SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2012/05/23

UF 1: Usul Fiqih



Syaikh DR Abdullah Assirri termasuk mufthi muda dari Makkah. Beliau telah menyampaikan kajian Usul Fiqih; Matnul-Waraqaati fii Ushuulil-Fiqh (متن الورقات في اصول الفقه/Intisari Beberapa Lembar Mengenai Usul Fiqih), di hadapan sekitar 100 ulama atau lebih sedikit, di Burengan Kediri, dengan bahasa Arab.
Kajian Ushul Fiqih yang disampaikan dengan semangat itu, membuat terperangah para ulama LDII yang mengiktinya:
Macam-Macam Hukum
1.     Wajib (الواجب): Yang jika diamalkan mendapat pahala; jika ditinggalkan mendapat siksaan.
2.     Mandub (المندوب/Dianjurkan): Yang jika diamalkan mendapat pahala; jika meniggalkan tidak disiksa.[1]
3.     Mubah (المباح/Diperbolehkan): Yang jika diamalkan tidak mendapat pahala; jika ditinggalkan takkan disiksa.
4.     Machdlur (المحظور/Dilarang/Haram): Yang jika ditinggalkan mendapat pahala; jika diamalkan, disiksa.
5.     Makruh (المكروه): Yang jika ditinggalkan diberi pahala; jika diamalkan, takkan disiksa.
6.     Shachih (الصحيح/Sah): Yang sangat bersih dan bisa diamalkan.
7.     Bathil (الباطل): Yang dinilai tidak bersih dan tidak bisa diamalkan.


[1] Ada dua larangan yang dilanggar oleh para sahabat nabi SAW. Tetapi mereka tetap tenang, tidak ribut, dan tetap rukun sesama lainnya. Karena mereka tahu bahwa dua larangan tersebut, sebetulnya perintah yang sifatnya mandub (anjuran):

1.      وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ [آل عمران/169].
Artinya:
Dan sungguh jangan menyangka sama mati! Pada orang-orang yang dibunuh di Jalan Allah! Justru mereka hidup di sisi Tuhan mereka, diberi rizqi.
Kelihatannya Allah melarang para hambaNya; menyangka mati pada orang-orang yang terbunuh di Jalan Allah. Sebetulnya Allah mengajarkan bahwa kehidupan yang istimewa justru dinikmati oleh mereka yang mati-syahid di Jalan Allah.
Saat itu Jabir RA bukan hanya menyangka ayahnya RA tewas terbunuh, bahkan mengatakan ‘ketika ayah saya telah dibunuh’: صحيح البخاري - (ج 4 / ص 465)
لَمَّا قُتِلَ أَبِي جَعَلْتُ أَكْشِفُ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ أَبْكِي وَيَنْهَوْنِي عَنْهُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْهَانِي فَجَعَلَتْ عَمَّتِي فَاطِمَةُ تَبْكِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبْكِينَ أَوْ لَا تَبْكِينَ مَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ.
Artinya: Ketika ayah saya dibunuh; saya bergerak menyingkapkan kain penutup wajahnya, sambil menangis. Mereka melarang saya melakukan demikian; nabi SAW tidak melarang saya. Fathimah bibi saya (dari ayah) menangis. Nabi SAW bersabda, “Menangis silahkan! Tidak menangis juga boleh! Para malaikat tak henti-henti menaungi dia dengan sayap-sayap mereka, hingga dia kalian angkat.”

2.      Ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya selesai Perang Achzab; nabi SAW melarang shalat ashar pada para sahabatnya, kecuali jika telah sampai Bani Quraidloh: صحيح البخاري - (ج 13 / ص 24)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمْ الْعَصْرَ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ.
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA: Nabi SAW bersabda di hari (Perang) Ahzab, “Seorang-pun jangan shalat ashar kecuali nanti di Bani Quraidloh.”
Ternyata sebagian mereka menjumpai waktu ashar di perjalanan. Sebagian mereka berkata, “Kita tidak boleh shalat hingga sampai tujuan!.”
Sebagian mereka ada yang membantah, “Justru kami akan shalat! Nabi SAW tidak menghendaki kita demikian.”
Setelah perselisihan mereka dilaporkan; nabi tidak mencela seorangpun dari mereka.


