Ishthokhor dan 1.000 pasukannya menghadap Abu Ubaidah. Kaum Muslimiin bergegas mendekati untuk menurunkan Salib-salib yang dibawa oleh mereka yang datang itu. Abu Ubaidah mendekat dan bertanya, “Siapa kalian?.”
Pimpinan mereka menjawab, “Ishthokhor! Utusan penguasa kota Qinasrin. Saya diutus agar menyampaikan ‘kalian telah melanggar peraturan yang kita sepakati. Di antara kalian ada yang menusuk gambar mata Raja Hiraqla’.”
Abu Ubaidah menjawab, “Demi kebenaran Rasulullah SAW saya tidak tahu sama sekali![1] Akan saya tanyakan dulu.”
Dia berteriak, “Hai semuanya! Siapakah yang telah merobek gambar mata Raja Hiraqla?.”
Beberapa Muslimiin menjawab, “Abu Jandalah dan Sahl bin Amer, namun tidak sengaja.”
Abu Ubaidah berkata pada Ishthokhor, “Sahabat kami melakukan dengan tidak sengaja, lalu sebaiknya bagaimana agar kemarahan kalian reda?.”
Pasukan Ishthokhor menjawab dengan marah, “Kemarahan kami takkan reda sehingga mata raja kalian juga dilukai matanya.”
Mereka lupa bahwa hal itu memancing kemarahan pasukan Muslimiin.
Abu Ubaidah berkata, “Inilah saya! Silahkan dibalas karena kerusakan gambar kalian.”
Mereka menjawab, “Kami takkan puas kecuali jika yang dilukai adalah raja terbesar kalian yang menguasai seluruh kaum Arab.”
Abu Ubaidah menjawab, “Mata raja kami terlindung dari serangan.”
Semua pasukan Muslimiin telah marah karena perkataan kaum Qinasrin yang lepas kontrol. Pasukan Muslimiin yang telah marah-marah itu hampir saja mengamuk dan menyerang mereka. Abu Ubaidah meredakan kemarahan kaum Muslimiin.
Pasukan Muslimiin berkata, “Imam kami adalah junjungan kami! Demi beliau kami sanggup menebus dengan cara mata kami yang dilukai.”
Sejumlah pasukan Muslimiin bergerak cepat menodong Ishthokhor dengan senjata tajam, karena marah. Sejumlah lainnya telah menghunus pedang untuk memerangi pasukan berkuda yang dipimpin oleh Ishthokhor.
Suara Ishthokhor mereda, “Sudahlah! Kami takkan melukai mata Umar maupun mata kalian. Kami hanya akan menggambar Amir kalian yang bernama Umar pada panji yang dipasang di atas tiang. Selanjutnya kami akan melukai gambar matanya sebagaimana gambar mata raja kami dirobek."
Kaum Muslimiin ribut, “Teman kami yang melukai gambar mata tidak sengaja! Sedangkan kalian sengaja!.”
Abu Ubaidah meredakan kemarahan kaumnya, “Tenang! Kalau mereka mau biarlah gambar mata saya yang dilukai. Jangan sampai mereka nanti bercerita bahwa kita telah melanggar aturan yang telah disepakati bersama. Meskipun sebetulnya aturan untuk mereka yang tak berakal ini tidak berlaku.”
Ishthokhor membawa pulang 1.000 pasukan berkudanya. Derap kaki kuda menggemuruh dan debu-debu beterbangan. Arak-arakan panjang itu menjadi perhatian masyarakat luas di sepanjang jalan yang dilalui.
Kaum Qinasrin menggambar Abu Ubaidah pada kain. Seorang memacu kudanya dan mengayunkan tombak hingga merobek gambar mata Abu Ubaidah di kain yang berkibar-kibar itu. Ishthokhor menghadap pada penguasa kota Qinasrin bernama Bathriq Luqa untuk menyampaikan laporan.
Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin tinggal di Homs (Chimsh/حمص) hampir setahun. Mereka menunggu berakhirnya masa perjanjian damai.
Umar di Madinah susah karena sudah lama tidak ada berita yang datang mengenai Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin di Homs. Umar menulis surat untuk Abu Ubaidah:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari hamba Allah, Umar bin Al-Khatthab Amiril mu’miniin untuk kepercayaan ini umat Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrach.
سلام عليك
Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya juga membaca sholawat untuk nabi-Nya, Muhammad SAW. Saya perintah agar kau bertaqwa pada Allah di waktu sendirian maupun sedang berkumpul dengan manusia! Dan agar kau menjauhi maksiat pada Allah! Waspadalah! Jangan tergolong orang yang melanggar larangan Allah: {قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ} [التوبة: 24] الاية.[2] Dan semoga Allah memberi sholawat pada terakhirnya para nabi dan imamnya para rasul SAW.
والحمد لله رب العالمين
[1] Lanjutan dari: http://mulya-abadi.blogspot.com/2011/06/kw-72-arak-arakan-pasukan-berkuda_02.html
[2] Baca: Qul in kaana abaa’ukum wa abnaa’ukum wa ikhwaanukum wa azwaajukum wa ‘asyiiratukum (dan seterusnya [Qs At-Taubah 24]).
Artinya: Katakan, “Jika ternyata ayah-ayah, anak-anak, saudara-saudara-laki-laki, istri-istri, keluarga-keluarga kalian dan harta-harta yang kalian rumat, dan dagangan yang kalian khawatirkan ruginya dan beberapa tempat tinggal yang kalian cintai, lebih menyenangkan pada kalian dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di Jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan perkara-Nya. Dan Allah tidak akan senang kaum yang fasiq.”
0 komentar:
Posting Komentar