(Bagian ke-119 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Ditengok bidadari bermata indah
Awal
Perang Yarmuk itu hanya bagai api kecil, namun akhirnya membesar mengerikan
bagai api yang berkobar-kobar menjulang tinggi sekali.
Makin lama peperangan itu semakin berat menegangkan.
Di
awal hari dari peperangan itu Mahan hanya menurunkan sepuluh
barisan pasukan berkuda untuk menyerbu pasukan Muslimiin.
Abu
Ubaidah mengamati gerak-gerik Mahan dari kejauhan. Ketika perjuangan Muslimiin
makin berat, Abu Ubaidah membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa bi Allah
Al-Aliyyi Al-Adliim.”[1]
Lalu membaca, “Alladziina qaala lahumunnaasu innannaasa qad jamauu lakum
fakhsyauhum fazaadahum iimaanan wa qaaluu chasbunaa Allaahu wa nikmal wakiil.”[2]
Kalimat dan ayat yang dibaca oleh Abu Ubaidah itu,
membuat pasukan Muslimiin bertawakkal dan berdoa pada Allah.
Perang
mulai dari ketika matahari di tengah langit hingga hampir terbenam di barat. Di
malam yang gelap itu pasukan Muslimiin menggunakan sandi untuk membedakan teman
dan lawan. Apabila malam makin kelam dan dingin; pasukan dua kubu yang masih
hidup meninggalkan medan perang untuk istirahat.
Pasukan
Muslimiin yang pulang disambut dan diusap wajah mereka dengan selendang,
oleh istri-istri mereka. Wanita-wanita itu berkata indah, “Berbahagialah untuk
memasuki surga hai kekasih Allah!.”
Pasukan
Muslimiin bemalam dalam keadaan berbahagia, menikmati hidangan malam bersama
istri tercinta yang mempesona.
Di
awal peperangan itu pasukan Romawi gugur yang hanya sedikit. Tetapi pasukan
Muslimiin yang gugur jauh lebih sedikit dari mereka. Hanya sepuluh orang: 1),
Mazin. 2), Sharim. 3), Rafi. 4), Mujli. 5), Ali (dari kota Usfan). 6), Abdullah
bin Al-Akhram. 7), Suwaid (kemenakan Qais bin Hubairah). 8),9),10),
tiga pria dari kota Bajilah.
Qais
wakil Kinanah sangat susah karena kemenakannya bernama Suwaid tidak pulang.
Qais bertekat akan mencarinya di antara mayat-mayat yang berserakan di medan
perang yang gelap itu. Dia ditemani oleh tujuh lelaki.
Di
malam itu mereka meneliti satu persatu pada mayat-mayat yang tergolek bermandi
darah. Ketika mereka telah capek, belum
juga berhasil menemukannya. Mereka memutuskan
untuk pulang lagi ke barak pengungsian.
Mereka
terkejut oleh obor-obor menyala dari kejauhan,
dibawa sejumlah pasukan Romawi, menuju medan
perang yang telah sepi. Ternyata mereka mencari mayat bathriq yang mereka
agung-agungkan yang tewas oleh pedang Abdur Rohman.
Qais
perintah teman-temannya, “Padamkan api kalian! Demi Allah ini kesempatan baik
untuk membalaskan kematian kemenakanku!.”
Qais
dan teman-temannya memadamkan api lalu berbaring di celah-celah mayat yang
berbau anyir, sambil bersiap-siap menyerang. Setelah dihitung, ternyata
rombongan orang berceloteh yang makin mendekat itu berjumlah seratus,
bersenjata dan berbusana mewah.
Teman-teman
Qais berkata, “Jumlah mereka banyak, sedangkan kita hanya sedikit. Dan kita
sudah terlalu capek.”
Qais
perintah, “Kalian silahkan pulang! Demi Allah saya justru lebih senang bila
bisa mati syahid karena berjihad.”
Teman-teman
Qais heran pada tekat dan keberanian Qais yang besar. Mereka pun bertekat akan
membantu Qais melawan mereka.
Yang
ditunggu-tunggu telah mulai mencari-cari mayat bathriq;
di antara celah-celah mayat yang berserakan. Mereka telah menemukan dan telah
mengangkat yang dicari-cari, untuk dibawa ke barak mereka.
