SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2012/06/20

BI 10: Bedah Ibnu Katsir


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ [البقرة/21، 22].

Artinya:
Hai khususnya manusia! Sembahlah Tuhan kalian yang telah mencipta kalian dan orang-orang sebelum kalian! Agar kalian bertaqwa!. Yaitu yang telah mencipta bumi sebagai alas untuk kalian, dan (mencipta) langit sebagai bangunan untuk kalian. Dan telah menurunkan air dari langit untuk mengeluarkan buah-buahan, sebagai riqzi untuk kalian. Oleh karena itu jangan menjadikan sekutu-sekutu untuk Allah! Sedangkan kalian tahu (Allah Esa).

Ibnu Katsir menulis mengenai tafsir dua ayat tersebut: تفسير ابن كثير - (ج 1 / ص 195)
وقال حماد بن سلمة: حدثنا عبد الملك بن عمير، عن رِبْعيِّ بن حِرَاش، عن الطفيل بن سَخْبَرَة، أخى عائشة أم المؤمنين لأمها، قال: رأيت فيما يرى النائم، كأني أتيت على نفر من اليهود، فقلت: من أنتم؟ فقالوا: نحن اليهود، قلت: إنكم لأنتم القوم لولا أنكم تقولون: عُزَير ابن الله. قالوا: وإنكم لأنتم القوم لولا أنكم تقولون: ما شاء الله وشاء محمد. قال: ثم مررت بنفر من النصارى، فقلت: من أنتم؟ قالوا: نحن النصارى. قلت: إنكم لأنتم القوم لولا أنكم تقولون: المسيح ابن الله. قالوا: وإنكم لأنتم القوم لولا أنكم تقولون: ما شاء الله وشاء محمد. فلما أصبحت أخبرت بها مَنْ أخبرت، ثم أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فأخبرته، فقال: "هل أخبرت بها أحدًا؟" فقلت: نعم. فقام، فحمد الله وأثنى عليه ثم قال: "أما بعد، فإن طُفيلا رأى رؤيا أخبر بها من أخبر منكم، وإنكم قلتم كلمة كان يمنعني كذا وكذا أن أنهاكم عنها، فلا تقولوا: ما شاء الله وشاء محمد، ولكن قولوا: ما شاء الله وحده". هكذا رواه ابن مردويه في تفسير هذه الآية من حديث حماد بن سلمة، به . وأخرجه ابن ماجه من وجه آخر، عن عبد الملك بن عمير به، بنحوه وقال سفيان بن سعيد الثوري، عن الأجلح بن عبد الله الكندي، عن يزيد بن الأصم، عن ابن عباس، قال: قال رجل للنبي صلى الله عليه وسلم: ما شاء الله وشئت. فقال: "أجعلتني لله ندا ؟ قل: ما شاء الله وحده". رواه ابن مردويه، وأخرجه النسائي، وابن ماجه من حديث عيسى بن يونس، عن الأجلح، به وهذا كله صيانة، وحماية لجناب التوحيد، والله أعلم وقال محمد بن إسحاق: حدثني محمد بن أبي محمد، عن عكرمة، أو سعيد بن جبير، عن ابن عباس، قال: قال الله تعالى: { يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ } للفريقين جميعًا من الكفار والمنافقين، أي: وحدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم وبه عن ابن عباس: { فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ } أي: لا تشركوا بالله غيره من الأنداد التي لا تنفع ولا تضر، وأنتم تعلمون أنه لا رب لكم يرزقكم غيره وقد علمتم أن الذي يدعوكم إليه الرسول صلى الله عليه وسلم من توحيده هو الحق الذي لا شك فيه. وهكذا قال قتادة..
Arti (selain isnad)nya:
Atthufail bin Sakhbaroh (الطفيل بن سَخْبَرَة) saudara Aisyah tunggal ibu RA, berkata, “Saya pernah bermimpi seperti orang yang tidur; ‘sungguh saya seperti mendatangi sekelompok kaum Yahudi’.
Saya bertanya ‘siapakah kalian?’.
Mereka berkata ‘kami kaum Yahudi’.
Saya berkata ‘sungguh kalian kaum tersebut’, jika kalian tidak berkata ‘Uzair Putra Allah’.
Mereka menjawab ‘kalian juga kaum tersebut’ jika kaian tidak mengatakan ‘yang dikehendaki oleh Allah dan dikehendaki oleh Muhammad’.
Lalu saya bertemu sekelompok kaum Nashrani. Saya bertanya ‘siapakah kalian?’.
Mereka menjawab ‘kami kaum Nashrani’.
Saya berkata ‘sungguh kalian kaum tersebut’, jika kalian tidak berkata ‘Al-Masih Putra Allah’.
Mereka menjawab ‘kalian juga kaum tersebut’ jika kaian tidak mengatakan ‘yang dikehendaki oleh Allah dan dikehendaki oleh Muhammad’.
Ketika saya pagi-pagian, menjelaskan mimpi tersebut pada orang yang telah saya beri tahu. Lalu saya datang pada nabi SAW. Nabi bertanya ‘apakah kau telah memberitaukan mimpi tersebut pada seorang?’.
Saya menjawab ‘iya’.
Sontak nabi SAW berdiri untuk memuji dan menyanjung Allah. Lalu bersabda ‘ammaa bakd; sungguh Thufail telah bermimpi dan telah menjelaskan mimpi tersebut pada seorang kalian’. Sungguh kalian sama mengatakan perkataan yang saya larang. Jangan berkata ‘ini yang dikehendaki oleh Allah dan Muhamad! Tetapi berkatalah ‘ini yang dikehendaki oleh Allah yang Esa!’.”

