SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/08/18

KW 115: Perang Yarmuk (اليرموك)

-->

(Bagian ke-115 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Hutan lebat di bawah gunung itu diseberangi dengan sulit oleh Said dan pasukannya yang jumlahnya melaut. Ketika telah menempati tempat yang nyaman, beberapa orang bertanya, “Ya Said, kami yakin kau telah tersesat jalan. Sekarang istirahat saja, kami sangat capek karena perjalanan yang berat.”
Said mengistirahatkan pasukannya di tengah hutan yang bermata air deras sekali itu. mereka sama minum dan memberi minum kuda serta unta mereka. Kuda-kuda dan unta-unta sama merumput dan menyantap dedaunan yang disukai. Sebagian Muslimiin yang memenuhi wilayah luas itu tidur pulas; sebagian lainnya membaca sholawat untuk Muhammad SAW. Said berada di tempat paling pinggir untuk mengawasi kaumnya sambil membaca Al-Qur’an yang agung, lalu berdoa agar Allah memberi keselamatan untuk semuanya.
Said tidur nyenyak sekali. Di dalam tidurnya dia bermimpi melihat taman indah yang pohon-pohonannya subur menghijau; buah-buahannya lebat sekali. Said mengambil dan mencicipi buah dan minum air segar dari sungai yang jernih melimpah. Said memetik lagi buah-buahan untuk diberikan pada kawan-kawannya agar dimakan. Di saat dia sedang berbahagia bersuka ria; tahu-tahu dikejutkan oleh seekor singa jantan besar sekali muncul dari celah-celah pohon. Singa telah loncat cepat ke arah wajah untuk memangsa Said. Di saat Said dilanda bahaya dan ketakutan; tiba-tiba dua singa jantan sangat besar datang menyerang singa yang akan memangsanya. Singa roboh oleh serangan dua singa yang marah. Singa yang roboh meraung keras sekali hingga Said terkejut takut dan bangun dari tidurnya. Namun rasa manis dari buah-buahan yang dimakan di dalam mimpi itu masih terasa. Dan bayangan singa jantan yang meraung  dan lari itu hadir di dalam benaknya.
Said menafsirkan bahwa mimpi itu mengandung arti; dia dan kaum Muslimiin akan menang dan mendapat rampasan perang banyak. Tetapi ada yang menghalang-halangi pengambilan rampasan perang itu. Namun akhirnya diberi pertolongan dapat merebut rampasan perang. Dia berkata, “Taman yang sangat indah itu berarti mati syahid.”

Said meneruskan membaca Al-Qur’an dalam keadaan gemetar. Tiba-tiba ada suara keras yang mengejutkan dari arah kanan jurang:
Hai golongan penunjuk jalan yang berjalan menuju kebenaran
Jangan takut dengan keadaan ini lembah yang menakutkan
Di dalamnya memang banyak jin dan binatang buas
Kalian akan menggondol kemenangan yang membuat puas
Karena kasih-sayang yang Maha penyayang
Yang menyayang
Anak dan cucu
Yang meletakkan rasa cinta di kalbu
Allah akan berbuat untuk kalian
Hingga kalian dan anak-cucu menikmati hasil kemenangan

Setelah Said menyimak syair yang menggema itu, bersujud karena bersyukur pada Allah, dengan gemetat. Gema suara syair itu juga mengejutkan pasukan Muslimiin dari tidur mereka. Said hafal betul untaian bait sayair itu. Pasukan Muslimiin berbahagia dan terheran-heran oleh bait syair yang baru saja mereka dengar, yang menyatakan bahwa mereka akan menang dan mendapatkan rampasan perang.

Di waktu subuh yang indah itu Said mengimami shalat pada kaumnya. Ketika matahari menampakkan wajah dan senyuman; Said dan pasukannya meninggalkan hutan untuk meneruskan perjalanan.
Tak terasa dalam perjalanan yang panjang itu tahu-tahu telah sampai di Jabal Raqim (Gunung Raqim), yaitu yang pernah dipergunakan sebagai tempat bersembunyi dan tidur selama 309 tahun oleh Ashabul-kahfi. Said bertakbir keras karena bahagia. Mulai dari tempat itu, dia tahu jalan menuju Syam. Pasukan Muslimiin mengikuti takbirnya hingga suaranya menggemuruh. Beberapa orang bertanya, “Ada apa?.”
Said menjawab, “Kita telah sampai Syam.”
Kebanyakan pasukan yang dibawa oleh Said belum tahu kisah Ashabul-kahfi, sehingga bertanya, “Apakah Raqim itu?.”
Said berkisah mengenai Ashabul-Kahfi di tengah kerumunan pasukannya. Mereka menyimak kisah itu dengan takjub. Said mengajak beberapa orang agar masuk ke dalam gua itu untuk melakukan shalat. Perjalanan diteruskan hingga sampai negri Oman (عمان).

