Pasukan Khalid menghentikan serangan. Sebagian mereka keluar dari benteng untuk memberi
khabar pada Abu Ubaidah, bahwa musuh telah menyerah.
Abu
Ubaidah berbahagia dan perintah, “Bawa kemari para lelaki maupun perempuan!.”
Damis yang pemberani dan cerdik
menjadi bahan pembicaraan hangat di mana-mana. Beberapa orang datang untuk
mengobati luka Damis yang serius. Hari itu Damis mendapat dua bagian rampasan
perang; pasukan Muslimiin berbahagia.
Pada
tokoh-tokoh Muslimiin, Abu Ubaidah mengundang untuk berkata, “Segala Puji bagi
Allah yang telah menaklukkan kerajaan Chalab
(Aleppo) untuk
kita. Berarti di dunia ini sudah tidak ada lagi kekuatan yang kita takuti.
Bagaimana kalau kita menyerang kota Antokiyah (Antioch)? Di sana, Hiraqla duduk
di atas singgasana, didampingi raja-raja bawahannya?.”
Pasukan Muslimiin mengamati Raja
Yuqana berdiri dan berkata, “Yang mulia, sungguh Allah Tabaraka wataala telah memberi
Pertolongan dan Kemenangan pada kalian. Ini menunjukkan bahwa agama kalian
benar (shirathal mustaqiim). Nama nabi kalian ditulis di dalam kitab
Injil. Dia pula yang pernah diberitakan oleh Al-Masih pada umatnya dengan jelas
sekali :
Dia
yang sangat mulia, pemilah kebenaran dan kebathilan. Ditinggalkan oleh ayah dan
ibunya, lalu dirumat oleh kekek dan pamannya.
Bukankah demikian, yang mulia?” dengan bahasa Arab fasih.
Abu Ubaidah heran pada
pertanyaan Yuqana, lalu menjawab, “Betul! Beliau nabi kita SAW. Tapi saya heran
padamu, kamu kemarin memerangi kami dan menghalang-halangi bahan makan dan
pakan binatang atas kami. Tiba-tiba hari ini, kau bisa berkata begitu? Selain
itu, saya mendapat berita bahwa kau tidak bisa berbahasa Arab sama-sekali.
Namun ternyata kau bisa berbahasa Arab dengan fasih. Kapan kau belajar?.”
Abu Ubaidah menjawab,
“Betul!.”
Abu Ubaidah dan Muslimiin
memperhatikan Yuqana berkata, “Terus terang semalam saya berpikir keras,
mempertimbangkan kalian yang datang untuk menyerang benteng kami. Kami sangat
heran pada kalian yang menurut kami kaum
lemah. Tapi ternyata kalian menang. Ketika saya tidur, bermimpi melihat
lelaki yang cahayanya lebih terang daripada bulan purnama, lebih harum daripada
parfum Misik dan Adzfar (الأَذْفَرُ). Dia didampingi oleh sejumlah jamaah.
Saya bertanya 'siapakah dia?'.
Ada
yang menjawab, ‘inilah Muhammad Rasul Allah SAW’.
Seingat
saya, saat itu saya berkata ‘kalau betul dia seorang nabi, hendaklah berdoa
agar Tuhannya mengajari saya bahasa
Arab’.
Dia
isarah pada saya, sambil memanggil ‘ya Yuqana! Saya Muhammad yang pernah diberitakan
oleh Al-Masih. Saya nabi terakhir’, kalau mau, katakan ‘laaa Ilaaha illaa
Allah’ dan saya Rasul Allah.
Sontak
saya menyalami dan mencium tangannya, dan menyatakan Islam
padanya. Setelah bangun, ternyata bau mulut saya harum seperti parfum
Misik Adzfar. Dan tahu-tahu saya bisa berbahasa Arab. Saya pergi ke kamar adik
saya bernama Yuchana Al-Marhum, untuk membuka kitab-kitabnya. Ternyata di dalam
sebagian kitab itu, dijelaskan mengenai sifat Nabi Muhammad SAW dengan lengkap.
Di sana juga dijelaskan bahwa lebih dibencinya makhluq oleh Muhammad SAW, kaum
Yahudi. Apa betul penjelasan saya?.”
Abu Ubaidah berkata, “Betul!
Memang dulunya kaum Yahudi merintangi kami dengan sengit, namun lalu Allah
memberi kami Pertolongan. Akhinya kami bisa menaklukkan dan membunuh
pahlawan-pahlawan mereka.”
Yuqana berkata, “Saya telah
membaca kitab mengenai perjalanan hidupnya, dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Dan Allah berpesan agar dia membimbing para sahabatnya, kaum
Muslimiin umumnya, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Betul kan?.”
