SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/07/12

KW 96: Penduduk Chims Berbahagia



(Bagian ke-96 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Di depan rumah mewahnya, Harbis raja Chimsh muncul dikelilingi para bathriq (pejabat tinggi setingkat jendral). Harbis berkata, “Hai semuanya! Demi kebenaran Al-Masih saya tidak menyangka bahwa ternyata orang-orang Arab, berkulit hitam seperti ini.”
Beberapa orang menjawab, “Itu tidak benar yang mulia, mereka hamba-sahaya. Dan ini siasat mereka di dalam perang.”
Harbis bersumpah, “Demi kebenaran Al-Masih! Sesungguhnya serangan mereka ini justru lebih dahsyat daripada kaum Arab. Ketahuilah bahwa kaum yang mendekati beteng kita pasti jatuh mental, walau sebetulnya justru sebagai pertanda akan menaklukkan kita.”   
Kebanyakan kaum Chimsh ketakutan karena pintu gerbang kota mereka sejak pagi hingga petang suaranya bising memekakkan telinga karena dorongan dan pukulan ribuan kaum hamba-sahaya berkulit hitam yang digerakkan oleh Khalid bin Al-Walid, membuat bising.
Serangan sengit kaum Chimsh dari atas beteng dilawan dengan garang dengan anak panah, yang berkali-kali menembus dan menewaskan sebagian mereka. Saat malam telah datang semua hamba-sahaya kembali pada tuan mereka masing-masing, untuk istirahat.
Di malam yang dingin itu Harbis mengirim surat untuk Abu Ubaidah. Pembawa surat hampir ditangkap pasukan Muslimiin, namun dia berkata dengan ketakutan, “Saya utusan tuan Harbis raja Chimsh. Saya diperintah mengantar dan minta jawaban dari surat ini,” sambil menyerahkan surat.
Surat diserahkan dan dibaca oleh Abu Ubaidah:
Hai kaum Arab! Tadinya saya menyangka kalian pandai bersiasat perang, ternyata justru sebaliknya. Kemarin kalian membagi-bagi pasukan agar menyerang melalui seluruh pintu gerbang, hingga kami berkata, “Ini pengepungan yang membuat kita kesulitan. Namun paginya kalian justru mundur teratur. Yang kalian suruh maju selanjutnya orang-orang miskin yang pedang mereka mudah patah dan senjata mereka bermutu rendah. Apa kalian berpikir akan mampu memasuki pintu gerbang kami? Sedangkan kalian sangat bodoh? Sekarang berdamai saja dengan kami, yakni pergilah untuk menyerang Raja Hiraqla sambil menaklukkan sejumlah negri yang akan kalian lewati; sebagaimana yang telah kalian lakukan. Jangan melampaui batas! Karena melampaui batas akan menjebak pelakunya! Kalau kalian membangkang kami akan menyerang kalian besok pagi untuk menentukan mana di antara kita yang benar, yang akan ditolong oleh Tuhan!.”

Seusai Abu Ubaidah RA membaca surat Harbis, mengajak pasukan Muslimiin untuk bermusyawarah mengenai langkah yang harus segera dilakukan. Musyawarah itu dihadiri seorang lelaki tua berasal dari kota Khats’am (خثعم). Orang bernama Atha bin Amer Al-Khats’ami (عطاء بن عمرو الخثعمي) itu, namanya masyhur, karena merupakan tokoh masyarakat yang telah mengikuti hijrah awal. Dia yang telah berpengalaman memimpin berperang ini, memiki pandangan cemerlang.
Dia berdiri tegak karena telah menyimak pembacaan surat dari Harbis pada Abu Ubaidah. Dia berkata, “Yang mulia, saya bersumpah demi Rasulillah SAW. [1] Dengarkanlah ucapanku yang akan bermanfaat untuk kebaikan kaum Muslimiin. Semoga Allah memberiku petunjuk dalam berbicara ini.”
Abu Ubaidah berkata, “Hai Aba Amer berkatalah! Kau orang yang dibutuhkan oleh kaum Muslimiin.”
Atha bin Amer yang panggilannya Aba Amer itu maju kedepan untuk berkata, “Semoga Allah memberi kebaikan pada yang mulia. Sebetulnya mereka tahu bahwa tuan dan pasukan tuan jauh lebih berbahaya daripada ribuan hamba-sahaya itu. Harbis juga sudah tahu bahwa kau telah berhasil menaklukkan penduduk Balbek. Bahkan dia juga tahu bahwa tuan akan mengepung kota ini. Untuk itulah dia telah mengumpulkan bahan makan dan pakan binatang, maupun segala yang diperlukan. Bahkan kampung-kampung di dalam kota sana, sudah mempersiapkan persediaan bahan makan untuk bertahun-tahun. Maksudnya jika kita mengepung mereka akan memakan waktu yang sangat panjang, sebagaimana ketika kita memerangi negri Damaskus. Menurutku sebaiknya tuan bersiasat atas mereka, untuk mempercepat penaklukan kota ini, in syaa Allah.”
Abu Ubidah bertanya, “Bersiasat yang bagaimana hai Aba Amer?.”
Atha berkata, “Sebaiknya tuan minta bantuan perbekalan dan pakan binatang pada mereka. Katakan bahwa kita akan meninggalkan kota ini untuk memerangi penduduk kota-kota selain ini. Kita akan kembali memerangi kota ini jika telah merampungkan urusan kita. Ketika mereka telah sibuk dengan urusan mereka, dan berbekalan mereka telah berkurang banyak; kita menyerbu mereka.”
Abu Ubaidah berkata, “Kau telah benar! Saya akan melakukannya dengan berharap Allah memberi petunjuk dan pertolongan.”
Abu Ubaidah minta tinta dan lembaran berwarna putih untuk ditulisi jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم
Adapun selanjutnya: Saya memandang tawaranmu akan membuahkan perdamaian untuk kita semua. Memang sejak dulu kami tidak senang menganiaya hamba Allah. Kau sendiri tahu bahwa jumlah pasukan kami yang sangat banyak, membutuhkan bantuan bahan makan untuk lima hari. Kau juga tahu bahwa jalan yang akan kami lewati sangat jauh sekali. Dan semua kota yang akan kami serang dikelilingi beteng tebal dan tinggi berpintu besi. Kami akan pergi dari sini untuk menyerang wilayah Syam yang lain. Jika telah selesai kami akan kembali lagi ke sini. Untuk sementara kita berdamai.”