Demikian inilah Ibnu Marduwaih meriwayatkan mengenai tafsir ini ayat, dari Haditsnya Chamad bin Salamah. Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits ini dari arah lain, dari Abdil-Malik bin Umair; sepadan Hadits itu.
Sufyan bin Said Atssauri menjelaskan Hadits dari A-Ajlach bin Abdillah Al-Kindi dari Yazid bin Al-Asham (يزيد بن الأصم) dari Ibni Abbas RA: “Seorang lelaki berkata pada nabi SAW ‘ini yang dikehendaki oleh Allah dan baginda’. Sontak nabi SAW bersabda ‘masyak kau menjadikan saya sebagai sekutu Allah? Katakan! Ini yang dikehendaki oleh Allah yang Esa!’.
Ibnu Marduwaih juga meriwayatkan Hadits itu. Nasai juga mengeluarkan Hadits itu. Ibnu Majah juga mengeluarkan Hadits itu dari Isa bin Yunus dari Al-Ajlach. Ini semua sebagai upaya menjaga ketauhidan.
Muhammad bin Ischaq murid Muhammad bin Abi Muhammad murid Ikrimah atau Said bin Jubair menyampaikan ilmu dari Ibnu Abbas RA: “Allah Taala telah berfirman ‘(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ /Ya khususnya manusia! Sembahlah Tuhan kalian)’ pada dua golongan semuanya; kaum kafir dan kaum munafiq. Maksud dari Firman tersebut: tauhidkanlah Tuhan kalian yang telah mencipta kalian dan orang-orang sebelum kalian!.
Melalui isnad itu pula Ibnu Abbas menjelaskan, “(فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ /Maka kalian jangan menjadikan sekutu-sekutu untuk Allah! Sedangkan kalian tahu), maksudnya sekutu-sekutu selain Allah yang tidak bermanfaat dan tidak memadharatkan, jangan kalian sekutukan pada Allah! Kalian tahu bahwa tiada Tuhan selain Dia untuk kaian yang memberi rizqi pada kalian. Padahal sungguh kalian telah tahu bahwa ajakan tuhid dari Rasulillah SAW adalah kebenaran yang mutlak tidak bisa diragukan.”
Qatadah juga menjelaskan demikian.

