SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/10/15

KW 142: Dakwah ke Negeri Chalab (حلب)


 (Bagian ke-142 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Malam itu, tigapuluh tamu pulang ke Chalab. Fajar hampir menyingsing, namun mereka belum sampai kampung halaman mereka. Ketika mereka mendekati kampung, fajar telah terang. 

Ada seorang yang tertegun lalu datang dan bertanya, “Kalian dari mana, dan dalam rangka apa?.” Karena punggawa kerajaan yang bertanya disangka hanya tetangga jauh, maka dijawab, “Kami dari memohon damai pada baginda Abu Ubaidah.” 
Setelah memasuki kampung halaman, sejumlah tetangga menjemput dan bertanya, “Kalian dari mana?.” 
Para tetangga berbahagia ketika dijawab, “Dari minta damai pada baginda Abu Ubaidah.”
Si punggawa kerajaan telah memacu kuda sekencang-kencangnya untuk bergabung pada pasukan Raja Yuqana. 
Di pagi buta itu Yuqana sedang sibuk menggerakkan pasukan, untuk menghabisi pasukan Kaeb. Yuqana bertekat akan segera membunuh mereka, sebelum fajar menyingsing. Tapi lalu terkejut oleh datangnya prajurit berkuda yang terengah-engah untuk laporan, “Yang mulia, tuan terlalu mementingkan serangan ini, sehingga ada yang terlupakan.” 
Yuqana terkejut dan bertanya, “Bagaimana maksudmu?.” 
Dia menjawab, “Rakyat tuan yang di ujung negeri ini, telah berdamai dengan kaum Arab. Mungkin sebagian kaum Arab telah merebut kerajaan tuan, dan menjarah kekayaan yang berada di dalamnya.” Yuqana makin terkejut dan tegang, lalu membelokkan kuda dan perintah, agar pasukannya mengikuti dia pulang. 

Kaeb dan pasukannya yang sulit ditaklukkan, ditinggalkan pulang menuju kerajaan. 
Pasukan Muslimiin yang gugur telah berjumlah 200 orang lebih. Kaeb dan pasukannya heran kenapa Yuqana dan pasukannya lari terbirit-birit. Setelah mereka menjauh, Kaeb dan pasukannya merasa lega. Peperangan yang berkecamuk sejak fajar hingga fajar berikutnya itu, membuat Kaeb dan pasukannya sangat lelah. 
Peperangan yang sangat ganas itu menghalang-halangi makan, minum, dan istirahat dalam waktu lama hingga sangat capek, lapar dan haus. 
Hampir saja Kaeb dan pasukannya berputus asa, karena Abu Ubaidah dan pasukannya yang ditungu-tunggu untuk membantu tidak segera datang. 

Di pagi buta itu Kaeb terkejut, saat melihat pasukan Yuqana ricuh. Awalnya justru dikira karena mereka kedatangan bala-bantuan. Kaeb ketakutan hingga membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa billaahil aliyyil adliim,” yang artinya tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.
Tiba-tiba Kaeb melihat pasukan Yuqana sama kabur meninggalkan tempat. Kaeb bersyukur, “Alchamdu lillaahi chamdas syaakirrrin." Yang artinya: Saya menyatakan segala Puji bagi Allah sebagaimana kaum bersyukur memuji Allah. 
Kaeb yakin bahwa ada teriakan keras dari langit yang membuat musuh lari ketakutan, atau ada sekelompok malaikat yang turun untuk menyerbu mereka seperti pada zaman Perang Badar. Semua musuh telah pergi ketakutan. 
Kaeb hampir mengejar yang di belakang, tapi sejumlah pasukan Muslimiin berteriak, “Ya Kaeb! Mau kemana? Kita telah beruntung karena selamat! Mari kita turun ke bawah. Kita bisa melakukan shalat dan istirahat, agar kuda kita juga istirahat. Yang membuat mereka kabur meninggalkan kita pasti Allah.”

Kaeb dan pasukanya turun untuk mencari air mudhu dan melunasi beberapa hutang shalat. Lalu membuka perbekalan dan makan.