Surat dilipat lalu diberikan pada utusan Harbis, agar segera diberikan pada tujuan. Utusan segera pergi meninggalkan tempat menuju istana Raja Harbis di dalam beteng yang menjulang tinggi tebal sekali.  

Dia diangakat dengan tali agar bisa naik ke atas beteng yang tinggi. Lalu turun dan masuk untuk menemui Raja Harbis di istananya. Harbis membaca surat dengan berbahagia lalu mengumpulkan pejabat-pejabat tinggi kerajaan dan tokoh-tokoh agama. Dia berbicara pada mereka, “Ketahuilah bahwa kaum Arab minta sumbangan bekal dan bahan makan pada kalian untuk selanjutnya meninggalkan tempat. Mereka seperti binatang buas, jika telah mendapatkan makanan pergi dengan puas. Mereka telah kelaparan di negri kalian, jika telah kenyang pasti segera pergi meninggalkan kalian.”
Mereka menjawab, “Yang mulia, kami khawatir jika kita telah menyumbang; mereka bersikeras tak mau pergi!.”
Raja Harbis berkata, “Kita akan minta mereka berjanji: jika telah diberi agar segera pergi.”
Mereka memohon, “Sumpahlah mereka untuk itu.”   
Harbis perintah pada para rahib dan ulama Nashrani agar keluar dari beteng untuk mendatangi dan menyumpah Abu Ubaidah: ‘jika telah diberi bahan makan dan pakan binatang agar segera pergi’.

Di hari indah itu; pintu gerbang Rostan (الرستن) dibuka lebar. Sejumlah utusan Raja Harbis keluar untuk menjumpai dan menyumpah Abu Ubaidah: Jika bantuan telah diterima agar segera pergi meninggalkan tempat. Jika telah menaklukkan kota-kota lainnya, baru boleh kembali lagi ke Chims.
Abu Ubaidah menjawab, “Janji ini akan kami lakukan dengan senang hati.”

Penduduk Chims berbondong-bondong keluar untuk menyerahkan berbekalan, bahan makan, dan pakan binatang, dalam jumlah banyak sekali. Kira-kira mencukupi kebutuhan makan pasukan Muslimiin, hamba-sahaya dan binatang kendaraan mereka.
Abu Ubaidah berkata, “Hai penduduk Chims! Bantuan kalian telah kami terima! Siapa saja yang ingin menjual bahan makan dan pakan binatang kami masih mau membeli!.”
Mereka berpikir lalu menjawab, “Ya,” setelah tahu maksudnya. Karena bahasa mereka berbeda.
Abu Ubaidah berteriak, “Belilah perbekalan dari mereka karena perjalanan yang akan kita tempuh terlalu jauh!,” pada pasukannya.
Mereka menjawab, “Yang mulia, dengan apa kita membeli? Dan bagaimana nanti kita membawanya?.”
Ide Abu Ubaidah dilontarkan, “Jarahan perang kalian dari Romawi berikan pada mereka agar ditukar!.”
Chasan bin Adi Al-Ghothofani (حسان بن عدي الغطفاني) berdoa, “Semoga Allah meringankan hisab-an amal Abu Ubaidah RA; sebagaimana dia telah meringankan beban yang telah memberatkan kami; berupa permadani mewah bernama Al-Busuth (البسط) dan Thonafis (الطنافس).”

Barang-barang mewah yang harganya saangat mahal itu, ditukarkan dengan perbekalan dan pakan binatang. Kaum Chimsh berbahagia sekali karena selama tiga hari kaum Arab menjual barang-barang mewah itu dengan harga sangat murah: banyak barang berharga 20 dinar yang hanya dijual 2 dinar. Apa lagi setelah kaum Muslimiin meninggalkan tempat; kebahagiaan kaum Chimsh sempurna.


[1] Mungkin Atha bin Amer Al-Khats’ami tidak tahu bahwa nabi pernah melarang bersumpah menggunakan selain Nama Allah.

0 komentar:

Posting Komentar