Sebuah pertanyaan, "Apakah shuroh itu?"
Dilontarkan.
Ustadz menjawab, "Shuroh adalah gambar."
Fulana bertanya, "Gambar timbul, kan?."
Ustadz menjawab, "Gambar timbul, berarti ‘ashwar’ (gambar lebih jelas, atau lebih hidup, atau lebih mirip). Zaman nabi SAW, 'shuroh adalah gambar timbul'."
Fulan bertanya, "Kenapa istilah shuroh zaman dulu, diartikan ‘gambar timbul?’ Sekarang berubah menjadi ‘gambar?’."
Dijawab, "Yang berubah manusia dan alamnya. Zaman nabi, belum ada kertas. Mereka menggambar dengan pahatan. Agar timbul dan awet.
KH Muhammad Suwaih pernah ditanya, "Kenapa di Pondok Pesantren Kertosono, dipasang Shuroh Presiden dan wakilnya?" Beliau menjawab, "Untuk Fathonah, Bithonah, dan Budiluhur. Dan 'Pusat' bukan rujukan kebenaran. Tapi 'Alchaqqu min Robbika'. [1] Kebenaran sumbernya dari Tuhanmu."
Berkali-kali, Allah mengajarkan 'Nilai Lebih' pada kita. Di antaranya, "Wal-Fitnatu asyaddu minal qotl. [2] 'Fitnah (Syirik) lebih dahsyat daripada membunuh'. Alif di depan syiin dalam lafal ‘asyaddu (أَشَدُّ)’ berguna menyatakan lebih. Yang lebih dahsyat menurut Allah ‘fitnah (syirik)’; yang lebih kecil ‘membunuh’. Demikian pula yang terjadi pada beberapa gambar yang ada. Foto lebih ashwar karena gambarnya lebih hidup atau lebih mirip daripada patung. Tapi patung juga lebih ashwar, karena gambar yakni lekukannya, lebih datail daripada foto. Bisa dilihat dari tiga dimensi.
Yang pasti, Rasulullah SAW telah bersabda: صحيح البخاري (7/ 167)
Ustadz menjawab, "Shuroh adalah gambar."
Fulana bertanya, "Gambar timbul, kan?."
Ustadz menjawab, "Gambar timbul, berarti ‘ashwar’ (gambar lebih jelas, atau lebih hidup, atau lebih mirip). Zaman nabi SAW, 'shuroh adalah gambar timbul'."
Fulan bertanya, "Kenapa istilah shuroh zaman dulu, diartikan ‘gambar timbul?’ Sekarang berubah menjadi ‘gambar?’."
Dijawab, "Yang berubah manusia dan alamnya. Zaman nabi, belum ada kertas. Mereka menggambar dengan pahatan. Agar timbul dan awet.
KH Muhammad Suwaih pernah ditanya, "Kenapa di Pondok Pesantren Kertosono, dipasang Shuroh Presiden dan wakilnya?" Beliau menjawab, "Untuk Fathonah, Bithonah, dan Budiluhur. Dan 'Pusat' bukan rujukan kebenaran. Tapi 'Alchaqqu min Robbika'. [1] Kebenaran sumbernya dari Tuhanmu."
Berkali-kali, Allah mengajarkan 'Nilai Lebih' pada kita. Di antaranya, "Wal-Fitnatu asyaddu minal qotl. [2] 'Fitnah (Syirik) lebih dahsyat daripada membunuh'. Alif di depan syiin dalam lafal ‘asyaddu (أَشَدُّ)’ berguna menyatakan lebih. Yang lebih dahsyat menurut Allah ‘fitnah (syirik)’; yang lebih kecil ‘membunuh’. Demikian pula yang terjadi pada beberapa gambar yang ada. Foto lebih ashwar karena gambarnya lebih hidup atau lebih mirip daripada patung. Tapi patung juga lebih ashwar, karena gambar yakni lekukannya, lebih datail daripada foto. Bisa dilihat dari tiga dimensi.
Yang pasti, Rasulullah SAW telah bersabda: صحيح البخاري (7/ 167)
«إِنَّ أَشَدَّ
النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ المُصَوِّرُونَ». Sungguh lebih dahsyatnya siksaan manusia, di Sisi Allah, Kaum
Pematung (Pembuat bentuk seperti makhluq).
Alhmdllh jzkh
BalasHapus