Abu Ubaidah membenarkan, “Betul! Wasiat Allah, agar nabi merendah pada para sahabatnya
dan pada Muslimiin ‘وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [الشعراء/215]’ (Dan rendahkan pundakmu! Pada orang-orang iman yang mengikuti
kau. Mengenai hak anak yatim dan orang miskin ‘فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ وَأَمَّا السَّائِلَ
فَلَا تَنْهَرْ [الضحى/9، 10]’ (Maka adapun pada anak yatim, jangan kau
tindas! Dan pada orang yang minta, jangan kau bentak)!.”
Yuqana berkata, “Kenapa Allah
berfirman ‘وَوَجَدَكَ
ضَالًّا فَهَدَى [الضحى/7]?’ Apa makna 'Sesat' orang yang di sisi
Allah sebagai orang mulia,
di sini?.”
Muadz bin Jabal RA menjawab, “Maksudnya ‘Kami Allah menjumpai kau dalam keadaan bingung, mengenai Cara Berdekatan dengan Kami. Lalu Kami membimbing agar kau bisa berdekatan dengan Kami’. Bisa juga diartikan ‘Allah mempermudahkan kau menyingkapkan Jalan Terang, dan menempatkan pada Tempat Terang Benderang. Allah telah menjumpai kau dalam keadaan tersesat, di dalam lautan pencarian, berkendaraan perahu rusak. Lalu Allah membimbing kau ke Pulau Kebenaran, dan menujukkan pada Kebenaran Hakiki. Atau, kau kebingungan memilih Pembimbing. Karena saat itu, kau belum mendapatkan Wahyu. Lalu Kami bimbing kau dengan Wahyu’. Kau harus tahu ya Yuqana, bahwa tidak ada yang lebih berharga bagi orang iman, daripada ilmu. Tidak ada yang lebih menguntungkan daripada aris (penyantun). Tidak ada yang lebih mulia daripada beragama benar. Tiada sahabat karib yang lebih menguntungkan daripada akal.Tiada kekasih yang lebih jahat daripada kebodohan. Tiada simpanan yang lebihdahsyat daripada taqwa. Tiada prestasi yang lebih hebat daripada menaklukkan hawa nafsu. Tiada pekerjaan yang lebih utama daripada berpikir jernih. Tiada keindahan yang lebih daripada bersabar. Tiada kesalahan yang lebih menjijikkan daripada sombong. Tiada obat yang lebih nikmat daripada kelembutan. Tiada penyakit yang lebih mengerikan daripada ceroboh. Tiada orang bijak dan pembimbing yang lebih adil, daripada kebenaran. Tiada kefakiran yang lebih daripada tamak. Tiada kekayaan yang lebih membahayakan daripada menimbun harta. Tiada kehidupan yang lebih menguntungkan daripada sehat. Tiada kehidupan yang lebih nyaman daripada sentausa. Tiada ibadah yang lebih utama daripada khusuk.Tiada zuhud yang lebih daripada ikhlas menerima qadar. Tiada penyelamat yang lebih mengamankan daripada diam. Teman bepergian yang datangnya mendadak adalah kematian.”
Yuqana
menyimak ucapan Muadz dengan serius dan berwajah cerah. Mulutnya berkata,
“Kalimat yang kau ucapkan ini saya baca di dalam kitab adik saya bernama Yuchana.
Kalimat itu ditulis di dalam kitab Injil dan Taurat!.” Lalu merebah
bersujud sebagai tanda bersyukur. Lisannya berkata, “Segala Puji bagi Allah yang
telah membimbing saya pada Agama Ini. Demi Allah agama ini telah bersenyawa
dengan hati saya. Saya yakin agama ini benar. Saya akan ikut berjihad untuk
Allah, sebagaimana dulu pernah berperang membela syaitan. Demi Allah saya akan
membela agama ini hingga saya bertemu saudara saya Yuchana. Dua matanya
berkaca-kaca, mengalirkan air-mata. Menangisi adiknya yang telah terlanjur
dibunuh.
Pada Yuqana dan para
pendampingnya yang menangis, Abu Ubaidah menghibur dengan membacakan Sabda Nabi Yusuf AS, “Bagi kalian, tak perlu saling menyalahkan. Semoga di hari ini Allah
mengampuni kalian. Dia lebih sayangnya para penyayang. [Qs Yusuf 92]” pada
kakak-kakaknya yang telah takluk.
Abu Ubaidah berkata, “Sungguh saudaramu di dalam derajat para Iliyyiin (kaum
Berderajat Tinggi) bersama bidadari bermata indah. Ketika masuk
Islam, kau keluar dari dosa-dosamu, sebagaimana ketika kau dilahirkan
oleh ibumu.”
Yuqana makin bersukur hingga
tangisnya bertambah keras.