SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/04/30

KW 32: Wardan Rebah Bersimbah Darah

(Bagian ke-32 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Dawud kembali lagi menghadap Khalid untuk berkata, “Wahai pemimpin. Sebetulnya ada rahasia yang belum saya buka. Karena negri ini akan segera kau kuasai maka saya akan berterus terang. Sungguh Wardan telah merencanakan tipu-muslihat.”
Khalid bertanya, “Bagaimana maksudmu?.”
Dia menjawab, “Dalam pertemuan kau dan dia nanti waspadalah! Jangan lengah! Dia telah merencanakan muslihat untuk membunuh kau,” lalu menceritakan yang dia ketahui sejelas-jelasnya.
Dia menambahkan, “Terus terang saya mohon agar saya dan keluarga saya dijamin aman.”
Khalid menjawab, “Kau, keluargamu, anak-anakmu, kujamin aman dengan syarat merahasiakan pembicaraan kita ini pada mereka.”
Dawud menjawab, “Kalau saya ingin berkhianat, pasti tidak mungkin membocorkan rahasia mereka ini pada kau.”
Khalid bertanya, “Di mana mereka akan bersembunyi?.”
Dia menjawab, “Di sisi gunung pasir sebelah kanan tempat pasukan Romawi berkumpul itu.”
Dawud bergegas pulang untuk menemui Wardan, untuk melaporkan tentang pertemuan dan pembicaraannya dengan Khalid. “Semua sudah saya katakan padanya,” kata Dawud.
Wardan berbahagia dan berkata, “Sekarang saya yakin bahwa sang Salib benar-benar akan menolongku.”
Wardan mengundang untuk memberitahukan rencananya pada sepuluh pasukan elit. Lalu perintah, “Pergilah ke sana dengan berjalan kaki secara diam-diam!.”

Khalid masuk ke barak ditemui Abu Ubaidah yang sangat berwibawa karena sabda nabi SAW, “Abu Ubaidah kepercayaan ini umat.”
Khalid tersenyum; Abu Ubaidah menyapa, “Hai Aba Sulaiman, semoga Allah yang membuatmu tertawa. [1] Ada berita apa?.”
Dua tokoh besar itu berbicara serius mengenai rencana tipu-muslihat Wardan yang harus imbangi.  
Abu Ubaidah bertanya, “Lalu apa rencanamu?.”
Khalid menjawab, “Saya akan menghadapi dia sendirian.”
Abu Ubaidah mengingatkan, “Demi umurmu! Kau sendiri bisa mengatasi! Tapi Allah melarang bunuh diri! Bahkan berfirman ‘persiapkanlah kekuatan dan ikatan kuda semampu kalian untuk menghadapi mereka! Dengan itulah kalian membuat musuh Allah dan musuh kalian takut[2]’. Allah akan memberimu sepuluh pasukan pengawal, ditambah Allah sendiri yang kesebelasnya. Saya mengkhawatirkanmu jika orang terkutuk itu menyerangmu tiba-tiba. Pastikan saja kau membawa sepuluh pasukan sama seperti mereka. Perintahlah agar pasukanmu bersembunyi dekat mereka. Jika Wardan memanggil pasukannya, panggillah pasukanmu agar datang. Kami di sini akan bersiap-siap, jika kau telah merampungkan urusanmu, kami akan menyerang kaum Romawi semuanya. Saya yakin saat itulah Allah menolong kita mengalahkan mereka.”