Usul Fiqih



Syaikh DR Abdullah Assirri termasuk mufthi di Makkah, telah menyampaikan kajian Usul Fiqih dengan merujuk kitab Matnul-Waraqaat fii Ushuulil-Fiqh (متن الورقات في اصول الفقه/Inti-sari Beberapa Lembar Mengenai Usul Fiqih), di hadapan sekitar 100 ulama atau lebih sedikit.[1]
Di halaman awal dari Matnul-Waraqaat fii Ushuulil-Fiqh, dijelaskan mengenai:
1.    Asal (الْاَصْل), yang artinya dasar (dalil) rujukan yang dikembangkan.[2]
2.    Far’u (الفرع), yang artinya cabang yang meneruskan.
3.    Fiqih (الفقه), yang maksudnya, pengertian hukum-hukum syariat yang diketahui karena ijtihad.


[1] Jika dirunut mengenai silsilah atau isnad dari KH Nur Hasan, ada seorang alim besar yang bernama Jalaluddiin Assayuthi, penyusun kitab Al-Itqan. Jalaluddiin menjelaskan di dalam kitab tersebut, bahwa ilmu alat seorang alim, di antaranya ‘Usul Fiqih’.

[2] Maksudnya dikembangkan adalah dikaitkan dengan dalil-dalil lainnya agar bisa diqiyas dan diistimbathkan. Ini agar penetapan hukum bisa tepat, karena di dalam Al-Qur’an ada yang disebutkan, “Harta-harta kalian (أَمْوَالَكُمُ),” padahal maksud sebenarnya adalah ‘harta-harta anak yatim yang kalian ramut’. Contoh:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا [النساء/5].
Artinya:
Dan kalian jangan memberikan harta-harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian sebagai pengurus (harta tersebut). Berilah mereka rizqi dan busanailah mereka di dalam harta (tersebut)! Dan berkatalah pada mereka dengan perkataan yang baik!.

Mengenai penjelasan ini Baidhawi menjelaskan: تفسير البيضاوي - (ج 1 / ص 431)
وإنما أضاف الأموال إلى الأولياء لأنها في تصرفهم وتحت ولايتهم.
Artinya:
Dan sesungguhnya harta-harta (anak yatim) tersebut dinyatakan sebagai harta para wali yatim, karena mereka lah yang menguasainya.

Dan karena itu pula, maka Allah menjelaskan maksud sebenarnya melalui kalimat ayat selanjutnya, “الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا (yang Allah telah menjadikan kalian sebagai pengurus (harta tersebut).”


2012/05/22

Kerukunan dan Kekompakan


Ajaran Allah dan Rasulillah SAW mengenai rukun dan kompak ini, bukan urusan kecil yang mudah dilaksanakan. Hanya orang yang dibimbing oleh Allah, yang mampu melaksanakannya. Abu Dawud mengeluarkan Hadits mengenai itu: سنن أبي داود - (ج 9 / ص 404)
3060 - حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لَأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلَا أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لَا يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلَا يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ وَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ { أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ }.

Arti (selain isnad)nya:
Sesungguhnya Umar bin Al-Khatthab RA pernah berkata, “Nabi SAW telah bersabda ‘sebagian dari Hamba-Hamba Allah; ada sejumlah orang yang bukan para nabi dan bukan para syuhadak. Di hari kiamat nanti para nabi AS dan suhadak akan iri pada mereka, karena tempat mereka dari Allah Taala’.
Para sahabat berkata ‘ya Rasulallah! Beri(lah) kabar kami; siapakah mereka?’.
Nabi SAW bersabda ‘mereka kaum yang saling mencintai karena Ruh Allah, bukan karena kerabat antar mereka, juga bukan karena harta yang mereka dapatkan. Demi Allah, wajah-wajah mereka niscaya bercahaya. Dan sungguh mereka atas cahaya. Mereka tidaktakut; ketika orang-orang sama takut. Dan tidak susah, ketika orang-orang sama susah’.
Dan nabi SAW membaca ini Ayatأَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [يونس/62]’.”
Artinya:
Ingat! Sesungguhnya Kekasih-Kekasih Allah tiada khawatir atas mereka, dan mereka tidak susah.