2012/06/17

BI 9: Bedah Ibnu Katsir



يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ [البقرة/21، 22].

Artinya:
Hai khususnya manusia! Sembahlah Tuhan kalian yang telah mencipta kalian dan orang-orang sebelum kalian! Agar kalian bertaqwa! (21) Yaitu yang telah mencipta bumi sebagai alas untuk kalian, dan (mencipta) langit sebagai bangunan untuk kalian. Dan telah menurunkan air dari langit untuk mengeluarkan buah-buahan, sebagai riqzi untuk kalian. Oleh karena itu jangan menjadikan sekutu-sekutu untuk Allah! Sedangkan kalian tahu (Allah Esa). (22)

Ibnu Katsir menulis mengenai tafsir dua Ayat tersebut: تفسيرابن كثير - (ج 1 / ص 194)
شرع تبارك وتعالى في بيان وحدانية ألوهيته، بأنه تعالى هو المنعم على عَبيده، بإخراجهم من العدم إلى الوجود وإسباغه عليهم النعمَ الظاهرة والباطنة، بأن جعل لهم الأرض فراشا، أي: مهدا كالفراش مُقَرّرَة موطأة مثبتة بالرواسي الشامخات، { وَالسَّمَاءَ بِنَاءً } وهو السقف، كما قال في الآية الأخرى: { وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ } [الأنبياء: 32] وأنزل لهم من السماء ماء -والمراد به السحاب هاهنا-في وقته عند احتياجهم إليه، فأخرج لهم به من أنواع الزروع والثمار ما هو مشاهد؛ رزقًا لهم ولأنعامهم، كما قرر هذا في غير موضع من القرآن. ومنْ أشبه آية بهذه الآية قوله تعالى: { اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ } [غافر: 64] ومضمونه: أنه الخالق الرازق مالك الدار، وساكنيها، ورازقهم، فبهذا يستحق أن يعبد وحده ولا يُشْرَك به غَيره؛ ولهذا قال: { فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ } وفي الصحيحين عن ابن مسعود، قال: قلت: يا رسول الله، أي الذنب أعظم؟ قال: "أن تجعل لله ندا، وهو خلقك" الحديث . وكذا حديث معاذ "أتدري ما حق الله على عباده؟ أن يعبدوه لا يشركوا به شيئًا" الحديث وفي الحديث الآخر: "لا يقولن أحدكم: ما شاء الله وشاء فلان، ولكن ليقل ما شاء الله، ثم شاء فلان" .

(Allah) Tabaraka wa Taala mengajarkan syariat berkenaan Keesaan KetuhananNya. Sungguh Dia Taala yang memberi Kenikmatan pada Hamba-HambaNya, dengan cara mengeluarkan yang tidak ada menjadi ada. Dan menyempurnakan Nikmat-Nikmat-Nya secara lahir-batin. Dia telah menjadikan bumi sebagai alas, maksudnya terbentang seperti alas yang tenang, bisa menjadi pijakan. Yang dibuat tenang dengan adanya gunung-gunung menjulang.
(Mencipta) langit sebagai bangunan, maksudnya sebagai atap. Sebagaimana Allah berfirman di Ayat yang lain: { وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ } [الأنبياء: 32].
Artinya:
Dan Kami telah menjadikan Langit sebagai atap yang dijaga, namun mereka berpaling terhadap Ayat-Ayat Kami.
Dan Allah menjadikan air dari langit untuk mereka. Yang dimaksud langit di sini adalah mendung. Allah menurunkan hujan di waktu mereka membutuhkan, untuk mengeluarkan bermacam-macam tanaman dan buah-buahan. 
Semua itu mereka lihat, sebagai makanan untuk mereka dan binatang-ternak mereka. Sebagaimana Allah telah menjelaskan di lain tempat dari Al-Qur’an.
Termasuk uraian yang lebih mirip dengan Ayat di atas adalah Firman Taala: { اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ } .[غافر: 64].
Artinya:
Allah yang telah mencipta Bumi sebagai tempat untuk kalian. Dan telah membentuk Kalian untuk memperindah bentuk kalian. Dan telah memberi Rizqi sebagian yang baik-baik pada kalian. Itulah Allah Tuhan kalian. Maha Barakah Allah Tuhan seluruh alam.