Tidak ada seorang pun yang melaporkan pada Abu Ubaidah, mengenai Kaeb dan pasukannya. 
Setelah shalat subuh, Abu Ubaidah menghadap pada pasukan Muslimiin. Beliau berkata pada Khalid, “Ya Ayah Sulaiman, semalam saya tidak tidur karena gelisah. Walau begitu kita berkewajiban bersyukur atas Pertolongan Allah untuk kita. Saya khawair jika pasukan Kaeb berjumlah 2.000 orang itu telah dihabisi oleh Yuqana.” 
Memang Abu Ubaidah telah menambah pasukan Kaeb sehingga menjadi 2.000 orang. 
Abu Ubaidah berkata, “Menurut laporan para tamu kita dari Chalab, raja mereka telah menyerang Kaeb dan pasukannya. Mereka juga telah menjelaskan bahwa raja mereka sangat kejam dan bertekat akan menghabiskan pasukan Kaeb.” 
Khalid menjawab, “Demi Allah, saya juga tidak bisa tidur karena gelisah memikirkan mereka. Sebaiknya kita bagaimana?.” 
Abu Ubaidah berkata, “Kita segera menyusul mereka." Lalu perintah pada pasukan Muslimiin, “Mari kita segera berangkat!.”

Yang di depan arak-arakan pasukan panjang sekali itu Khalid dan pasukanya. Yang dibelakang Abu Ubaidah dan pasukannya. 

Khalid dan pasukannya sudah mendekati pada tujuan; Kaeb dan pasukanya sedang tidur lelap dijaga seorang. Penjaga itu terkejut saat melihat Khalid datang sambil mengibarkan panji, diikuti pasukan di belakangnya. Penjaga berteriak, “Lari hai penolong agama!.” 
Kaeb dan pasukannya bangun dan bergerak cepat ke atas punggung kuda, untuk bersiap-siap menghadapi pasukan yang datang.
Setelah Kaeb dan pasukannya membuka mata lebar-lebar, ternyata pasukan yang berdatangan, adalah bala bantuan yang ditunggu-tunggu. Beberapa orang berkata, “Ini panji Islam demi Allah.” 
Yang lain sama menjawab dengan bahagia, “Betul.” 
Khalid dan pasukannya turun dari kuda untuk menyalami Kaeb dan pasukannya. 
Tak lama kemudian Abu Ubaidah juga datang dengan berbahagia. 

Setelah Abu Ubaidah, Khalid, dan pasukan yang burusan datang, menyaksikan 170 pasukan Muslimiin yang gugur belum dikubur, karena rasa capek Kaeb dan pasukannya belum hilang.  
Abu Ubaidah, Khalid, dan pasukan yang barusan datang, bersedih dan membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa billaahil Aliyyil Adliim. Innaa lillaahi wainnaaa ilaiHi raajiuuun.”[1]  

Abu Ubaidah bertanya pada Kaeb, “Bagaimana mereka terbunuh dan siapa saja yang membunuh?.” Kaeb menjelaskan bahwa serangan Yuqana dan pasukannya sangat ganas. 
Kaeb dan seluruh pasukannya hampir saja dihabisi semuanya. Yuqana dan pasukannya telah mengepung dengan rapat, dan menyerang dengan ganas sekali dalam waktu sangat lama. "Di pagi buta, tiba-tiba saja Yuqana dan pasukannya kabur. Setelah itu kami baru bisa istirahat dan tidur.” 
Abu Ubaidah bertasbih, “Subchaana Musabbibil asbbab (Maha suci yang membuat segala sebab). Oh seandainya kemarin saya ikut bergabung perang bersama kalian, betapa bahagia.” 

Abu Ubaidah perintah agar mayat pasukan yang berserakan dikumpulkan untuk dikubur bersama pakaian dan darah mereka. Dia berkata, “Saya dulu pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda, “Di hari kiamat nanti, Allah akan mengumpulkan para Syuhada yang gugur di Jalan Allah, dalam keadaan masih berlumuran darah. Hanya saja aromanya misik dan bersinar cerah, untuk masuk surga.”

Setelah penguburan selesai, Abu Ubaidah berkata pada Khalid, “Berarti Yuqana telah tahu bahwa kita telah mendamai sebagian rakyatnya. Kita berkewajiban melindungi rakyatnya yang telah berdamai dengan kita. Ayo kita segera ke sana agar mereka tidak dibunuh oleh Yuqana.” 
Semua pasukan bergerak mengikuti Abu Ubaidah menuju Chalab (Aleppo).

Ketika Abu Ubaidah dan pasukannya sampai pada tujuan, kaum yang telah berdamai dengan Muslimiin sedang dikepung oleh Yuqana dan pasukannya yang banyak sekali. 
Yuqana marah, “Hai keparat! Kenapa kalian berdamai dan memihak kaum Arab?.” 
Mereka menjawab, “Karena kaum Arab, kaum yang tertolong.” 
Yuqana membentak, “Goblok! Sungguh Al-Masih pasti tidak akan merestui tindakan kalian. Demi Al-Masih kalian akan saya bunuh semuanya! Kecuali jika mau bergabung dengan kami untuk memerangi mereka. Kalian harus membatalkan perjanjian damai kalian dengan mereka! Katakan padaku! 'Siapa yang menghasud kalian untuk melakukan ini semuanya? Dia akan saya bunuh duluan!’.”
Rakyat yang dibentak-bentak itu membangkang, hingga Yuqana perintah pada sejumlah budaknya, “Masuklah ke rumah-rumah untuk menangkap dan membawa mereka kemari! Saya yang akan membunuh mereka! Orangku telah melaporkan bahwa, mereka telah minta damai pada Abu Ubaidah.” 
Tapi akhirnya para budak Yuqana membunuh mereka ditempat tidur mereka. Banya juga yang dibunuh di depan pintu rumah. 