Kesimpulan: Mempertahankan kerukunan, berpahala luar biasa. Hingga para nabi dan syuhadak akan iri pada kedudukan mereka di hari kiamat nanti. Tapi ini bukan berarti pahala dan surga para Nabi dan Syuhadak, di bawah mereka.  


Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

2012/05/15

BB 6: Bedah Bukhari

BB 6: Bedah Bukhari
بَابٌ: تَقْضِي الحَائِضُ المَنَاسِكَ كُلَّهَا إِلَّا الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ


وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: «لاَ بَأْسَ أَنْ تَقْرَأَ الآيَةَ» ، وَلَمْ يَرَ ابْنُ عَبَّاسٍ «بِالقِرَاءَةِ لِلْجُنُبِ بَأْسًا» وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ " وَقَالَتْ أُمُّ عَطِيَّةَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ يَخْرُجَ الحُيَّضُ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ» وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو سُفْيَانَ، أَنَّ هِرَقْلَ دَعَا بِكِتَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَرَأَ فَإِذَا فِيهِ: " بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَ {يَا أَهْلَ الكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ} [آل عمران: 64] " الآيَةَ وَقَالَ عَطَاءٌ: عَنْ جَابِرٍ، حَاضَتْ عَائِشَةُ فَنَسَكَتْ المَنَاسِكَ غَيْرَ الطَّوَافِ بِالْبَيْتِ وَلاَ تُصَلِّي وَقَالَ الحَكَمُ: " إِنِّي لَأَذْبَحُ وَأَنَا جُنُبٌ، وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ} [الأنعام: 121]
__________

[تعليق مصطفى البغا]
 [ش (كل أحيانه) في جميع أوقاته وأحواله إلا الحالات التي يمتنع فيها الذكر كقضاء الحاجة والحديث أخرجه مسلم في الحيض باب ذكر الله تعالى في حال الجنابة وغيرها رقم 373. (يخرج الحيض) أي إلى المصلى يوم العيد لحضور صلاة العيد والحيض جمع حائض]
وقال ابن عباس أخبرني أبو سفيان أن هرقل دعا بكتاب النبي صلى الله عليه وسلم فقرأه فإذا فيه (بسم الله الرحمن الرحيم و {يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة} . الآية)
[ر 7]
وقال عطاء عن جابر حاضت عائشة فنسكت المناسك غير الطواف بالبيت ولا تصلي
[ر 6803]
وقال الحكم إني لأذبح وأنا جنب وقال الله {ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه} / الأنعام 121 /
[ش (فنسكت المناسك) قامت بأعمال الحج. (إني لأذبح. .) المراد به أن يذكر الله تعالى عند الذبح وهو جنب]
[ر 318].



Artinya:

Bab Wanita Haidh (boleh) Melakukan Semua Manasik (Haji), keculi Thawaf di Baitillah.

Ibnu Abbas memandang (makruh) tidak berdosa, pada ‘orang junub’ yang membaca Al-Qur’an. [2] Konon nabi SAW menyebut Allah dalam segala waktu (sepanjang hidupnya).
Umu Athiyah berkata, “Kami dulu, yakni para wanita yang haidh, (di hari raya) diperintah agar keluar untuk membaca takbir, mengikuti takbir mereka. Dan agar berdoa.”[3]

Ibnu Abbas RA berkata, “Abu Sufyan telah mengkhabari saya ‘sesungguhnya Raja Hiraqla telah minta surat nabi SAW untuk dibaca. Ternyata di dalamnya tertulis (Ayat Al-Qur’an) :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَيَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ الْآيَةَ.