Kandungan Firman tersebut: Sungguh Dialah Al-Khaliq yang memberi rizqi, penguasa jagad-raya dan penghuninya.  Bahkan memberi rizqi pada mereka semuanya. Oleh karena itu Dia berhak disembah dengan diesakan, tidak boleh disekutukan dengan lainNya. Oleh karena itu Dia berfirman: { فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ }.
Artinya:
Oleh karena itu jangan menjadikan sekutu-sekutu untuk Allah! Sedangkan kalian tahu.

Di dalam dua Hadits shahih dari Ibnu Masud juga dijelaskan:
1.      Saya pernah berkata, “Ya Rasulallah! Mana dosa yang lebih besar?.” 
Beliau bersabda, “Jika kau menjadikan sekutu untuk Allah. Padahal Dia menciptakanmu.” Al-Chadits.
2.      Chaditsnya Muadz juga demikian: Apa kau tahu Hak Allah wajib atas Hamba-HambaNya? Agar mereka menyembah padaNya dan tidak menyekutukanNya pada sesuatu pun. Al-Chadits.
3.      Di dalam Hadits lain: Seorang kalian jangan berkata sungguh, “Yang dikehendaki oleh Allah dan dikehendaki oleh fulan!” Tetapi hendaklah berkata, “Yang dikehendaki oleh Allah, lalu fulan juga menghendaki.”

2012/06/13

BI 8: Bedah Ibnu Katsir


Ada dua alim bernama sama, ‘Ibnu Katsir’semuanya mashur. Yang satu Imam Qura; yang satu Mufassir sohor. Yang lebih diminati fatwanya, yang Mufassir sohor, karena orang zaman sekarang kurang tertarik belajar Qiroatussab’ah. Padahal menurut guru, guru, guru, KH Nur Hasan yang bernama Annawawi, di dalam Al-Itqan, “Satu dari ilmu yang harus dipelajari dan dikuasai oleh seorang, agar menjadi Alim, Ilmu Qiroat.”

Ibnu Katsir menulis: تفسير ابن كثير - (ج 1 / ص 102)
قالوا: وكلماتها خمس وعشرون كلمة، وحروفها مائة وثلاثة عشر حرفًا. قال البخاري في أول كتاب التفسير: وسميت أم الكتب، أنه يبدأ بكتابتها في المصاحف، ويبدأ بقراءتها في الصلاة وقيل: إنما سميت بذلك لرجوع معاني القرآن كله إلى ما تضمنته. قال ابن جرير: والعرب تسمي كل جامع أمر أو مقدم لأمر -إذا كانت له توابع تتبعه هو لها إمام جامع -أُمًّا، فتقول للجلدة التي تجمع الدماغ، أمّ الرأس، ويسمون لواء الجيش ورايتهم التي يجتمعون تحتها أُمًّا، واستشهد بقول ذي الرمة:
على رأسه أم لنا نقتدي بها ... جماع أمور ليس نعصي لها أمرا
يعني: الرمح. قال: وسميت مكة: أم القرى لتقدمها أمام جميعها وجمعها ما سواها، وقيل: لأن الأرض دحيت منها ويقال لها أيضًا: الفاتحة؛ لأنها تفتتح بها القراءة، وافتتحت الصحابة بها كتابة المصحف الإمام، وصح تسميتها بالسبع المثاني، قالوا: لأنها تثنى في الصلاة، فتقرأ في كل ركعة، وإن كان للمثاني معنى آخر غير هذا، كما سيأتي بيانه في موضعه إن شاء الله .قال الإمام أحمد: حدثنا يزيد بن هارون، أنبأنا ابن أبي ذئب وهاشم بن هاشم عن ابن أبي ذئب، عن المقبري، عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لأم القرآن: " هي أم القرآن، وهي السبع المثاني، وهي القرآن العظيم " . ثم رواه عن إسماعيل بن عمر عن ابن أبي ذئب به، وقال أبو جعفر محمد بن جرير الطبري: حدثني يونس بن عبد الأعلى، أنا ابن وهب، أخبرني ابن أبي ذئب، عن سعيد المقبري، عن أبي هريرة، رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " هي أم القرآن، وهي فاتحة الكتاب، وهي السبع المثاني " .وقال الحافظ أبو بكر أحمد بن موسى بن مردويه في تفسيره: حدثنا أحمد بن محمد بن زياد، ثنا محمد بن غالب بن حارث، ثنا إسحاق بن عبد الواحد الموصلي، ثنا المعافى بن عمران، عن عبد الحميد بن جعفر، عن نوح بن أبي بلال، عن المقبري، عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الحمد لله رب العالمين سبع آيات: بسم الله الرحمن الرحيم إحداهن، وهي السبع المثاني والقرآن العظيم، وهي أم الكتاب .

