Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid
Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid
Khuzaimah sahabat Nabi SAW. Fatwa beliau banyak yang ditulis di dalam kitab Bukhari. Termasuk di antaranya : صحيح البخاري (3/ 158)
بَابُ هِبَةِ الرَّجُلِ لِامْرَأَتِهِ
وَالمَرْأَةِ لِزَوْجِهَا
قَالَ
إِبْرَاهِيمُ: «جَائِزَةٌ» وَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ: «لاَ يَرْجِعَانِ»
وَاسْتَأْذَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ فِي أَنْ يُمَرَّضَ
فِي بَيْتِ عَائِشَةَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «العَائِدُ
فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ» وَقَالَ الزُّهْرِيُّ: فِيمَنْ قَالَ
لِامْرَأَتِهِ: هَبِي لِي بَعْضَ صَدَاقِكِ أَوْ كُلَّهُ، ثُمَّ لَمْ يَمْكُثْ إِلَّا
يَسِيرًا حَتَّى طَلَّقَهَا فَرَجَعَتْ فِيهِ، قَالَ: «يَرُدُّ إِلَيْهَا إِنْ كَانَ
خَلَبَهَا، وَإِنْ كَانَتْ أَعْطَتْهُ عَنْ طِيبِ نَفْسٍ لَيْسَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَمْرِهِ
خَدِيعَةٌ، جَازَ» قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ
نَفْسًا فَكُلُوهُ} [النساء: 4]
__________
[تعليق مصطفى البغا]
[ش
(صاقك) مهرك. (خلبها) خدعها. (فإن طبن) المعنى إن طابت أنفسهن لكم عن شيء من المهر
فوهبنه لكم بكل رضى. (فكلوه هنيئا مريئا) طيبا محمود العاقبة لا ضرر فيه عليكم].
Artinya :
Bab Pemberian Lelaki pada Istrinya; Pemberian Istri pada Suaminya.
Ibrahim berkata, “(Demikian itu) boleh.”
Umar bin Abdil-Azir (termasuk Tabiin), mengatakan, “Mereka berdua
tidak boleh menarik ulang (membatalkan) pemberian tersebut.”
Nabi SAW pernah minta ijin pada istri-istrinya, agar direlakan
dirawat di rumah Aisyah RA. (Hukumnya sama dengan mereka memberi pada Nabi SAW dan Aisyah RA).
Nabi SAW bersabda, “Orang yang menarik ulang (membatalkan) pemberiannya, seperti anjing makan muntahnya.”
Orang yang pada istrinya, berkata, “Sebagian, atau
semua maskawinmu, berikan padaku!” (Setelah diberi) tak lama kemudian, dia mentalak hingga istri menarik ulang (membatalkan pemberian tersebut).
Oleh Azzuhri dikomentari, “Lelaki itu harus mengembalikan, jika tujuannya menipu. Namun jika wanita itu memberikan denganhati rela, bukan karena ditipu, maka pemberian tersebut sah. Allah Taala berfirman ‘{فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ} [النساء: 4]. Maka jika mereka (istri) merelakan mengenai sesuatu (maskawin) pada kalian (suami), maka makanlah (manfaatkanlah) !’.”
Oleh Azzuhri dikomentari, “Lelaki itu harus mengembalikan, jika tujuannya menipu. Namun jika wanita itu memberikan denganhati rela, bukan karena ditipu, maka pemberian tersebut sah. Allah Taala berfirman ‘{فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ} [النساء: 4]. Maka jika mereka (istri) merelakan mengenai sesuatu (maskawin) pada kalian (suami), maka makanlah (manfaatkanlah) !’.”
0 komentar:
Posting Komentar