SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/07/27

Berbicara Indah Saat Marah



Berbicara indah ketika marah tidaklah mudah, hanya kaum hebat yang bisa melakukan. Seorang tokoh Islam pernah menyampaikan kajian, "Zaid bin Sanah (زَيْدُ بن سَعْنَةَ)" Dalam Muntakhob min Kanzil-Ummal. Hanya ketika itu penjelasannya sekilas, yakni hanya inti dari dari hikmahnya. Thobaroni yang menjelaskan riwayat itu secara panjang dan gamblang. Intinya bahwa ‘berbicara indah’ ketika marah, amalan kaum yang disertai oleh Tuhan Ar-Rohman. Mereka penakluk lawan, dengan cara mengagumkan: المعجم الكبير للطبراني - (5 / 163)
5002- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن عَبْدِ الْوَهَّابِ بن نَجْدَةَ الْحَوْطِيُّ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، ح وَحَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن عَلِيٍّ الأَبَّارُ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن أَبِي السَّرِيُّ الْعَسْقَلانِيُّ ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بن مُسْلِمٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن حَمْزَةَ بن يُوسُفَ بن عَبْدِ اللَّهِ بن سَلامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن سَلامٍ ، قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَمَّا أَرَادَ هُدَى زَيْدِ بن سَعْنَةَ ، قَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ : مَا مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهَا فِي وَجْهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، حِينَ نَظَرْتُ إِلَيْهِ إِلا اثْنَتَيْنِ لَمْ أَخْبُرْهُمَا مِنْهُ ، يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ وَلا تَزِيدُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا ، فَكُنْتُ أَلْطُفُ لَهُ لأَنْ أُخَالِطَهُ ، فَأَعْرِفَ حِلْمَهُ مِنْ جَهْلِهِ . قَالَ زَيْدُ بن َسَعْنَةَ : فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا مِنَ الْحُجُرَاتِ وَمَعَهُ عَلِيُّ بن أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَتِهِ كَالْبَدَوِيِّ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ بُصْرَى قَرْيَةَ بني فُلانٍ قَدْ أَسْلَمُوا ، وَدَخَلُوا فِي الإِسْلامِ ، وَكُنْتُ حَدَّثَتْهُمْ إِنْ أَسْلَمُوا أَتَاهُمُ الرِّزْقُ رَغَدًا ، وَقَدْ أَصَابَتْهُمْ سَنَةٌ وَشِدَّةٌ وقُحُوطٌ مِنَ الْغَيْثِ ، فَأَنَا أَخْشَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ الإِسْلامِ طَمَعًا كَمَا دَخَلُوا فِيهِ طَمَعًا ، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُرْسِلَ إِلَيْهِمْ بِشَيْءٍ تُعِينُهُمْ بِهِ فَعَلْتَ ، فَنَظَرَ إِلَى رَجُلٍ إِلَى جَانِبِهِ أُرَاهُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا بَقِيَ مِنْهُ شَيْءٌ ، قَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ : فَدَنَوْتُ إِلَيْهِ ، فَقُلْتُ : يَا مُحَمَّدُ ، هَلْ لَكَ أَنْ تَبِيعَنِي تَمْرًا مَعْلُومًا مِنْ حَائِطِ بني فُلانٍ إِلَى أَجْلِ كَذَا وَكَذَا ؟ فَقَالَ : لا يَا يَهُودِيُّ ، وَلَكِنِّي أَبِيعُكَ تَمْرًا مَعْلُومًا إِلَى أَجْلِ كَذَا وَكَذَا ، وَلا تُسَمِّي حَائِطَ بني فُلانٍ ، قُلْتُ : بَلَى ، فَبَايَعَنِي فَأَطْلَقْتُ هِمْيَانِي ، فَأَعْطَيْتُهُ ثَمَانِينَ مِثْقَالا مِنْ ذَهَبٍ فِي تَمْرٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجْلِ كَذَا وَكَذَا ، فَأَعْطَاهَا الرَّجُلَ ، فَقَالَ : اغْدُ عَلَيْهِمْ فَأَعِنْهُمْ بِهَا ، فَقَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ : فَلَمَّا كَانَ قَبْلَ مَحَلِّ الأَجَلِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلاثٍ ، أَتَيْتُهُ فَأَخَذْتُ بِمَجَامِعِ قَمِيصِهِ وَرِدَائِهِ ، وَنَظَرْتُ إِلَيْهِ بِوَجْهٍ غَلِيظٍ ، فَقُلْتُ لَهُ : أَلا تَقْضِيَنِي يَا مُحَمَّدُ حَقِّي ؟ فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُكُمْ بني عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَمَطْلٌ ، وَلَقَدْ كَانَ لِي بِمُخَالَطَتِكُمْ عَلِمٌ ، وَنَظَرْتُ إِلَى عُمَرَ ، وَإِذَا عَيْنَاهُ تَدُورَانِ فِي وَجْهِهِ كالْفَلَكِ الْمُسْتَدِيرِ ، ثُمَّ رَمَانِي بِبَصَرِهِ ، فَقَالَ : يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَتَقُولُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَسْمَعُ ، وَتَصْنَعُ بِهِ مَا أَرَى ، فَوَالَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ لَوْلا مَا أُحَاذِرُ فَوْتَهُ لَضَرَبْتُ بِسَيْفِي رَأْسَكَ ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَى عُمَرَ فِي سُكُونٍ وتُؤَدَةٍ ، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ ، أَنَا وَهُوَ كُنَّا أَحْوَجَ إِلَى غَيْرِ هَذَا ، أَنْ تَأْمُرَنِي بِحُسْنِ الأَدَاءِ ، وتَأْمُرَهُ بِحُسْنِ التِّبَاعَةِ ، اذْهَبْ بِهِ يَا عُمَرُ وأَعْطِهِ حَقَّهُ وَزِدْهُ عِشْرِينَ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ مَكَانَ مَا رَوَّعْتَهُ ، قَالَ زَيْدٌ : فَذَهَبَ بِي عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَأَعْطَانِي حَقِّي ، وَزَادَنِي عِشْرِينَ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الزِّيَادَةُ يَا عُمَرُ ؟ فَقَالَ : أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَزِيدَكَ مَكَانَ مَا رَوَّعْتُكَ ، قُلْتُ : وتَعْرِفُنِي يَا عُمَرُ ؟ قَالَ : لا ، مَنْ أَنْتَ ؟ قُلْتُ : أَنَا زَيْدُ بن سَعْنَةَ ، قَالَ : الْحَبْرُ ، قُلْتُ : الْحَبْرُ ، قَالَ : فَمَا دَعَاكَ أَنْ فَعَلْتَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا فَعَلْتَ وَقُلْتَ لَهُ مَا قُلْتَ ؟ قُلْتُ : يَا عُمَرُ ، لَمْ تَكُنْ مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهُ فِي وَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ نَظَرْتُ إِلَيْهِ إِلا اثْنَتَيْنِ لَمْ أَخْبُرْهُمَا مِنْهُ ، يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ ، وَلا يَزِيدُهُ الْجَهْلُ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا ، فَقَدْ أُخْبِرْتُهُمَا ، فَأُشْهِدُكَ يَا عُمَرُ أَنِّي قَدْ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَأُشْهِدُكَ أَنَّ شَطْرَ مَالِي وَإِنِّي أَكْثَرُهَا مَالا صَدَقَةٌ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ . فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : أَوْ عَلَى بَعْضِهِمْ ، فَإِنَّكَ لا تَسَعُهُمْ . قُلْتُ : أَوْ عَلَى بَعْضِهِمْ ، فَرَجَعَ عُمَرُ وَزَيْدٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ زَيْدٌ : أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَآمَنَ بِهِ وَصَدَّقَهُ وَبَايَعَهُ وَشَهِدَ مَعَهُ مَشَاهِدَ كَثِيرَةً ، ثُمَّ تُوُفِّي زَيْدٌ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ مُقْبِلا غَيْرَ مُدْبِرٍ ، رَحِمَ اللَّهُ زَيْدًا.