Artinya:
Para Ulama berkata, “Surat Al-Fatichah terdiri dari 25 kalimat, 113 huruf.”
Bukhari berkata di awal kitab Tafsir: “Surat itu dinamakan Ummal-Kitab. Penulisan Surat tersebut diawalkan di dalam Al-Mashachif (Al-Qur’an). Pembacaannya di dalam shalat juga diawalkan.”
Ada yang mengatakan, “Sungguh dinamakan Ummal-Kitab karena rujukan semua makna Al-Qur’an, terkandung dalam Surat tersebut.”
Ibnu Jarir berkata:
“Kaum Arab menamakan ‘Umm(a)’ pada semua yang mengumpulkan perkara, atau yang mendahului perkara; jika Imam Jamik yang dimaksud, memiliki pengikut yang mengikuti.
Oleh karena itu kau bisa mengistilahkan ‘Ummarrasi (أمّ الرأس)’ pada kulit kepala yang membungkus otak. Mereka juga mengistilahkan ‘Umma (أُمًّا)’ pada panji dan bendera yang berguna mengumpulkan pasukan.”
Dalam berhujjah ini, Ibnu Jarir istasyhada (mengambil rujukan) pada ucapan Dzirrimmah:
Di atas kepalanya berkibar Umm untuk kami ikuti
Pemersatu yang takkan kami selisihi

Maksud lafal ‘umm’ di atas adalah tombak yang diberi kain seperti bendera (yang dibawa oleh pimpinan perang), untuk mempersatukan pasukan (yang di belakangnya).
Makkah juga dinamakan ‘Ummal-Qura (Induk-kota-kota)’, karena umurnya tua. Dialah Imam kota-kota dan lainnya.
Ada yang mengatakan, “Karena bumi dibuat berasal dari Makah.”

Al-Fatichah juga dinamakan ‘Umm’ karena sebagai pembuka shalat. Dan para sahabat nabi menulis Muschaf Imam dengan permulaan Al-Fatichah.[1] Al-Fatichah ‘diberi nama Sab'ul-Matsani (السَّبْعُ الْمَثَانِي)’ juga shahih.
Mereka berkata, “Karena Al-Fatichah dibaca berulang-ulang di dalam shalat. Dibaca pada tiap rokaat.”
Namun jika matsani diartikan selain ini, maka penjelasannya akan datang pada tempatnya, in syaa Allah. 

Imam Achmad mengajarkan Hadits pada kami, yang arti selain isnadnya: Sungguh nabi SAW bersabda mengenai Al-Fatichah, “هِيَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَهِيَ الْقُرْآنُ الْعَظِيمُ.”
Artinya: Dia induk Al-Qur’an. Dia tujuh Ayat yang diulang-ulang. Dialah Al-Qur’an yang agung.”
Imam Achmad juga meriwayatkan Hadits itu dari Ismail bin Umar.