Khalid memanggil sepuluh pasukan elitnya: Rafi’ bin Umairah, Mu’adz bin Jabal, Dhirar bin Al-Azwar, Sa’id bin Zaid, Qois bin Hubairoh, Maisaroh bin Masruq, Adi bin Chatim (عدي بن حاتم), dan lainnya. Mereka diberi tahu bahwa Wardan dan sepuluh pasukan elitnya merencanakan tipu-muslihat, dan Khalid akan mengimbangi dengan mereka bersepuluh.
Khalid perintah, “Berangkatlah berjalan kaki secara diam-diam menuju gunung pasir sebelah kanan pasukan Romawi! Mencarilah tempat persembunyian di sana! Jika saya berteriak segeralah datang untuk menyerang mereka. Tiap seorang bertugas menyerang seorang! Yang menghadapi Wardan musuh Allah, saya sendiri. In syaa Allah saya bisa mengatasi dia.”
Dhirar berkata, “Wahai pimpinan, saya khawatir jika yang akan menyerang kau ternyata banyak. Terus terang saya mengkhawatirkan kau. Saya justru merencanakan untuk kau, sekarang juga kami bersepuluh akan mendatangi tempat persembunyian mereka bersepuluh. Kalau mereka tidur, kami bunuh. Sebelum subuh kami usahakan pekerjaan ini selesai. Selanjutnya tempat itu akan kami gunakan bersembunyi. Di waktu kau mengadakan pertemuan khusus dengan musuh Allah itu, kami bisa muncul sewaktu-waktu.”
Khalid perintah, “Laksanakan rencanamu jika kau mampu! Ajaklah pasukan elit yang telah kutunjuk tadi untuk kau pimpin! Saya yakin Allah akan membuatmu berhasil melaksanakan rencana!.”
Di malam kelam itulah Dhirar dan sembilan temannya berangkat menuju gunung pasir (Al-Katsib الكثيب) dengan membawa senjata. Saat itu sepertiga malam telah berlalu. Ketika hampir sampai di tempat, Dhirar perintah, “Berhenti! Akan saya cek dulu keadaannya.”
Ketika Dhirar semakin mendekat untuk melihat keadaan; sepuluh pasukan elit Romawi itu telah tidur mendengkur. Setelah didekati, ternyata di sisi mereka ada wadah minuman keras. Mereka tidur nyenyek karena terlalu capek, sehingga bisa didekati dengan aman.
Dhirar berkata dalam hati, “Jika saya meneriaki teman-teman, mereka ini bisa bangun.”
Dhirar bergegas menuju teman-temannya untuk mengatakan, “Berbahagialah, Allah akan segera mewujudkan keinginan kalian dan telah menghilangkan yang kalian khawatirkan. Hunuslah pedang kalian dan datangilah mereka yang sedang tidur pulas itu! Bunuhlah terserah bagaimana caranya!.”
Sepuluh pasukan elit itu tidur pulas menyanding pedang di atas kepala. Tak lama kemudian hidup mereka berakhir oleh tebasan pedang sepuluh Muslimiin. Pedang, perbekalan, dan harta mereka diambil. Dhirar berkata, “Berbahagialah! Ini awal pertolongan in syaa Allah.”
Dhirar dan teman-temannya melakukan sholat dan berdoa agar Allah menolong menaklukkan lawan. Semua mengamalkan sholat dengan khusu’ hingga fajar menyingsing dari ufuk timur. Setelah selesai sholat subuh, teman-teman Dhirar mengenakan pakaian mayat-mayat yang telah dibunuh. Mayat-mayat disembunyikan agar jika utusan Wardan datang mengecek, tidak ditemukan.  

