1.
Pemberani takkan memendekkan umur.
2.
Yang tidak taat Allah dan RasulNya, jangan
menjadi Pemimpin Islam.
3. Berita yang sudah sohor,
‘belum tentu benar’.
Kisah nyata ini terjadi sekitar tahun 20 Hijriah.
Di pagi indah itu, Pasukan Muslimiin melakukan shalat subuh
berjamaah. Lalu duduk untuk berbincang-bincang, sambil menunggu pasukan Romawi
Timur yang akan datang.
Panglima mereka bernama Iyadh bin Ghanim, berada di pertengahan
mereka. Beberapa orang menghentikan pembicaraan, karena tiba-tiba mendengar
derap kaki kuda yang datang membawa Abdullah bin Ashim. Abdullah akan
melaporkan pada Iyadh mengenai ‘Permohonan Tamu Ustadz Nashrani’ yang di
kalangan Romawi disebut Al-Qiss.
Iyadh mempersilahkan masuk pada Al-Qiss yang
datang menghadap.
Ketika telah masuk, Al-Qiss agak terkejut, karena
ternyata barak itu lebih sederhana daripada yang diduga. Bahkan alasnya juga
hanya dari kulit berisi tapas kurma. Permadani-permadani mewah rampasan perang,
justru hanya digulung. Di situ, Iyadh dikelilingi oleh sejumlah Tokoh dan
sejumlah Komandan bawahannya, yang semuanya duduk memangku pedang.
Busana Iyadh sederhana, seperti yang lain. Walau begitu, mereka
kelihatan menakutkan dan agung. Sejak memasuki barak, Al-Qiss sudah
terheran-heran. Wajahnya menoleh kekiri dan kekanan, untuk mencari Iyadh yang
belum pernah dikenal. Lalu bertanya, “Mana yang menjadi pimpinan? Saya akan
berbicara padanya. Apa betul kalian semua pemimpin dan komandan? Semua kalian
kelihatan sangar dan agung.”
Setalah ditunjuk oleh mereka, Iyadh didekati oleh Al-Qiss,
dan ditanya, “Hai Pemuda. Kau pimpinan semua ini?.”
Iyadh menjawab, “Kata mereka demikian. Tapi ini hanya selama saya
taat Allah azza wajalla.”
Semuanya mendengarkan Al-Qiss berkata, “Raja Al-Bathlius
(البطليوس / Badajos) perintah,
agar saya menemui kalian. Raja ingin bertanya pada seorang kalian yang pandai
dan berwawasan luas. Yang akan ditanyakan menganai ‘kalian’. Dengan tujuan agar
pertumpahan darah ini ‘berhenti’.”
Iyadh menoleh pada para pendampingnya, dan bertanya, “Bagaimana
tanggapan kalian? Mengenai yang dibicarakan oleh Al-Qiss ini?
Dan siapa yang akan menghadap untuk mewakili berbicara pada raja? Agar
selanjutnya kembali lagi kemari?.”
Mughirah bin Syubah berdiri untuk berkata, “Saya yang akan
mendatangi undangan ini. Sepuluh orang yang akan mendampingi saya, agar yang
pandai berbicara, dan pandai berperang.”
Iyadh menjawab, “Pilihlah di antara mereka ini! Terserah kau!
Semoga Allah memberi Taufiq dan menuntun kau pada kebenaran.
Dan semoga bisa pulang dengan selamat, bahkan mendapatkan rampasan perang. Doa
ini untuk kau dan semua rombongan.”
Mughirah mundur, untuk berteriak:
1.
“Mana Said bin Abdil Qadir?!
2.
Abu Ayub Al-Anshari?!
3.
Khalid bin Zaid Al-Anshari?!
4.
Zaid bin Tsambit Al-Anshari?!
5.
Ibnu Masud Al-Badri?!
6.
Jarir bin Muthim?!
7.
Abu Zaid Al-Uqaili?!
8.
Muawiyah bin Al-Akam Atssaqafi?!
9.
Amar bin Hushain?!
10. Dan Zaid bin Arqam?!.”
Semua yang dipanggil menjawab, “Labbaik”
bersaut-sautan. Artinya ‘ya’.
Mereka segera memasuki tenda mereka, untuk mengenakan baju perang,
membawa perisai, pedang, dan tombak.
Mughirah memasuki tendanya untuk memakai baju perang, dan
mengenakan ikat pinggang yang diperkokoh dengan kulit. Saku ikat pinggang
sebelah kanan diselipi belati; sebelah kiri juga diselipi belati. Pedang yang
dibawa berbahan Jauhar, yakni jenis besi sangat kuat. Warna
tombaknya seperti buah samurah (kelampis). Kudanya berwarna
hitam.
Mughirah dan semua pendampingya, membawa pelayan berkendaraan kuda
baghal. Mughirah telah memberi pengarahan pada mereka.
Iyadh menoleh dan berkata pada Mughirah, “Hai Ayah Syaibah! Yang
akan kau sampaikan pada manusia laknat nanti, barangkali akan membuat dia
kalah hujjah (diplomasi). Ajaklah agar dia Islam dan mengamalkan
shalat, zakat, puasa, hajji, berjihad! Dan agar makan makanan yang
halal! Meninggalkan yang haram! Jika menolak! Suruhlah membayar pajak tiap
tahun! Jika menolak! Perangilah dengan pedang tajam! Saya yakin kau akan diberi
Pertolongan oleh Maha Raja Pengatur segala urusan. Karena KeridhoanNya pada
Muhammad sebaik-baik makhluq.”
Mughirah menjawab, “Saya juga berharap mendapatkan Pertolongan
dari Allah yang Maha memberi Anugerah, agar nanti bisa berbicara dengan
tepat.”
Mereka telah berjalan mengikuti Al-Qiss yang
mengendarai kuda baghal. Para Pelayan mereka berjalan di belakang, juga
mengendarai kuda baghal. Semua Pelayan berbaju perang dan membawa tombak. Bibir
mereka melafalkan tahli, takbir, dan membaca shalawat untuk
nabi SAW.