Arti (selain isnadnya):
Dari Abdullah bin Salam RA: 
Sungguh ketika Allah telah menghendaki memberi hidayah, Zaid bin Sanah berkata, “Tiada satupun dari tanda-tanda kenabian kecuali benar-benar telah saya saksikan, ketika saya mengamati wajah Rasulillah SAW. Hanya dua tanda kenabian. yang belum saya saksikan dari beliau: 
1.     Kearifannya mengalahkan kebodohannya.
2.     Kebodohan orang yang mestinya membuat murka, justru menambah dia bijaksana. 
Saya telah mengadakan pendekatan agar bisa akrab dengan beliau, agar bisa menyaksikan kearifannya, yang jauh dari kebodohan.”

Zaid bin Sanah melanjutkan, “Pada suatu hari Rasulullah SAW keluar dari kamarnya, didampingi oleh Ali bin Abi Thalib RA. Tiba-tiba seorang mirip orang pedesaan, datang menghadap, untuk berkata ‘ya Rasulallah, sungguh penduduk bani fulan, yang tinggal di Bushra telah Islam, dan memperdalam Islam’. Pada mereka, saya telah bercerita ‘jika kalian Islam, rizqi yang luas akan datang’. Namun kenyataannya, mereka justru terlanda paceklik. Dan hujan belum juga mengguyur mereka. Saya khawatir, mereka akan keluar dari Islam, karena kecewa tidak mendapatkan yang diharapkan. Jika tuan setuju, silahkan mengirimkan sumbangan untuk mereka’.
Beliau SAW mengamati seorang yang berada di sisinya (setahu saya, dia Ali RA). 
Lelaki itu berkata ‘ya Rasulallah tak ada sedikitpun yang tersisa’. (Mungkin yang dimaksud kas Baitul-Mal).”

Zaid bin Sanah segera mendekati nabi, untuk berkata, “Ya Muhammad, setujukah kau, membeli kurma saya yang sekarang masih di kebun bani fulan? Dengan pembayaran tempo yang dipastikan? Dengan harga sekian dan sekian?.”
Nabi SAW bersabda, “Tidak bisa hai orang Yahudi, mau saya, membeli kurmamu dengan harga tertentu, dengan pembayaran tempo, yaitu begini dan begini (pelunasannya). Yang kamu sebut jangan 'kurma kebun bani fulan' (karena timbangannya belum jelas)!.”   
Zaid bin Sanah berkata, “Ya” Lalu airmatanya berlinang.

Zaid bin Sanah bergerak cepat untuk membelikan kurma, dengan timbangan tertentu, dan tempo pelunasan begini dan begini, seharga 80 mitsqal emas. Lalu diberikan pada nabi SAW.
Nabi menyerahkan kurma itu, pada lelaki di sisi beliau, sambil bersabda, “Meruputlah untuk mengantarkan ini, untuk menyumbang mereka!.”

Zaid berkata, “Ketika tempo pelunasan telah mendekati dua atau tiga hari, saya datang untuk memegang gamis dan selendang nabi SAW. Saya sengaja memandang wajah beliau dengan garang. Dan berkata ‘hai Muhammad! Kenapa hutangku tidak segera kau lunasi? Demi Allah setahu saya ‘kau sebagai keluarga besar Abdul-Mutthalib (عَبْدِ الْمُطَّلِبِ)’, tidak suka menunda pelunasan hutang. Saya tahu itu karena telah sering bergaul dengan kalian’. Setelah saya mengamati, ternyata mata Umar melotot di wajahnya bagaikan bola bulat. Umar melemparkan pandangan bengisnya pada saya, lalu berkata ‘hai musuh Allah! Masyak kamu berani mengatakan tidak senonoh yang saya dengar pada Rasulallah SAW?! Kamu berani melakukan perbuatan demikian di depan mataku?! Demi yang telah mengutus beliau dengan hak! Kalau tidak khawatir disalahkan oleh beliau! Kepalamu telah saya belah dengan pedangku!'
Saat itu Rasulullah SAW diam, mengamati Umar, dengan berwibawa.

