SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2014/12/11

Malu di Depan Umum



Dalam kehidupan sehari-hari, nabi SAW juga pernah melakukan perbuatan yang membuat malu. Di antaranya ketika nabi SAW menyalahkan Qatadah bin Numan yang sebetulnya benar dalam laporannya, dan ketika beliau SAW membela keluarga Ubairiq pengkhianat jahat. Saat itu nabi SAW sangatmalu, karena Allah menegur dan menyuruh istighfar padanya SAW ataskesalahannya, melaui beberapa ِِِAyat yang turun beruntun :

{ إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا} [النساء: 105]


Artinya:
Sungguh Kami telah menurunkan Kitab dengan hak atas kau, agar kau menerapkan hukum dengan dasar Pandangan yang telah Allah berikan padamu. Namun jangan membela para pengkhianat! Istighfarlah pada Allah ! Sungguh Allah Maha Ampun Maha Sayang. Dan jangan membela kaum yang mengkhianati diri! Sungguh Allah tidak senang pengkhianat yang banyak dosa.

Baginda SAW juga pernah sangat malu hingga mengilak semua istrinya selama sebulan. [1] Hingga para sahabat RA banyak yang menangis di dalam Masjid Nabawi. Hingga Umar RA membela nabi SAW dan marah-marah pada putrinya bernama Chafshah. Yang pasti tentang peristiwa itu, Nasai meriwayatkan dalam Haditsnya, “Saat itu Masjid Nabawi ‘malaanun minannas (مَلْآنٌ مِنْ النَّاسِ)’, (artinya ‘penuh hingga jamaah berjejal-jejal)’.”

Mereka mengecek 'kepastian berita nabi  SAW mentalak istri-istrinya ?' Penyebab lainnya karena mereka takut Allah murka, karena murka RasulNya SAW pada istri-istrinya yang keluarga atau anak perempuan mereka.

Abu Bakr juga pernah malu karena marah-marah pada Misthach yang telah melakukan kesalahan besar, yaitu terpengaruh Abdullah bin Ubai yang memfitnah Aisyah, putrinya RA. Abu Bakr bersumpah, “Demi Allah ! Saya takkan memberi nafkah lagi, pada Misthach, untuk selamanya.”

Beliau terkejut dan malu, ketika Allah menegur :

ولَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ  [النور/22].


Artinya:
“Kaum dari kalian, yang memiliki keutamaan dan keluasan, jangan mengilak! (Dengan cara) tidak memberi nafkah para kerabat, kaum miskin, dan para Muhajiriin! Hendaklah memaafkan dan berbuat baik! Bukankah kalian senang jika Allah mengampuni pada kalian? Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.”

Umar juga pernah malu karena telah lepas kontrol ketika berbicara pada orang banyak. Ini terjadi pada saat umat Islam surprise karena mendapatkan kemenangan akbar. Saat itu, kaum Muslimiin berjumlah banyak sekali mengalir menuju Madinah, untuk mendengarkan langsung Pembacaan Surat Khalid dari Syam, yang menjelaskan Kemenangan Akbar. Pembacaan surat didengar Jamaah sangat banyak. Dari Makkah, Chijaz, dan Yaman.
Mereka ingin lebih yakin bahwa Allah benar-benar memberi Kemenangan Akbar pada kaum Muslimiin. Dan memberi Rampasan Perang dalam jumlah banyak sekali.

Hari-hari selanjutnya kaum Muslimiin ingin bergabung berjihad, dan ingin bergabung berperang ke Syam. Rasanya ingin sekali mendapat kemenangan dan pahala seperti mereka.
Penduduk Makkah yang berdatangan ke Madinah semakin banyak bagaikan sungai. Bahkan tokoh-tokoh besar mereka tak ketinggalan. Berkendaraan kuda, membawa panah dan peralatan perang lainnya. Di rombongan paling depan, tokoh besar bernama Abu Sufyan, dan Ghidaq bin Wa’il.

