Shafwan berkata, “Setelah orang-orang kita gugur di Badar, tiada
lagi kebaikan yang berarti.”
Umair membenarkan, “Kau benar! Kalau bukan karena hutang saya yang
belum lunas; dan mengkhawatirkan keluaga yang menjadi tanggungan saya; niscaya
Muhammad telah saya datangi dengan kendaraan saya ini, untuk saya bunuh.”
Shafwan berkata, “Hutangmu akan saya lunasi. Dan kehidupan keluargamu
saya tanggung, bersama keluarga saya.”
Umair datang ke Madinah untuk menghadap nabi SAW.
Nabi perintah
agar Umar ‘membebaskan’ dia menghadap. Namun Umar RA, memegang tali pedang
Umair. Dan berkata, “Masuklah ke kamar untuk mengamankan nabi! Jagalah penjahat
ini!,” pada kaum Anshar.
Lalu bersabda, “Mendekatlah hai Umair! Keperluanmu apa?.”
Dia menjawab, “Saya datang untuk mengurus tawanan ini.”
Nabi perintah, “Jujurlah!.”
Dia menjawab, “Betul. Tujuan saya hanya itu.”
Tak lama kemudian, Umair berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau
sungguh-sungguh Utusan Allah. Kesepakatan ini hanya saya dan Shafwan yang tahu.
Segala Puji bagi Allah yang telah membimbing saya pada Islam.”
Pada para sahabat, nabi perintah, “Ajarkan agama padanya! Ajari dia
bacaan Al-Qur’an! Dan ayahnya yang menjadi tawanan, lepaslah untuknya!.”
Para sahabat bergerak, untuk melepaskan Umair.
Umair berkata, “Ya Rasulallah, saya dulu sangat jahat pada kaum
Muslimiin. Betapa bahagia, jika saya diberi ijin ‘datang ke Makkah’, untuk
mengajak menyembah Allah. Dan untuk mengolok-olok agama kaum Kafir; seperti
dulu saya mengolok-olok para sahabat kau.”
Dengan bahagia, Shafwan berkata, “Berbahagialah! Tak lama lagi
akan ada kejadian besar yang akan segera mengobati sakit hati, atas kekalahan
kita di Badar.”
Ternyata tidak seperti yang diharapkan oleh Shafwan; Umair pulang
ke Makkah, untuk mengajak kaumnya, agar menyembah Allah. Kaum yang mengikuti
ajakannya, banyak sekali. Yang menentang dia, diolok-olok dengan pedas.