Adik Yuqana bernama Bathriq Yuchana mendengar keributan. Dia keluar dari kerajaan untuk datang secepat-cepatnya pada tempat kejadian. Saat itu rakyat yang terbunuh telah berjumlah 300 orang. 
Dia berteriak pada kakaknya, “Berhenti! Sungguh Al-Masih akan murka pada Kakak. Beliau telah melarang kita membunuh musuh! Kenapa kau justru membunuh rakyatmu sendiri yang seagama denganmu?.”
Yuqana membalas membentak, “Karena mereka telah berdamai dengan kaum Arab untuk melawan kita!.” 
Yuchana mengingatkan, “Demi Al-Masih! Kaum Arab akan membunuh kau. Di antara mereka akan ada yang membalaskan kematian 300 orang ini, atasmu.” 
Yuqana membentak, “Siapa yang akan mampu menyerang aku?.” 
Dia menjawab, “Al-Masih yang akan menghukum, karena kau telah membunuh mereka yang tidak berdosa!.” 
Yuqana membentak lagi, “Kamulah yang telah mendorong mereka berdamai dengan kaum Arab. Kau juga akan saya bunuh sebelum mereka saya bunuh semuanya!.” 
Yuchana terkejut saat melihat Yuqana menghunus pedang untuk menyerang. 
Yuchana menengadahkan wajah ke langit lalu berdoa, “Ya Allah, saksikan bahwa saya masuk Islam. Saya menentang agama mereka ini. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad Utusan Allah,” lalu berkata pada kakaknya, “Bunuhlah saya sekarang juga! Agar saya segera masuk surga Naim.”[2] 
Yuqana yang telah kalap mengayunkan pedang sekuat tenaga, memenggal leher adiknya. Kepala adiknya yang putus, hampir dilepas dan diambil oleh Yuqana, untuk dilemparkan sejauh-jauhnya. 

Yuqana memasuki desa lebih ke dalam, membantai penduduk yang memohon-mohon agar dikasihani. Pedang Yuqana diayun-ayunkan untuk membantai hingga orang-orang sama tewas. Banyak sekali penduduk yang berteriak, “Ampun!. Hingga suara mereka gaduh, namun tak dipedulikan. 

Khalid dan pasukannya memacu kuda menuju teriakan dan tangisan histeris penduduk negeri Chalab. Panji-panji Muslimiin berkibar-kibar dan pekikan tahlil serta takbir menggelegar. Khalid berkata pada Abu Ubaidah, “Amir yang mulia, ternyata kaum yang mestinya kita lindungi telah diserang raja mereka sendiri, sebagaimana yang telah kau sangka.” 
Khalid membentak, “Hai orang-orang kafir! Hentikan serangan kalian pada kaum yang di dalam perlindungan kami!.” 
Khalid bergerak cepat menyerang Yuqana dan pasukannya. Pasukan Muslimiin juga menyerbu setelah itu. 
Dalam waktu cepat, pasukan Yuqana berguguran tewas oleh amukan Khalid dan pasukannya
Yuqana terkejut takut dan kabur menuju kerajaannya, didampingi sejumlah bathriq (patriarch). 

Penduduk desa merasa lega setelah raja lalim mereka bernama Yuqana dan pasukannya kabur menuju kerajaan. Yang telah kabur memasuki kerajaan bisa selamat; yang berlari di belakang menjadi sasaran amukan pasukan Muslimiin. 

Penduduk desa yang dibunuh oleh Yuqana dan pasukannya berjumlah 300 orang. 
Pasukan Yuqana yang dibunuh oleh pasukan Muslimiin 3.000 orang lebih. 
Pasukan Muslimiin merasa puas dan dendam mereka terobati. 

Beberapa tokoh desa melaporkan pada Abu Ubaidah mengenai kekejaman Yuqana hingga tega membunuh adiknya yang telah menyatakan Islam.
Yuqana ketakutan di dalam istananya. Dia menerima laporan bahwa Khalid dan pasukannya telah menyusuri naik menuju istananya. Dia perintah pada pasukannya agar bersiap-siap melakukan serangan. Beberapa alat pelempar batu yang disebut Al-Majaniq (المجانيق) dan busur-busur dipersiapkan, untuk bertempur. 