[1] Ibrahim bin Yazid guru Sulaiman Al-Amasy; murid Al-Qamah, murid Abdullah bin Masud RA.
[2] KH Masudi Rodhi murid kepercayaan KH Nurhasan, juga menjelaskan, “Makruh.”
Menurut Ibnu Chajar:
“Imam Maliki juga menghukumi boleh membaca (Al-Qur'an) secara mutlak, sebagaimana pernyataan Ibrahim di atas. Ibnu-Mundzir justru menjelaskan, “إِنَّ ابْن عَبَّاسٍ كَانَ يَقْرَأ وِرْده وَهُوَ جُنُب (Konon sungguh Ibnu Abbas membaca jatah bacaan Al-Qur’annya padahal dia junub).

Pernyataan Ibnu Chajar yang menarik adalah: فتح الباري لابن حجر - (ج 1 / ص 477)
وَوَجْه الدَّلَالَة مِنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى الرُّوم وَهُمْ كُفَّار وَالْكَافِر جُنُب ، كَأَنَّهُ يَقُول : إِذَا جَازَ مَسّ الْكِتَاب لِلْجُنُبِ مَعَ كَوْنه مُشْتَمِلًا عَلَى آيَتَيْنِ فَكَذَلِكَ يَجُوز لَهُ قِرَاءَته ، كَذَا قَالَهُ اِبْن رَشِيد . وَتَوْجِيه الدَّلَالَة مِنْهُ إِنَّمَا هِيَ مِنْ حَيْثُ إِنَّهُ إِنَّمَا كَتَبَ إِلَيْهِمْ لِيَقْرَءُوهُ فَاسْتَلْزَمَ جَوَاز الْقِرَاءَة بِالنَّصِّ لَا بِالِاسْتِنْبَاطِ.

Artinya:
Arah dalil tersebut ‘sesunguhnya nabi SAW telah mengirimkan surat ke negeri Romawi, yang kaum Kafir. Keadaan kaum Kafir adalah junub’. Sungguh sepertinya penulis menyatakan, “Jika (Hiraqla) orang yang junub, boleh menyentuh surat yang di dalamnya jelas ada tulisan dua Ayat Al-Qur'an. Berarti membaca Al-Qur’an boleh,” terang Ibnu Rasyid.
Tujuan dalil di atas  ‘sungguh nabi SAW kirim surat pada mereka; agar mereka baca. Itu berarti membaca Al-Qur’an bagi orang junub boleh, berdasarkan nash bukan hanya hasil dari isthimbath’.

Walau begitu di hadapan ratusan ulama, Ustadz Khalil telah membacakan Attibyan karya Annawawi yang mengambil jalan wirai (hati-hati):

“Adapun orang junub dan wanita haidh diharamkan membaca Al-Qur’an, meskipun hanya satu Ayat atau kurang. Mereka berdua diperbolehkan membaca dengan hati, tidak dilafalkan. Mengamati isinya Al-Qur’an juga boleh, bagi mereka berdua, namun pembacaannya hanya dengan hati. (Attibyan halaman 69).

[3] Penyusun Hadits ini beranggapan membaca Al-Qur’an sama-dengan bertakbir. Oleh karena itu beliau mengaitkan hujahnya dengan potongan Hadits Abi Sufyan mengenai Raja Hiraqla.

[4] Maksudnya ketika menyembelih hadyu, membaca bismillah yang hukumnya samadengan membaca Al-Qur’an.

Hud 1: Perang Hudaibiyyah



Cerita Islami Bersambung

Senang dan susah datang silih berganti sepanjang masa. Demikian pula yang dialami oleh nabi SAW dan para sahabatnya RA. Akhir bulan Syawal tahun 6 Hijriyah, hari berbahagia, karena nabi SAW bercerita ‘telah bermimpi melakukan umrah ke Masjidal-Haram yang dirindukan, dalam keadaan aman’.

