Al-Aswad
Al-Absi yang mengaku nabi juga tewas, bersama pasukannya, oleh pasukan Khalid
yang sangat kuat.
Thalchah
kabur bersama istrinya menuju Syam, untuk minta perlindungan pada lelaki dari keturunan
Kaleb. Lelaki itu
mengabulkan permohonan dan mempersilahkan
Dia dan istrinya menginap di rumahnya.
Beberapa hari setelah itu Thalchah ditanya tentang kenapa kabur dan ketakutan?
Setelah Thalchah menjelaskan dirinya mengaku sebagai nabi hingga diperangi
oleh Khalid dan pasukannya, lelaki itu marah dan mengusir,
“Pergi! Saya tak sudi melindungi kau di sini!.”
Thalchah dan istrinya pergi ke Syam dan bertobat pada Allah.
Ketika berita Abu Bakr Wafat sampai padanya, dia berkata, “Lelaki
yang menegakkan jihad itu telah wafat. Siapakah yang menggantikan dia?.”
Beberapa orang menjawab, “Umar!.”
Thalchah terkejut dan berkata, “Dia sangat tegas dan
ganas.”
Dan takut menghadap Umar untuk menyatakan telah bertobat. Rasa takut bertemu
Khalid yang terlalu ganas, juga selalu menghantui dirinya. Dia
takut Khalid tahu bahwa dirinya tinggal di Syam.
Thalchah berpinah ke Qaisariyah (Caesarea) untuk bersembunyi di suatu
Jazirah. Ketika arak-arakan pasukan Filasthin datang, dia berkata, “Saya
akan menyelinap pada pasukan ini, untuk berupaya menebus dosa, dan mendekat pada Allah, dan pada
Muslimiin.”
Ketika Syurachbil hampir disembelih oleh Bathriq Qidamun, Thalchah memacu kuda
secepat-cepatnya, untuk menyerang Bathriq tersebut. Ternyata Syurachbil bergerak cepat untuk meloloskan
diri dari tindihan yang merenggang. Thalchah mengayunkan pedang sekuat tenaga, hingga leher Bathriq Qidamun putus dan darahnya
tumpah, terguyur air hujan.
Ketika Amer bin Al-Ash menyatakan, “Semoga tobatmu
diterima oleh Allah” tangisan Thalchah meledak lagi karena
suka-cita.
Dengan mata berlinang Thalchah berkata, “Tapi saya takut Khalid, ya Amer. Dia
akan membunuh saya.”
Dengan berwibawa namun sejuk, Amer berkata, “Saya akan
melakukan sesuatu, agar kau selamat di dunia dan akhirat.” Lagi-lagi
airmata Thalchah meleleh karena terhibur. Lalu bibirnya melafalkan, “Apa yang
kau maksud?.”
Amer berkata, “Saya akan menulis surat untuk Umar, mengenai jasa dan kebaikanmu, dan bahwa pasukan Muslimiin telah
menyaksikan hal itu. Antarkanlah surat itu nanti, pada Umar
bin Al-Khatthab RA. Katakan pada beliau ‘saya benar-benar telah bertobat!’ Pasti dia akan menerimamu, in syaa
Allah. Saya yakin
beliau akan mengutus, agar kau bergabung
pada pasukan Muslimiin di medan perang, agar dosamu yang telah kau lakukan
terhapus.”
Thalchah mengirup nafas panjang dan merasa lega. Dan berkata, “Saya akan segera
mengantar surat yang kau maksud pada Umar RA.”
Amer menulis surat untuk Umar RA. Surat diberikan pada Thalchah yang segera
membawanya menuju Madinah, untuk diberikan pada Umar RA.
Di Madinah, tidak ada Umar RA, karena sedang pergi ke Makkah. Thalchah
menyusul dan menjumpai beliau, sedang menggelayut pada selambu
Ka’bah. Thalchah menirukan menggelayut dan berkata, “Ya Amiral Mukminiin, saya telah bertobat pada
Allah azza wajalla.”
Umar bertanya, “Siapa kau?.”
Dia menjawab, “Saya Thalchah bin Khuwailid.”
Umar terkejut lalu mengindar dan berlari cepat sambil
berkata, “Saya akan celaka jika memaafkanmu. Saya akan berkata apa besok disisi Allah azza wajalla. Karena kaulah yang telah membunuh Ukasyah bin Michshan Al-Asadi.”
Thalchah menangis dan mengejar, sambil
berdoa, “Ya Amiral Mukminiin, Ukasyah gugur karena seranganku, hingga Allah memuliakan dia, dan saya jadi celaka.
Saya telah beramal baik karena berharap Allah mengampuni saya.”
Umar iba melihat Thalchah menangis. Lalu bertanya,
“Amalan baik apa yang telah kau lakukan?.”
Thalchah memberikan surat Amer pada Umar RA yang segera
membuka dan membacanya.
Wajah Umar menjadi cerah setelah memahami isinya.
Perkataan Umar, “Berbahagialah! Sungguh Allah Maha Pengampun
Maha Penyayang,” membuat dia bahagia.
Umar perintah, “Kau di sini saja, hingga saya
pulang ke Madinah!.”
Beberapa hari kemudian Thalchah pergi ke Madinah, mengikuti
Umar RA.
Di Madinah, Umar perintah agar Thalchah pergi ke medan
perang di Persia.