Khalid dan pasukanya pulang menuju Abu Ubaidah, di hari Zaid bin Waheb datang
dari Madinah, membawa surat jawaban Umar RA.
Abu Ubaidah berteriak, “Kaum Muslimiin! Sungguh Umar
telah perintah agar saya melanjutkan perjalanan menuju Addurub (الدروب/Pegunungan). Dan
berkata ‘kau yang lebih tahu, karena kau yang berada di medan’. Walau begitu
saya takkan melakukan sesuatu yang tidak kalian sepakati. Sebaiknya bagaimana?
Berbicaralah!.”
Pertanyaan diulang tiga kali, namun semua diam. Mereka
sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Banyak di antara mereka yang
mengurusi jarahan yang melimpah.
Abu Ubaidah berkata, “Hai Muslimiin semuanya! Negeri Syam telah diberikan pada kalian oleh Allah. Allah
juga telah mengusir dan merendahkan musuh kalian, sebagaimana telah berfirman
di dalam KitabNya. Sebaiknya kita harus bagaimana? Apakah kalian mau saya ajak
memasuki celah-celah gunung yang jalannya sulit, untuk mengejar musuh?.”
Ternyata tidak ada yang menjawab satupun.
Abu Ubaidah mendumal, “Kenapa semua diam? Apakah
keberanian kalian telah luntur? Atau terlalu capek berperang terus? Apakah
kalian merasa telah memiliki pahala banyak dan tidak punya dosa? Mendekatlah
pada Allah dengan jalan berjihad, agar diganjar dengan yang lebih
baik daripada dunia seisinya!.”
Maisarah bin Masruq Al-Absi (ميسرة
بن مسروق العبسي), menjawab, ”Yang mulia, kami diam bukan
berarti takut, karena menunggu lainnya berbicara. Kami telah bertekat untuk
berjihad memerangi Musuh-Musuh Allah.
Perintahlah! Kami akan taat Allah, Rasulallah SAW, dan kau. Saya hanya memiliki
diri saya sendiri, maka silahkan diperintah, saya akan taat.”
Abu Ubaidah berkata, “Yang punya pandangan selain ini
silahkan diutarakan!.”
Khalid berkata, “Yang mulia, mencari lawan, sulit. Walau akhirnya menang. Sebaiknya yang mulia perintah
mata-mata agar mengamati keadaan, untuk menakut-nakuti mereka. Dan agar kita senang.”
Abu Ubaidah mengucapkan, “Jazakallohu khoiro (Semoga Allah membalas kebaikan padamu). Ya Ayah Sulaiman, saya akan menyuruh Maisarah
memimpin pasukan agar kesana, karena dia yang pertama kali menyanggapi urusan
ini. Semoga Allah memberi Pertolongan Besar pada
mereka. Kita harus beramal shalih.”
Abu Ubaidah mengikatkan panji pada tongkat, untuk
diberikan pada Maisarah, yang akan memimpin 3.000 pasukan
berkuda pemberani. Ditambah 1.000 hamba-sahaya dari Sudan. Mereka dibagi-bagi
menjadi beberapa kelompok dan diberi pemimpin. Damis diperintah agar mentaati
Maisara, dan agar memimpin 1.000 hamba-sahaya dari Sudan.
Semua telah membawa perlengkapan.
Pada
Damis, Abu Ubaidah
perintah, “Ya Abal-Haul! Kau dan pasukanmu agar di barisan
terdepan! Dan jangan menyelisihi perintah Maisarah! Keputusan dia
dibarokahi oleh Allah!.”
Damis yang dipanggil, “Abal-Haul” menjawab, “Saya paham
dan akan taat.”
Arak-arakan pasukan telah hampir berjalan; Abu Ubaidah lupa belum memberi
mereka penunjuk jalan. Khalid berkata, “Yang mulia, berilah mereka penunjuk
jalan yang tahu medan.”
Abu Ubaidah menyetujui empat orang dzimmi dari kota
Chalab (Aleppo), agar menunjukkan jalan. Mereka berempat dibebaskan
membayar pajak dan ditanya, "Sebaiknya gunung mana yang kita
datangi?.”
Mereka berempat sepakat, “Sebaiknya gunung terbesar yang terletak di wilayah
Qurash (قورص).”
Sebelum berangkat, mereka berempat berkata, “Yang mulia, wilayah yang akan kami
datangi tidak seperti negeri-negeri yang
telah tuan taklukkan. Bahkan jauh lebih dingin lagi. Banyak pepohonan yang
besar, dan jalan yang sulit dilalui. Banyak jurang, gua, dan ularnya” pada Abu
Ubaidah.
Pasukan dari Yaman menjawab, “Sudahlah ayo berangkat!
Kalian akan tahu siapa kami.”
Damis perintah pada arak-arakan pasukannya agar
berangkat.
Setelah seribu pasukan itu menjauh, Maisarah perintah agar
arak-arakan pasukan berikutnya berangkat.
Di celah-celah suara derap kaki kuda mereka yang
membahana; Al-Qur’an, tahlil, dan takbir dibaca bersaut-sautan. Sebagian mereka
berdoa agar Allah memberi Kemenangan.
Arak-arakan pasukan Muslimiin telah melewati lereng Chindas (حنداس) yang sulit dilalui.
Bahkan telah
sampai Qurash (قورص), untuk
bermalam. Perjalanan selanjutnya lebih sulit dan udaranya sangat dingin. Alam
yang dilalui berair melimpah, tetapi sulit dilewati oleh kuda.
Mereka turun dan menuntun kuda.
Perjalanan semakin sulit dan sangat terjal, tali sandal
sama putus dan kaki-kaki sama luka, oleh duri dan benda-benda tajam
lainnya. Selama tiga hari, mereka mengalami kesulitan menembus hutan belantara yang
sangat dingin. Banyak salju yang menempel di mana-mana.
Para penunjuk jalan berkata, “Kalian agar waspada. Bisa-bisa kita diintai dari
persembunyian.”
Hari keempat lebih indah, walau payah. Mereka telah keluar dari hutan belantara
yang jalannya sulit ditembus. Mereka menyusuri tanah lapang yang sangat luas, berudara segar. Damis kedinginan karena hanya
membawa pakaian ala kadar. Dia ditanya, “Kau kedinginan?.”
Damis menjawab, “Betul, pakaian saya hanya begini.”
Farwah (فروة)
memberi pakain, agar Damis tidak kedinginan.
Damis berdoa, “Semoga Allah memberi kau pakaian dari surga.”