Kepada Busr bin Sufyan dari Makkah yang baru saja masuk Islam, nabi SAW berpesan, “Jangan pulang dulu! Kita bersama-sama! Kami akan umrah ke Makkah!,” terang Al-Waqidi di dalam Al-Maghazi.

Nabi SAW dan para sahabat berjumlah 1.400 orang, bersiap akan ke Makkah. Mereka yakin sepenuhnya bahwa umrah akan berjalan lancar karena mimpi nabi SAW tersebut. Yang menggiring hadyu (الْهَدْيُ) dalam rombongan umrah tersebut: Nabi SAW, Abu Bakr, Abdur Rohman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Thalchah bin Ubaidillah RA.

Yang diperintah agar memimpin sementara pada kaum Muslimiin di Madinah, Ibnu Umi Maktum (ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ) RA. Nabi SAW meninggalkan Madinah pada tanggal 1 Dzul-Qa’dah (ذُو الْقَعْدَةِ) tahun 6 Hijriyah, dengan berkendaraan unta bernama Qashwa (الْقَصْوَاءُ), diikuti oleh para sahabat.

Rombongan berhenti di Dzil-Culaifah (ذِي الْحُلَيْفَةِ) untuk shalat zhuhur. Unta-unta hadyu dihadapkan ke Kiblat untuk diberi tanda beberapa sandal. Nabi SAW memanggil dan perintah pada Busr agar memata-matai kaum yang memusuhi Islam. Nabi juga perintah pada 20 orang, di bawah pimpinan Abbad bin Bisyr (عَبَّاد بْن بِشْر), agar memata-matai kaum kafir.
Beberapa pasukan Abbad yang berkuda: Al-Miqdad bin Amer, Abu Ayyasy Azzuraqi (أبو عياش الزرقي), Al-Chubab bin Al-Mundzir (الْحُبَاب بْن الْمُنْذِر), Amir bin Rabiah, Said bin Zaid, Abu Qatadah, dan Muhammad bin Maslamah.
Ada yang menjelaskan, “Pimpinan mereka bernama Saed bin Zaid Al-Asyhali (سَعْد بْن زَيْد الْأَشْهَلِيّ).”

Rasulullah SAW memasuki Masjid untuk melakukan shalat dua rakaat. Lalu minta agar untanya didekatkan untuk dikendarai. Unta dihadapkan ke Ka’bah dan Rasulallah SAW berihram dan membaca talbiyah, “LabbaiK Allahumma labbaiK! LabbaiKa laa syariika laKa labbaiK! Innalhamda wannikmata laKa walmulk! Laa syariika laK!.[1]

Di antara arak-arakan panjang itu ada empat wanita:
1.     Ummu Salamah (أُمُّ سَلَمَةَ) istri Rasulillah SAW.
2.     Ummu Umarah (أُمّ عُمَارَة).
3.     Ummu Manik (أم منيع).
4.     Dan Ummu Amir Al-Asyhaliyah (أم عامر الأشهلية).
Dan 70 hingga 100 orang yang baru saja masuk Islam.

Ketika melewati daerah Rauchak (الرَّوْحَاء), rombongan bertemu keluarga besar Nahd yang sama menggiring kawanan binatang dan kambing. Nabi SAW mengajak Islam; namun mereka menolak.
Tapi mereka mengirimkan susu melalui utusan mereka, pada Rasulillah SAW. Nabi SAW bersabda, “Saya takkan menerima hadiyah (pemberian) orang musyrik.”
Agar para sahabat dan kaum yang mengirimi susu, sama-sama senang; nabi SAW perintah agar susu itu dibeli. Sejumlah sahabat nabi SAW yang tidak ihram, juga shadaqah tiga ekor dhob hidup, untuk dimasak. Sejumlah orang yang ihram diberi daging tersebut, namun menolak. Sebagaian yang lain bertanya pada Rasulallah SAW tentang kehalalan dhob tersebut.
Nabi SAW bersabda, “Makanlah! Semua buruan halal untuk kalian yang ihram. Kecuali jika kalian yang memburu, atau buruan itu diburu, untuk kalian.”
Mereka berkata, “Ya Rasulallah! Demi Allah kami tidak memburu. Yang memburu kaum pedesaan itu, untuk diri mereka sendiri. Kebetulan saja mereka bertemu kita. Mereka kaum pengembara yang berpindah-pindah, mencari tempat yang terguyur hujan.
Nabi SAW perintah agar seorang dari mereka didatangkan untuk ditanya, “Kalian akan kemana?.”