Qais
berteriak, “Serbu!.”
Teman-temannya
juga berteriak, “Ya!” Hampir serempak.
Seratus
orang itu ketakutan dan berlari. Mayat yang dibawa ditinggalkan lagi agar lari
mereka lebih cepat. Tetapi serangan Qais dan teman-temannya jauh lebih cepat
melanda mereka. Tiap kali Qais membunuh seorang, berkata, “Ini balasan dari
kematian kemenakanku!.”
Dengan
membabi-buta Qais membunuh 17 orang. Sisa-sisa mereka dihabisi oleh tujuh teman
Qais, kecuali yang lari mereka cepat sekali.
Qais
mencoba lagi mencari kemenakan yang dikira telah tewas. Namun lalu terkejut oleh
suara rintihan yang samar. Dia mencari arah suara itu lalu terkejut: ternyata
orang merintih itu kemenakan yang dicari-cari
bernama Suwaid. Qais menghampiri Suwaid yang dadanya luka parah bersimbah
darah. Qais bertanya, “Kenapa kau menangis, Nak?.”
Suwaid
menjawab, “Paman. Tadi siang saya mengejar rombongan
lawan. Tiba-tiba yang belakang berbalik untuk menusuk dadaku. Luka saya sangat
parah. Namun tiba-tiba sejumlah bidadari bermata indah
menengokku sambil menunggu-nunggu ruhku keluar.”
Qais
menangis di sisi Suwaid dan berkata, “Nak, ajal semua makhluq telah ditentukan.
Semoga saja kau masih bisa disembuhkan.”
Suwaid
menjawab, “Sepertinya tak mungkin. Demi Allah saya memohon diusung menuju
pertengahan pasukan Muslimiin, agar saya mati di sana.”
Qais
menjawab, “Akan saya laksanakan.”
Qais
menggendong Suwaid di atas punggunya menuju barak pengungsian Suwaid, untuk
ditidurkan dan diselimuti. Dalam waktu cepat Abu Ubaidah mendengar berita
Suwaid telah ditemukan dan dibawa pulang ke barak oleh Qais.
Abu
Ubaidah dan pasukan Muslimiin bergegas menengok Suwaid. Tangisan Abu Ubaidah di
situ membuat penjenguk semuanya menangis untuk Qais.
Abu Ubaidah bertanya pada Suwaid yang tergolek lunglai, “Bagaimana keadaanmu?.”
Mereka
terharu oleh jawaban Suwaid, “Saya baik-baik saja demi Allah, bahkan diampuni
oleh Allah. Semoga Allah membalas kebaikan pada Muhamad SAW yang berjasa pada
kita. Sabda beliau ternyata benar: ini ada bidadari bermata indah yang hadir,
memandang dan memanggil namaku.” Lalu Suwaid wafat.
Pasukan
Muslimiin mengurusi pemakaman jenazah Suwaid hingga selesai. Abu Ubaidah sangat
berbahagia ketika mendapat laporan dari Qais sebelum
wafat, bahwa
Qais dan tujuh temannya telah membunuh hampir seratus orang. Abu Ubaidah yakin
bahwa itu pertanda pasukan Muslimiin akan mendapat kemenangan yang lebih besar
lagi.
Malam
itu pasukan Muslimiin istirahat; sebagian mereka membaca Al-Qur’an; sebagian
yang lain melakukan shalat. Kebanyakan mereka berdoa agar Allah memberi mereka
lagi pertolongan yang lebih besar.
[1] لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم. Artinya: Tiada upaya dan kekuatan kecuali
karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.
[2] Dalam
Al-Qur’an ditulis: الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ
النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ [آل عمران/173]. Artinya: Yaitu orang-orang yang manusia berkata pada mereka,
“Sungguh manusia telah berkumpul untuk kalian, maka takutlah pada mereka.”
Namun itu jutru menambahi mereka imannya, dan berkata, “Semoga Allah mencukupi
kita, dan sebaik-baiknya yang diserahi (adalah Allah).”
0 komentar:
Posting Komentar