Said mengajak pasukannya singgah di desa Al-Jinan (الجنان). Ada dua kepala suku yang datang bersama rombongan banyak dari keluarga besar mereka berdua. Saat itu sudah menjadi kesepakatan antara kaum Arab dan kaum Romawi yang wilayahnya meliputi desa tersebut, bahwa perang belum berakhir. Rombongan dua keluarga besar berjumlah banyak sekali itu diserang oleh pasukan Muslimiin. Sebagian ditawan; sebagian lainnya kabur menuju beteng menjulang yang kokoh.
Said dan pasukannya mengejar hingga mendekati beteng untuk berteriak, “Hai keparat! Kenapa tadinya keluar kini berlari memasuki beteng?.”
Seorang lelaki menunjukkan wajah dan berteriak, “Hai orang-orang Arab! Tadinya kami keluar dari beteng karena disuruh oleh penguasa kota Oman agar segera pergi ke kota untuk bergabung dengan mereka. Namun kami terkejut oleh pasukan kalian yang jumlahnya banyak sekali. Sekarang apa kalian mau melindungi kami sebagai dzimmi (dzimmah)?.”
Said menjawab, “Ya mau!.”
Tokoh desa Al-Jinan keluar didampingi sejumlah orang untuk berembuk damai dengan Said. Said menulis surat pernyataan damai dengan syarat kaum Al-Jinan menyerahkan 10.000 dinar.
Ketika Said dan pasukannya akan meneruskan perjalanan, tokoh-tokoh masyarakat Al-Jinan berpesan, “Hai orang-orang Arab, walau kami telah tunduk pada kalian, tetapi kami takut kaum kami. Ketahuilah bahwa tuan Naqithas (نقيطاس) penguasa negri Oman pasti akan menemui kami dengan marah besar. Kalau kalian mampu menaklukkan beliau pasti akan lebih baik bagi kami dan kalian.”
Said bertanya, “Apa alasannya?.”
Mereka menjawab, “Karena rampasan perangnya pasti banyak sekali.”
Said bertanya, “Berapa jumlah pasukannya?.”
Mereka menjawab, “Limaribu pasukan berkuda. Tetapi mereka telah ketakutan pada kalian, artinya kalian pasti bisa mengalahkan mereka.”
Said berteriak, “Hai Muslimiin semuanya! Bagaimana kalau kita menyerang Bathriq Naqithas penguasa negri Oman?.”
Mereka manjawab, “Silahkan! Jika kita berhasil mengalahkannya akan bermafaat untuk kaum Muslimiin dan membuat kaum Musyrik hina.”
Said bertanya pada penduduk, “Mereka akan lewat jalan mana?.”
Mereka menjawab, “Jalan ini.”
Penduduk desa menunjukkan jalan Amuriyah (عَمُّورِيَّةُ) pada pasukan Said, agar segera bertemu Bathriq Naqithas dan pasukannya. Pasukan Muslimiin bersembunyi di ceruk dan jurang yang sangat luas selama sehari semalam.
Di pagi buta itu Said berkata, “Hai Muslimiin semuanya! Perintah Umar agar kita membantu pasukan Ubaidah lebih utama dari pada menyerang mereka! Ayo kita laksanakan perintah beliau! Semoga kalian disayang oleh Allah! Kalau kita mengerahkan 7.000 pasukan saja mereka ini akan kalah.”
Pasukan Muslimiin berkata pada pimpinan, “Hai putra Amir (عامر)! Kami yakin mampu mengalahkan mereka! Yang ini kita rampungkan dulu.”
Tiba-tiba sekelompok Qasus (القَسُوسِ/ulama Nasharni) dan rahib-rahib, berpakaian dari bulu, berdatangan membawa Salib. Mereka yang berkepala gundul tengah itu, ditangkap dan dihadapkan pada Said bin Amir. Said bertanya, “Siapa kalian?.”
Seorang alim besar mereka mewakili menjawab: “Kami para rahib dan ulama yang tinggal di biara-biara. Tujuan kami akan pergi menghadap Raja Qusthanthin (قُسْطَنْطِينَ) putra Raja Hiraqla. Di sana kami akan berdoa agar pasukan Raja Hiraqla diberi kemenangan di dalam Perang Suci ini.”
Said menjawab, “Berdoalah! Namun doa orang-orang kafir pasti tersesat! Siapa yang memimpin pasukan di belakang kalian?!.”  
Mereka manjawab, “Penguasa negri Oman. Yang dibawa 5.000 pasukan berkuda Nashrani.”
Said berdoa, “Ya Allah, pastikan mereka menjadi rampasan perang kami.”
Said berkata pada pembesar rombongan itu: “Hai syaikh! Sungguh nabi kami melarang kami menyerang rahib yang tinggal di biaranya. Kalau kalian tidak keluar dan tidak membawa senjata niscaya tidak kami tangkap.”
Said perintah agar mereka diikat erat mulai dari bawah tulang belikat, dengan tali yang dibawa oleh rombongan rahib. Tak lama kemudian arak-arakan panjang pasukan negri Oman berdatangan, berjalan kaki untuk lewat.
Pasukan Muslimiin menyambut kedatangan mereka dengan serangan ganas, sambil menyerukan tahlil dan takbir. Meskipun mereka melawan, namun kalah oleh ganasnya serangan pasukan Muslimiin.
Sisa-sisa pasukan yang masih hidup diperintah oleh Bathriq Naqithas agar menyerang pasukan Muslimiin dengan serangan paling ganas. Peperangan berkecamuk lagi dengan sengit dan seru, hingga pasukan Muslimiin kewalahan melawan mereka.
Gugurnya sejumlah pasukan Naqithas yang memenuhi kawasan luas, dan tahlil maupun takbir pasukan Muslimiin yang membahana, membuat Naqithas dan kaumnya surut ke belakang. Pasukan Muslimiin mengejar untuk menyerang dan merampas harta. Ketika Naqithas telah mengumpulkan pasukannya yang cerai-berai untuk melancarkan serangan mematikan atas pasukan Muslimiin; Zubair bin Al-Awwam dan Fadhl bin Abbas (الْفَضْل بْن الْعَبَّاسِ) datang menyerang Naqithas. Serangan ganas dari Zubair dan Fadhl membuat dia tertekan jauh ke belakang. Seribu pasukan yang dibawa oleh Zubair dan Fadhl mengamuk pasukan Naqithas. Naqithas yang berlindung pada Salib yang di atas kepalanya, gugur dari kudanya oleh tusukan pedang Zubair.
Said dan pasukannya datang dalam keadaan terkejut saat menyaksikan Fadhl mengamuk dan membantai sejumlah pasukan Naqithas. Said sempat menyangka bahwa pasukannya telah berselisih dan bertikai dengan senjata tajam. Ketika tahlil dan takbir meledak; Said tahu bahwa kalimat hak itu pasti muncul dari pasukan Muslimiin yang datang membantu. Said berbahagia ketika mendengar Fadhl berteriak, “Saya putra paman Rasulillah SAW.”
Hampir limaribu pasukan Naqithas berserakan tewas memenuhi kawasan luas; yang lain ditawan.
Said bertanya, “Ya Fadhl! Apakah ada sahabat nabi SAW yang menyertaimu?.”
Fadhl menjawab, “Saya bersama Zubair bin Al-Awwam, putra bibi Rasulillah SAW.”