Berita tentang ‘nabi SAW dan para sahabatnya akan segera sampai ke Makkah’ segera sampai pada penduduk Makkah. Mereka berkumpul untuk bermusawarah. Sebagian mereka berkata, “Dia dan pasukanya bertujuan umrah. Yang kita khawatirkan jika kaum Arab sama tahu ‘Muhammad dan pasukannya memasuki wilayah kita’. Kita akan dikira telah dikalahkan oleh mereka. Bagaimana sebaiknya?.”
Dalam majlis itu dihadiri oleh tokoh-tokoh penting: Shafwan bin Umayah (صَفْوَانُ بْنُ أُمَيَّةَ), Suhail bin Amer (سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو), Ikrimah bin Abi Jahl (عِكْرِمَةُ بْنُ أَبِي جَهْلٍ), dan lainnya.
Shafwan berkata, “Sejak dulu kita sepakat, takkan memutuskan perkara kecuali melalui musyawarah. Sebaiknya kita mengutus lelaki perkasa untuk memimpin 200 pasukan berkuda, agar pergi ke Kurak Al-Ghamim (كُرَاعَ الْغَمِيم).”
Hampir semua hadirin menyetujui, “Kau betul! Ayo segera dilaksanakan!.”

Kaum Quraisy memberangkan 200 mata-mata berkuda, di bawah pimpinan Ikrimah bin Abi Jahl atau Khalid bin Al-Walid. Mereka bergerak cepat memacu kuda menuju pegunungan.
Di bawah pimpinan Al-Chakam bin Abdi Manaf (الحكم بن عبد مناف), sepuluh orang dari rombongan tersebut bergerak mendaki pegunungan, untuk mengamati keadaan. Yang lain berhenti bersama Ikrimah atau Khalid, pimpinan mereka.

Kaum Quraisy yang lain juga terkejut ketika mendengar berita ‘nabi SAW dan rombongannya akan memasuki Makkah untuk umrah’. Mereka berkumpul di kota Baldach (بَلْدَحٌ), mendirikan tenda-tenda.
Sejumlah wanita dan anak-anak banyak sekali, juga ikut berkumpul, untuk bergabung pada mereka yang menghalang-halangi rombongan nabi SAW.

Busr memasuki Makkah untuk melihat dan mendengarkan pembicaraan kaumnya. Lalu bergegas menemui nabi SAW di daerah Ghadir (غَدِير). Begitu dia muncul; nabi SAW bertanya, “Hai Busr! Kau dikejar oleh siapa?.”
Busr menjawab, “Ya Rasulallah! Ternyata kaum baginda bernama Kaeb bin Luai (كَعْبَ بْنَ لُؤَيٍّ) dan Amir bin Luai (عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ), telah tahu bahwa baginda akan masuk ke Makkah. Mereka bertekat akan menghalang-halangi baginda dari Masjidil-Haram. Mereka telah menggerakkan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid. Dan mereka telah bergerak sampai daerah Ghamim. Sejumlah mata-mata yang lain di atas pegunungan, juga mengamati gerak-gerik kita.”
Nabi SAW bersabda, “Bagaimana pendapat kalian mengenai kaum yang menghalang-halangi kita menuju Masjidil-Haram ini? Sebaiknya kita teruskan perjalanan, dan kita perangi kaum yang menghalang-halangi kita? Atau bagaimana?.”
Abu Bakr berdiri dan berkata, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu mengenai langkah paling tepat. Hanya kami berpandangan, sebaiknya perjalanan ini kita lanjutkan. Orang yang menghalang-halangi kita, kita perangi.”
Abu Hurairah berkata, “Saya belum pernah melihat tokoh yang lebih sering musyawarah dengan para sahabatnya daripada Rasulillah SAW.”