Di Madinah, mereka menemui Abu Bakr RA, agar diberi idzin bergabung perang ke kota Syam. Namun Umar RA tidak memberi idzin pada mereka. 
Pada Abu Bakr, Umar RA berkata, “Orang-orang yang belum bisa mengatasi dendam-kesumat, jangan baginda beri idzin! Segala puji bagi Allah yang Kalimat (Ajaran)-Nya sangat tinggi! Sedangkan kalimat (faham) yang dianut oleh kaum Musyrikiin ‘sangat rendah’. Mereka ingin memadamkan Nur Allah dengan mulut mereka. Namun Allah bertekat menyempurnakan Nur-Nya. Oleh karena itu kita yakin tiada Penakluk selain Allah ! Ketika Allah telah menjayakan agama kita dan memperkuat syari’at kita; mereka masuk Islam karena takut pedang! Setelah mendengar berita Pasukan Allah menaklukkan kaum Romawi yang dianggap dahsyat, mereka datang pada kita untuk minta diperintah memerangi musuh, agar mendapatkan bagian yang sama dengan para pendahulu mereka! Yang benar kita tidak boleh menempatkan mereka ini, di dekat mereka.”
Abu Bakr menjawab, “Saya takkan menyelisihi maupun menentang kemauanmu.”

Dalam waktu cepat, ucapan Umar RA sampai ke penduduk Makkah. Mereka merasa tersinggung sehingga harus datang ke Madinah bebodong-bondong banyak sekali. Tujuan mereka akan menemui Abu Bakr RA yang sedang di dalam Masjid, dikerumuni jamaah Muslimiin. Di dalam Masjid yang dipenuhi Muslimiin itu suaranya sangat riuh. Pembicaraan mereka berkisar mengenai Kemenangan Akbar untuk Muslimiin. Umar mendampingi di sebelah kiri Abu Bakr; Ali di sebelah kanannya.

Rombongan tamu itu mendekati Abu Bakr. Setelah salam dijawab, mereka duduk di hadapan Abu Bakr RA. Mereka berembuk sejenak mengenai siapa yang akan mewakili mereka berbicara. Ternyata Abu Sufyan yang mengawali mereka berbicara.
Pembicaraan dialamatkan pada Umar, “Hai Umar! Di zaman Jahiliyyah dulu kau kami benci! Setelah Allah memberi Hidayah ! Kami menghapus kebencian kami padamu! Karena Iman memberantas syirik! Namun kenapa kau kini membuat kami marah!? Sebetulnya apa yang mendorong kau memusuhi dan menyingkirkan kami ini, hai Putra Khotthob?! Apa kau belum mencuci dendam dalam hatimu?! Kami semua menyadari bahwa kau lebih utama dan lebih duluan beriman dan berjihad! Kami juga tahu kedudukanmu yang sangat tinggi!.”

Umar RA diam tidak menjawab, karena malu, dimarahi oleh Abu Sufyan, di hadapan orang banyak sekali.   

Tekat mereka yang melaut itu telah bulat, ingin bergabung berjuang ke negeri Syam. Suara Abu Sufyan “Sungguh saya mempersaksikan pada kalian bahwa, saya bertekat berjihad di Jalan Allah!” menarik perhatian Majlis. 
Tak lama kemudian sejumlah tokoh Makkah juga menyatakan, “Saya juga begitu!” Menggemuruh.

Suara Abu Bakr RA “Ya Allah! Sampaikan mereka pada yang mereka inginkan yang lebih utama. Dan berilah pahala yang mereka amalkan dengan baik. Berilah mereka ini kemampuan menaklukkan lawan. Musuh, jangan kau beri kesempatan menaklukkan mereka. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" sangat berwibawa namun sejuk.
Banyak mata hadirin yang berkaca-kaca, karena bagi mereka, doa yang diucapkan oleh Abu Bakr terasa sejuk bagai air sorgawi.


Ponpes Mulya Abadi Mulungan

 اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ وابي بكر وعمر، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى  آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ



[1] Mengilak adalah merenggangkan cinta-kasih. Sumpah ilak artinya sumpah untuk merenggankan cinta-kasih.

0 komentar:

Posting Komentar