Pasukan Muslimiin mendapatkan rampasan perang yang banyak sekali. Pasukan Said bersalaman dengan pasukan Fadhl. Fadhl bertanya pada Said, “Hai putra Amir! Kenapa kau terlambat datang kemari. Padahal Salim bin Naufal Al-Adawi (سالم بن نوفل العدوي) telah datang dan memberi tahu kami mengenai kedatanganmu menuju kemari?. Kami sempat mengkhawatirkan keadaan kalian. Abu Ubaidah perintah agar kami menyerbu negri Oman. Al-Hamdulillah semuanya selamat dan kaum kafir sama tewas.”
Zubair perintah agar 4.000 mayat pasukan Oman yang berserakan itu dipotong kepala mereka untuk ditusuk dengan tombak. Tawanan berjumlah 1.000 orang itu ngeri melihat kepala teman-teman mereka bertengger di ujung tombak.
Sebelum berangkat untuk bergabung pada Abu Ubaidah, Said melepaskan para rahib. Said dan pasukannya berarak-arak menuju Abu Ubaidah yang agung sambil meneriakkan tahlil dan takbir. Tahlil dan takbir pasukan Said dan pasukan Abu Ubaidah meledak bersamaan, hingga pasukan Romawi ketakutan.

Pasukan Romawi bertambah ketakutan ketika menyaksikan 8.000 pasukan Muslimiin berdatangan membawa 4.000 kepala mayat dengan ujung tombak, untuk bergabung pada pasukan Ubaidah.
Said datang ke hadirat Abu Ubaidah untuk melaporkan kemenangannya. Abu Ubaidah bersujud bersyukur pada Allah. Abu Ubaidah perintah agar 1.000 tawanan disuruh berbaris dan agar masuk Islam. Ketika semua tawanan bersepakat tidak mau Islam; pedang-pedang melayang menebas melepas leher dari jasad mereka.
 

0 komentar:

Posting Komentar