Al-Miqdad bin Amer (الْمِقْدَادَ بْنَ عَمْرٍو) berkata, “Ya Rasulallah! Kami takkan berbuat seperti Bani Israil yang berkata pada Nabi Musa AS ‘baginda dan Tuhan baginda saja yang melawan mereka! Sungguh kami akan duduk di sini saja!’ Kami mempersilahkan baginda berperang! Dan kami akan mendampingi baginda! Bahkan demi Allah! Kalau baginda berjalan menuju Barkil-Ghimad (بَرْك الغِماد) pun, niscaya kami semuanya tetap mendampingi baginda hingga tujuan.”
Usaid bin Chudhair (أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ) berkata, “Ya Rasulallah! Sebaiknya perjalanan ini kita teruskan! Kaum yang merintangi, kita perangi!.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tujuan dalam perjalanan ini bukan untuk berperang! Tujuan kita umrah!.”

Di saat yang menegangkan itu, kaum Muslimiin sama menderita kehausan. Air sedikit yang berada di telaga telah habis terkuras. Sejumlah orang melaporkan pada nabi SAW bahwa mereka kehausan.
Nabi SAW mengambil anak-panah dari busur, untuk ditancapkan pada telaga yang telah habis airnya. Sontak airnya memancar hingga mereka mengambil, untuk diminum dan untuk keperluan yang lain.

Budail bin Warqak (بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ) dan teman-temannya dari Khuzaah (خُزَاعَةَ) menemui, untuk berkata pada nabi SAW: “Ya Muhammad! Selain kami yang datang ini; masih ada lagi pasukan kami berjumlah banyak, di bawah pimpinan Kaeb bin Luai (كَعْبَ بْنَ لُؤَيٍّ) dan Amir bin Luai (عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ). Mereka bertempat di dekat sejumlah perairan Hudaibiyah, dengan membawa unta-unta beranak yang bersusu besar-besar. Mereka akan memerangi dan menghalang-halangi kalian dari Masjidil-Haram.”
Nabi SAW bersabda, “Kami datang bukan untuk berperang! Tetapi untuk umrah! Kaum Quraisy telah terkuras tenaga dan harta mereka untuk berperang! Jika mereka setuju, saya akan mengajak berdamai pada mereka! Agar saya dan mereka bebas melakukan aktifitas. Jika nanti saya telah kokoh, mereka boleh Masuk Islam seperti selain mereka. Jika mereka bersikeras tak mau Islam; lumayan punya kesempatan beristirahat dari perang. Jika mereka bersikeras akan menghalang-halangi kami! Demi yang menggenggam diriku! Mereka akan saya lawan untuk membela agama, meskipun leher saya putus karenanya! Sungguh Allah niscaya akan mendukung AgamaNya!.”
Budail berkata, “Ucapanmu akan saya sampaikan pada mereka!.”

