Banyak orang benci istilah manqul, dengan alasan bisa menyesatkan
manusia. Bicara tentang ‘menyesatkan’, sebetulnya bukan hanya manqulsaja yang menyesatkan, segala sesuatu yang diterapkan dengan tidak pas maka akan bisa
menyesatkan. Manqul adalah
istilah para ahli Hadits, oleh karena itu Nasa’i juga mempergunakan
istilah manqul:
باب فَرْضِ الصَّلاَةِ وَذِكْرِ اخْتِلاَفِ النَّاقِلِينَ فِى
إِسْنَادِ حَدِيثِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضى الله عنه - وَاخْتِلاَفِ
أَلْفَاظِهِمْ فِيهِ. Artinya: Bab
wajibnya shalat dan penjelasan perselisihan kaum yang me-manqul-kan
mengenai Isnad Hadits Anas bin Malik RA, dan
perselisihan lafal mereka tentang Hadits itu.
Lafal An-Naqilin (النَّاقِلِينَ) di atas sama dengan manqul,
titik perbedaannya kalau An-Naqilin (النَّاقِلِينَ), isim fa’il,
kalau manqul, isim maf’ul. Bahkan istilah nukil yang asalnya
dari bahasa Arab, sebetulnya juga sama dengan manqul, titik perbedaannya, kalau
nukil, fi'il madhi
mabni majhul.
Manqul adalah ilmu guru yang dipindahkan pada murid. Sebelum Syafi’i
menjadi seorang alim dan Imam Madzhab, terheran-heran pada kitab Muattha’
tulisan Imam Maliki. Dia membeli kitab itu lalu mempelajarinya. Karena ingin manqul langsung pada Imam
Maliki maka dia meninggalkan Mesir untuk berguru pada Imam Maliki. Ternyata di
tengah jalan dia dirampok dan direbut kitabnya. Dia pulang untuk membeli kitab
lagi, hanya karena tidak mau dirampok lagi, dia menghafalkan kitab itu selama 9
hari dengan jalan berat, yaitu mengurangi tidur dan makan. Kebetulan sekali
gubernur Mesir mau menghantar dia menghadap Imam Maliki.
Adanya para ahli Hadits mementingkan manqul karena zaman nabi dan sahabat juga
dianggap penting. Abu Dawud menulis di dalam kitabnya mengenai ‘datangnya
lelaki’ pada sahabat nabi bernama Abu Darda’ untuk minta kemanqulan:
3641- حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ
، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ دَاوُدَ ، سَمِعْتُ عَاصِمَ بْنَ رَجَاءِ بْنِ
حَيْوَةَ ، يُحَدِّثُ عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيلٍ ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ ،
قَالَ : كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِي الدَّرْدَاءِ ، فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ
فَجَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ : يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ : إِنِّي جِئْتُكَ مِنْ
مَدِينَةِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي ، أَنَّكَ
تُحَدِّثُهُ ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ ،
قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : مَنْ سَلَكَ
طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ
اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ
أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ ، وَمَنْ فِي الأَرْضِ ، وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ
الْمَاءِ ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ ، كَفَضْلِ الْقَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ
الأَنْبِيَاءِ ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا ، وَلاَ
دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.
Artinya (isnad tidak diartikan):
Dari Katsir bin Qais: Saya pernah duduk di sisi Abu Darda’ di
Masjid Damaskus. Tiba-tiba seorang pria datang menghadap padanya untuk berkata,
“Ya Aba Darda’, saya benar-benar datang dari Madinah Rasul SAW, semata-mata
karena ada Hadits yang sampai padaku. Sungguh kau menceritakan Hadits itu dari
Rasulillah SAW, saya datang kemari bukan karena ada urusan (duniawi).”
Abu Darda’ berkata, “Memang sungguh saya pernah mendengar
Rasulallah bersabda:
‘Barang siapa melewati jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
menjalankan dia pada jalan menuju surga. Dan niscaya sungguh para malaikat
meletakkan sayap mereka karena ridha pada para pencari ilmu. Sungguh makhluq di
beberapa langit dan bumi hingga ikan-ikan di dalam air, niscaya memintakan
ampun pada orang alim. Sungguh keutamaan orang alim atas orang beribadah; bagai
keutamaan bulan di malam purnama mengalahkan seluruh bintang-bintang. Sungguh
para ulama pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan uang dinar
maupun uang dirham, mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil ilmu,
berarti telah mengambil bagian yang sempurna’.”
Karena pentingnya manqul maka Syafi’i yang sebetulnya telah
menghafal kitab Imam Maliki di Mesir, memerlukan datang ke hadirat Imam Maliki
untuk berguru atau manqul. Begitu
pula lelaki yang sebetulnya telah mendengar Hadits itu di Madinah, memerlukan
datang ke kota Damaskus yang jaraknya jauh, agar dapat manqul langsung pada Abu Darda’.
Pada zaman yang ruwet seperti ini, jalan terbaik, meningkatkan ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan
Islam), dan menyikapi khilafiyyah (perselisihan) dengan arif. Artinya
jangan sampai kita mempersoalkan yang justru berakibat kebencian dan
permusuhan. Paulus yang memerangi dengan kejam pada kaum Muslimiin 81 tahun
setelah Nabi Isa AS naik ke langit, sebetulnya juga manqul kitab Taurot
dan Injil, selama selama setahun, setelah menyatakan sanggup mengikuti ajaran
Isa AS. Dia yang ambisius itu mengangkat murid untuk diajar bahwa, “Isa adalah
Allah.” Murid satunya diajar, “Allah, Maryam, dan Isa, adalah kesatuan yang
disebut Tuhan.” Yang satu diajar bahwa, “Isa AS adalah manusia yang menjadi
Rasul Allah AS.”
0 komentar:
Posting Komentar