Abu Ubaidah masih di dalam desa yang barusan ditolong. 
Penduduk desa mengeluarkan 40 bathriq yang ditawan, untuk diserahkan pada Abu Ubaidah. 
Abu Ubaidah bertanya, “Kenapa mereka ini kalian tawan?.” 
Mereka menjawab, “Karena mereka ini pasukan Raja Yuqana yang lari menuju kemari. Kami khawatir jangan-jangan mereka akan mencelakai kami, maka mereka kami tangkap.”
Abu Ubaidah minta agar para bathriq (patriarch) mau masuk Islam, namun mereka menolak, kecuali tujuh orang. 
Yang tidak mau Islam, dibunuh oleh Abu Ubaidah. 

Pada penduduk, Abu Ubaidah berkata, “Kalian telah melaksanakan syarat perjanjian damai. Kalian akan mendapatkan kemudahan dari kami, karena memang kita berkewajiban tolong menolong. Apakah kalian tahu bagaimana caranya agar kami bisa memasuki istana raja kalian? Agar kami bisa memerangi mereka? Kami berjanji jika kami dapat menaklukkan raja kalian, kami akan memberi kalian rampasan perang karena bantuan kalian.” 
Mereka bersumpah, “Wahai Amir, demi Allah kami tidak tahu celah jalan menuju kerajaan. Dan raja pasti telah memutuskan jalan, agar kalian kesulitan datang kesana. Kalau beliau belum membunuh tuan Yuchana, tuan Yuchana pasti bisa membantu kalian.” 
Abu Ubaidah bertanya pada penduduk, “Sebetulnya apa yang terjadi? Sehingga Yuqana membunuh adiknya?.” 
Beberapa penduduk desa menjelaskan pada Abu Ubaidah mengenai Yuchana telah masuk Islam. “Yang kami ketahui, Bathriq Yuchana mengangkat tangan ke langit lalu berdoa ‘ya Allah! Sungguh saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Engkau, dan Isa AS adalah Hamba dan UtusanMu, Muhammad juga Hamba dan UtusanMu yang Kau jadikan sebagai akhir tuan besar para nabi SAW. Dan tidak ada agama yang lebih mulia daripada agamanya. Jika telah begini terserah Kau akan berbuat apa pada hamba,” kata mereka "Pedang Yuqana bergerak cepat menebas leher Yuchana’.”
Abu Ubaidah bertanya, “Di mana Yuchana dibunuh oleh Yuqana?.” 
Lalu mengajak Khalid, menuju tempat kejadian, diiringi oleh pasukan Muslimiin. 

Yuchana dibunuh di sudut pasar bernama Saah (الساعة). Dia yang berwajah tampan bagai bulan purnana ditemukan dalam keadaan terlentang. Tangan satunya masih menunjuk ke langit padahal telah wafat.
Abu Ubaidah merumat mayat itu untuk dikafani, dishalati, dan dikuburkan pada tanah yang dulu pernah diinjak oleh Nabi Ibrahim AS. 

Pada Abu Ubaidahlelaki Muslim bernama Yunus bin Amer Al-Ghassani (يونس بن عمرو الغساني) berkata, “Kalau betul penduduk ini memihak kita, pasti mau menunjukkan rahasia musuh kita.” 
Abu Ubaidah menjawab, “Mereka tidak tahu rahasia yang kita maksud.” Lalu bertanya pada pasukan Muslimiin, “Berilah saya masukan tentang cara menyerbu mereka! Semoga Allah menyayang kalian!.”
Yunus yang berperawakan pendek itu menjawab, “Amir yang mulia, saya mempunyai pandangan mengenai itu, mohon diperhatikan.”

Bersambung.     



Ponpes Mulya Abadi Mulungan


[1] Artinya: Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung. Sungguh kita Milik Allah dan sungguh kita akan kembali padaNya. Al-Waqidi menulis tentang itu: فتوح الشام - (ج 1 / ص 202)

فلما نظروا إلى ذلك عاد فرحهم ترحاً واسترجعوا وقالوا: لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم إنا لله وإنا إليه راجعون

[2] Al-Waqidi menulis tentang itu: فتوح الشام - (ج 1 / ص 203)
فلما نظر يوحنا إلى أخيه وقد جرد سيفه وعلم أنه هالك رفع رأسه إلى السماء وقال: اللهم اشهد على أني مسلم وأني مخالف لدين هؤلاء القوم، وأنا أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً رسول الله، ثم قال لأخيه: اصنع ما أنت صانع فإن كنت قاتلي فإني صائر إلى جنات النعيم

0 komentar:

Posting Komentar