Ahad sore tanggal 19 bulan ini, Chaf; putra Yusane terkejut oleh
seorang remaja yang menelpon dengan menangis sedih, “Saya adik sampean
yang ditangkap oleh polisi.”
Chaf makin terkejut karena suara dari seberang berobah seperti
suara orang dewasa, “Saya polisi yang telah menangkap adik kamu. Adik kamu
bernama siapa?.”
Chaf menjawab, “Iqbal Aunillah.”
Dia berkata, “Kalau begitu betul; anak bernama Iqbal Aunillah
telah saya tangkap karena tindak kejahatan. Kalau kau ingin adikmu selamat;
serahkan pada saya ‘uang 25 juta’.”
Dengan tegang, Chaf memberikan Hp pada ibunya. Ibunya berang, “Hai!
Kalau kau betul seorang polisi, di mana kantormu? Menangkap orang itu ada
prosedurnya! Jangan ngawor!.”
Penjahat menjawab, “Kalau uang tidak segera diserahkan! Anak anda
akan saya tembak.”
Ibu Chaf bernama Yusane naik pitam. Melalui Hp, dia berteriak, “Kalau
kau berani membunuh anakku! Hingga kapanpun kau akan saya cari!. Chaf! Carilah polisi
agar melacak orang ini ada di mana?!.”
Dengan lemas, Yusane menghubungi suami yang sedang bertugas, “Sebaiknya
bagaimana?.”
Suami menjawab, “Katakan pada Tuhan ‘حَسْبُنا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
عَلَيْهِ تَوَكَّلْنا وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ’.”
Suami berdoa, “Ya Allah! Saya memperlindungkan Iqbal dan
kawan-kawannya, padaMu! Karena Kau telah berfirman ‘اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا
بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ
إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ
حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ’.”
Dzifa menangisi Iqbal yang belum jelas beritanya. Hp penjahat itu
sudah tidak bisa lagi dihubungi. Dengan gerak cepat dia menghubungi kawan-kawan
Iqbal, melalui Hp. Dari mereka ada yang bilang, “Iqbal dari Bukit Bintang. Sekarang
sedang dalam perjalanan pulang.”
Tak lama kemudian Iqbal muncul sambil tersenyum, “Ada apa Mbak?.”
Dzifa terkejut bahagia. Pukulannya mendarat pada lengan Iqbal,
sambil berceloteh, “Kau membuat orang-orang khawatir! Kenapa pergi tidak
berpamitan?.”
Setelah masuk rumah; Iqbal dihujani ceramah oleh keluarganya,
terutama ibunya.
0 komentar:
Posting Komentar