ وَحَوَارِيّ الزّبَيْرُ وَابْنُ عَمّتِي – Setiap Nabi memiliki Hawari (pembela setia), dan Hawari-ku Az-Zubair dan anak bibiku,” dilontarkan, setelah Az-Zubair membunuh Yasir yang sibuk melawanan Ali RA. Setelah Marchab dan Yasir, dua tokoh besar Yahudi mati terbunuh; Nabi bersabda “Berbahagialah, Khaibar telah menjadi lebar dan lancar.” Kebetulan nama Marchab yang gugur tersebut, artinya dilebarkan; Yasir yang gugur artinya lancar. Lelaki Yahudi tinggi besar bernama Amir muncul; Rasulullah SAW bertanya “Apakah kira-kira tinggi dia ada lima dzirak?.” (Satu dzirak: sepanjang ujung jari tengah hingga ujung siku). Amir berbaju perang menantang bertempur “Siapa berani melawan aku?,” sambil mengangkat-angkat pedangnya. Beberapa orang menjauhi lelaki yang lihai berperang tersebut. Namun Ali justru mendekati. Berkali-kali pedang Ali memukul; namun dia tetap tegak berdiri. Akhirnya roboh karena dua betisnya patah menyemburkan darah, oleh pedang Ali. Sambaran pedang Ali merenggut, setelah dia roboh ke tanah, untuk menghantarkan dia ke alam baka. Pedangnya diambil oleh Ali. Dengan terbunuhnya tokoh-tokoh besar mereka: Charits, Marchab, Usair, Yasir, dan Amir, maka berakhirlah Perang Khaibar, karena merekalah pahlawan andalan kaum Yahudi.

0 komentar:

Posting Komentar