Budail dan rombongannya pergi menuju kaum Quraisy, untuk berkata, “Kami telah mendatangi dan mendengarkan ucapan lelaki itu. Kalau kalian tertarik, saya akan melaporkan.”
Beberapa orang menjawab, sehingga menjadi ricuh. Sebagaian mereka berkata, “Kami tidak ingin mendengarkan yang tidak pentingSebagian mereka berkata, “Katakan! Yang telah kau dengar!.”
Budail menjelaskan yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW untuk mereka.
Urwah bin Masud (عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ) berdiri untuk berkata, “Wahai semuanya! Bukankah kalian ini sebagai senior saya?.”
Mereka menjawab, “Betul!.”
Urwah bertanya lagi, “Bukankah saya ini yunior kalian?.”
Mereka menjawab, “Betul!.”
Urwah bertanya lagi, “Apa kalian tidak percaya pada saya?.”
Mereka menjawab, “Percaya!.”
Urwah bertanya lagi, “Bukankah kalian telah tahu bahwa saya yang telah menggerakkan penduduk Ukadz (عُكَاظ) untuk bergabung pada kalian? Setelah mereka membangkang, saya membawa keluarga, anak, dan kaum yang taat saya, untuk bergabung kemari?.”
Mereka berkata, “Betul!.”
Urwah berkata, “Lelaki ini telah menawarkan aturan yang tepat! Terimalah! Dan perintahlah agar saya datang padanya!.”
Mereka berkata, “Datanglah padanya!.”
Urwah bergegas datang pada nabi SAW, untuk meminta agar nabi SAW pulang ke Madinah.
Nabi SAW bersabda pada Urwah seperti bersabda pada Budail.
Urwah berkata, “Ya Muhammad! Apa kau telah berpikir bahwa langkahmu ini justru akan membuat urusan pengikutmu menjadi runyam? Apa ada tokoh Arab sebelummu yang merusak pengikutnya sendiri? Jika peperangan ini kami menangkan, sepertinya pengikutmu akan lari meninggalkan kau.”
Abu Bakr Asshiddiq membentak Urwah, “Kulum kelentit Lata! Masyak kami akan lari meninggalkan baginda SAW?.”
Urwah bertanya, “Siapa dia?.”
Kaum Muslimiin menjawab, “Abu Bakr!.”
Pada Abu Bakr, Urwah berkata,  “Demi Allah! Kalau bukan karena jasamu yang belum saya balas, niscaya kau telah saya tindak.”
Urwah mendekat, sambil membelai jenggot nabi SAW yang diajak berdialog. Urwah terkejut karena tangannya berkali-kali dipukul dengan gagang pedang oleh lelaki berhelm perang bernama Al-Mughirah bin Syubah (الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ), yang posisi berdirinya berada di atas. Agar tangannya disingkirkan, tidak membelai jenggot Rasulillah SAW.
Terdengar kalimat yang meledak dari bibir Al-Mughirah: “Singkirkan tanganmu dari jenggot Rasulillah SAW!.”
Urwah mengangkat wajah lalu bertanya, “Siapa dia?.”
Mereka menjawab, “Al-Mughirah bin Syubah.”
Urwah membentak, “Hai keparat! Bukankah kau pernah saya tolong dalam melakukan kejahatan?!.”[2]
Nabi SAW bersabda, “Mengenai Islam dia, saya terima. Sedangkan harta rampasannya saya tidak berurusan.”

Urwah terheran-heran ketika berkali-kali melihat para sahabat nabi SAW menangkap dan berebut ludah nabi SAW dengan tangan mereka. Dengan gerak cepat lelaki yang berhasil menangkap ludah itu mengusapkan pada wajah dan kulitnya. Dan semua perintah nabi SAW dilaksanakan dengan berebut oleh mereka. Mereka juga berebut sisa air bekas wudhu nabi SAW. Yang tak kalah mengagumkan, jika nabi SAW bersabda; semuanya diam untuk mendengarkan.

Urwah memacu kendaraannya untuk pulang menuju para sahabatnya.


Rujukan Cerita Islami ini, Al-Maghazi, Bukhari dan Fatchul-Bari. Penulis berdoa, “Semoga Allah memberi pahala pada kita semuanya. Dan semoga Allah memberi kemampuan saya Bisa Meneruskan tulisan ini.”


[1] (لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ).
[2] Memang di zaman Jahiliyyah, Al-Mughirah pernah berteman pada kaum. Lalu dia membunuh dan merampas harta mereka. Namun lalu datang pada nabi SAW untuk Islam.