Beliau bersabda ‘hai Umar, sejak sebelum ini, kami berdua justu lebih membutuhkan perlakuan: 
1.     Perintahlah saya agar memperindah pelunasan. 
2.     Perintahlah dia agar memperindah penagiahan. Hai Umar, bawalah dia pergi, dan lunasilah piutangnya. Dan tambahilah 20 sok kurma, untuk mengobati ketakutan, karena telah kau gertak’. [1]

Saya bertanya ‘kok ada tambahan ya Umar?’.
Umar menjawab ‘Rasulullah telah perintah, agar saya memberi tambahan padamu, sebagai denda, kau telah saya buat ketakutan dengan gertakan’.   
Zaid bertanya ‘kau kenal saya hai Umar?’.
Dia menjawab ‘tidak, siapa kau?’.
Zaid menjawab ‘Zaid bin Sanah (زَيْدُ بن سَعْنَةَ)’.
Umar bertanya ‘si chaber (الْحَبْرُ) itu?’. (Maksudnya orang alim itu?)’.
Zaid menjawab ‘ya sayalah chaber itu’.
Umar bertanya ‘apa yang mendorong kau? Melakukan dan mengatakan yang tidak senonoh pada Rasulillah SAW?’.
Zaid menjawab ‘ya Umar, tiada satupun dari tanda-tanda kenabian, kecuali pasti telah saya saksikan, ketika saya mengamati wajah Rasulillah SAW. Hanya dua tanda kenabian beliau, yang belum saya saksikan: 
1.     Kearifannya mengalahkan kebodohannya. 
2.     Kebodohan orang yang mestinya membuat murka, justru menambah dia bijaksana. 
Karena kini telah berhasil membuktikan dua hal tersebut, maka saya mempersaksikan padamu ya Umar, bahwa saya benar-benar telah ridho bertuhan Allah, beragama Islam, dan bernabi Muhammad SAW. Saya juga mempersaksikan padamu bahwa, setengah dari hartaku 'saya shodaqohkan untuk umat Muhammad'. Sayalah yang lebih banyak hartanya’.
Umar mengarahkan ‘untuk sebagian mereka saja. Kau tak mungkin menshodaqohi mereka semuanya’.
Zaid setuju ‘ya untuk sebagian mereka’.”

Umar dan Zaid kembali menghadap Rasulallah SAW. 
Zaid bin Sanah berkata, “Asyhadu an laa Ilaaha illaa Allah wa asyhadu anna Muhammadan abdu-Hu wa Rasulu-H SAW.”

Zaid beriman, mempercayai, dan berbai’at pada nabi SAW. Bahkan mengikuti beliau SAW, dalam sejumlah acara-acara penting. Dia wafat dalam Perang Tabuk, dalam keadaan Islam.
Semoga Allah merahmati Zaid bin Sanah.

Dipastikan nabi tersinggung dan marah, oleh ucapan dan perlakuan Zaid. Tetapi beliau justru bersabda indah. Beliau SAW membiasakan berbuat demikian ini, mulai kecil hingga wafat. Oleh karena itu musuh-musuh yang tadinya benci setengah mati, berubah total menjadi cinta-mati-matian. Adakah musuh nabi SAW, yang yang bersikeras 'mempertahankan kebenciannya?' Jawabannya, “Tak satupun, kecuali yang dikodar wafat sebelum menyadari 'akhlaqnya SAW jauh lebih indah, daripada mutiara paling indah'. Yakni sebelum beliau menaklukkan penduduk Makkah tahun 8 Hijriyah.
Dipastikan, jika mutiara terindah didunia dipamerkan,  ribuan orang takkan menangis karena terkesima. Tetapi RASULULLAH telah membuat bangsa Quraisy lebih dari terkesima, oleh ampunan dan akhlaqnya. Beliaulah yang mestinya membanjiri kota Makkah dengan darah penduduknya, yang telah membuat hidupnya tertekan dan menderita selama 21 tahun. Mereka pun sadar, karena akhirnya mereka telah terjebak, oleh kekuatan dahsyat yang bisa mematikan. Ampunan beliau untuk mereka di Fatchu Makkah, membuat seakan-akan mereka membumbung kelangit. Atau bagaikan menghidupkan mereka yang telah tewas oleh tebasan pedang. Makkah yang mestinya banjir darah, ternyata justru banjir ampunan dan anugrahnya SAW. Sehingga penduduknya menumpahkan air mata bahagia."




[1] Kalimat akhir ini diketahui olehnya, setelah diberi tahu oleh Umar.

0 komentar:

Posting Komentar