Di subuh yang indah itu langit dan bumi bertasbih pada Allah; ribuan malaikat turun ke bumi; Khalid bin Al-Walid mengimami sholat subuh pasukan Muslimiin. Khalid menata berisan laskar Muslimiin untuk persiapan perang akbar. Tiba-tiba seorang berkuda datang mendekat untuk berkata, “Hendaklah pimpinan kalian keluar menemui tuan Wardan pimpinan kami untuk melaksanakan perundingan! Agar pertumpahan darah segera berakhir!.”
Khalid bergegas menaiki kudanya. Lelaki Romawi itu berpesan, “Kau nanti jangan marah dulu sehingga memahami maksud tuanku.”
Khalid menjawab, “Saya mendengar dan akan melaksanakan. Sekarang pergi! Dan beri tahulah dia bahwa saya akan segera mendatangi tempat yang telah ditentukan!.”

Wardan keluar dari gedung mengenakan kalung dari Jauhar yang indah dan mahkota gemerlapan. [3]
Ketika Khalid melihat mahkota dan kalung Wardan, bergumam, “Ini akan menjadi milik Muslimiin in syaa Allah.”
Ketika melihat Khalid, Wardan turun dari kudanya. Khalid juga turun dari kudanya untuk duduk bersanding dengan Wardan. Wardan duduk sambil memangku pedang. Khalid berkata, “Katakan apa maumu dan jujurlah! Laluilah jalan yang benar! Kau duduk di sisi lelaki Arab yang tak mengenal siasat perang. Katakan apa maumu!.”
Wardan yang pandai berbahasa Arab itu berkata, “Hai Khalid! Sebetulnya apa yang sangat kau inginkan selama ini? Katakan apa permintaanmu! Kami pasti akan mengabulkan.”
Wardan terlalu sombong, sehingga ucapannya tak terkontrol: “Kami semua tahu bahwa negri kalian kering, kekurangan makanan. Bangsa kalian banyak yang mati kelaparan, sehingga pemberian kami sedikit saja pasti akan banyak bagi kalian. Setelah itu segera pergilah!.”
Wardan terkejut saat mendengar ucapan Khalid, “Hai anjing Romawi! Sungguh Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung telah memberi kami kecukupan hingga tak lagi membutuhkan harta maupun belas kasihan kalian! [4] Allah akan menjadikan harta, perempuan, dan anak kalian sebagai rampasan kami. Kecuali jika kalian berkata ‘laa Ilaah illaa Allah, Muhammad Rasul Allah’.[5]Jika kau tak mau mengucapkan, berarti kita harus berperang, atau kau membayar pajak pada kami dengan hina. Demi Allah, saya bersumpah bahwa sesungguhnya saya lebih senang berperang daripada berdamai dengan kalian! Hai musuh Allah! Mengenai penilaianmu ‘kami umat yang lemah’. Kami pun juga menganggap kalian ini sederajat anjing-anjing.[6] Ketahuilah bahwa karena pertolongan Allah, seorang dari kami sanggup melawan serubu orang kalian. Dan ucapanmu yang sombong tidak pantas diutarakan untuk mengupayakan perdamaian. Kalau kau ingin kita bertemu berduaan! Ayo lakukanlah apa maumu!.”
Kemarahan Wardan meluap-luap hingga tak mampu lagi mengendalikan diri. Dia bergerak cepat meninggalkan pedangnya untuk menangkap Khalid. Mereka berdua bergulat dan saling memukul. Wardan memeluk erat agar Khalid tak bisa berlari; Khalid memeluk agar Wardan tak menyerang dengan senjata tajam. Wardan berteriak kesakitan oleh pelukan Khalid yang terlalu erat: “Kemarikan Salibku karena saya disekap pimpinan Arab!.”
Wardan akan berteriak; tapi pasukan elit Muslimiin telah bergerak dengan gagah dengan mengenakan pakaian pasukan elit Romawi, kecuali Dhirar. Dia telanjang dada bercelana panjang. Mereka meninggalkan busur dan membawa pedang terhunus. Dhirar datang mendahului teman-temannya dan menggeram bagai singa jantan; teman-teman Dhirar datang setelah itu.
Sebelumnya, Wardan menyangka yang berdatangan adalah pasukan elitnya. Setelah terkejut oleh geraman Dhirar dan datangnya pasukan Muslimiin, Wardan memohon dengan suara serak: “Saya minta demi benarnya Tuhan yang kau sembah, kau saja yang membunuhku. Jangan syaitan ini,” pada Khalid.
Khalid menjawab, “Justru dia yang akan membunuhmu.”
Khalid mempererat pelukannya agar Wardan tidak bisa kabur; Dhirar menggerakkan pedang sambil berkata, “Hai musuh Allah! Tipuanmu pada para sahabat Rasulillah tidak berhasil.”
Khalid melarang, “Hai Dhirar bersabarlah! Jangan kau bunuh sebelum kuperintah!.”
Para sahabat Rasulillah mengerumuni sambil menodongkan pedang ke wajah untuk membunuh Wardan. Wardan merebah ke tanah dan menyerah sambil mengangkat tangan kedepan. Dengan bergetar, Wardan memohon agar diselamatkan. Namun Khalid berkata, “Hai musuh Allah! Yang kami beri jaminan selamat hanya yang pantas diberi jaminan selamat. Sedangkan kau telah menipu kami secara nyata. Namun Allah lah sebaik-baiknya yang sama melancarkan tipu-muslihat.[7] Secepat kilat Dhirar menusukkan pedangnya pada pundak Wardan. Setelah pedang menembus pundak, tampak berkilau, dan Wardan rebah bersimbah darah.
Dhirar melepas mahkota dari kepala Wardan sambil berkata, “Yang duluan menguasai lah yang berhak mengambil.”
Sembilan sahabat Dhirar menyerang dan memotong-motong anggota tubuh Wardan. Lalu bergegas mengambil pedang Wardan.  


[2] {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ} [الأنفال: 60].
[4] Dalam Futuchus Syam dijelaskan, “يا كلب الروم” Bacanya, “Ya kalbar Ruum.”
[5] لا إله إلا الله محمد رسول الله.
[6] Dalam Futuchus Syam dijelaskan, “بمنزلة الكلاب” Bacanya, “Bimanzilatil kilaab.”
[7] {وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ} [آل عمران: 54].

0 komentar:

Posting Komentar