Abu Jakfar Muhammad bin Jarir Atthobari juga meriwayatkan dengan isnad hingga Rasulillah SAW: “Dia Ummu (Induk) Al-Qur’an. Dia Fatichatul-Kitab. Dia tujuh Ayat yang diulang-ulang.”

Al-Chafizh Abu Bakr Achmad bin Musa bin Marduwaih menjelaskan di dalam Haditsnya, dengan isnad, hingga Rasulillah SAW: “Al-Chamdu lillahi Rabbil aalamiiin tujuh Ayat. Bismillahir Rohmanir Rohiim, termasuk Ayat. Dia tujuh Ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung. Dia pula Ummu (Induk) Kitab.”

Bersambung.


[1] Muschaf imam ialah Al-Qur’an yang pertama kali ditulis pada zaman Abu Bakr. 



Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

2012/06/11

BB 9: Bedah Bukhari



Bukhari
 memang kitab Hadits luar biasa. Banyak Muchadditsiin (kaum ahli Hadits) yang menyarahkan dan mengkaji kitab itu dengan serius. Di antara kitab syarachnya yang banyak dikaji oleh para Muchadditsiin adalah Fatcul-Baritulisan Ibnu Chajar Al-Asqalani.
Walau begitu, banyak juga yang menyudutkan beliau, dengan perkataan, “Dalam Hadits Bukhari terdapat riwayat-riwayat dhoif.”
Bisa jadi orang-orang itu justru belum tahu Hadits sahih dan yang dhoif. Ilmu Musthalach mereka masih belum sempurna.
Ilmu yang ditulis oleh Bukhari di dalam kitabnya, bukan dari ulama sembarangan, tetapi dari ulama yang ilmu mereka sangat sempurna. Dan Bukhari tidak tanggung-tanggung; jika ulama handal melakukan kesalahan, maka dijelaskan dengan tutur-kata yang sopan, sekaligus ditunjukkan yang benar, untuk umat. Contoh: صحيح البخاري - (ج 5 / ص 360)

بَاب فِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ وَقَالَ مَالِكٌ وَابْنُ إِدْرِيسَ الرِّكَازُ دِفْنُ الْجَاهِلِيَّةِ فِي قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ الْخُمُسُ وَلَيْسَ الْمَعْدِنُ بِرِكَازٍ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَعْدِنِ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ وَأَخَذَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ مِنْ الْمَعَادِنِ مِنْ كُلِّ مِائَتَيْنِ خَمْسَةً وَقَالَ الْحَسَنُ مَا كَانَ مِنْ رِكَازٍ فِي أَرْضِ الْحَرْبِ فَفِيهِ الْخُمُسُ وَمَا كَانَ مِنْ أَرْضِ السِّلْمِ فَفِيهِ الزَّكَاةُ وَإِنْ وَجَدْتَ اللُّقَطَةَ فِي أَرْضِ الْعَدُوِّ فَعَرِّفْهَا وَإِنْ كَانَتْ مِنْ الْعَدُوِّ فَفِيهَا الْخُمُسُ وَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ الْمَعْدِنُ رِكَازٌ مِثْلُ دِفْنِ الْجَاهِلِيَّةِ لِأَنَّهُ يُقَالُ أَرْكَزَ الْمَعْدِنُ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ قِيلَ لَهُ قَدْ يُقَالُ لِمَنْ وُهِبَ لَهُ شَيْءٌ أَوْ رَبِحَ رِبْحًا كَثِيرًا أَوْ كَثُرَ ثَمَرُهُ أَرْكَزْتَ ثُمَّ نَاقَضَ وَقَالَ لَا بَأْسَ أَنْ يَكْتُمَهُ فَلَا يُؤَدِّيَ الْخُمُسَ.

Arti (selain isnad)nya:

Bab di dalam Rikaz: Seperlima
Malik dan Ibnu Idris berkata, “Rikaz adalah harta Jahiliyyah yang terkubur. Mengenai jumlahnya sedikit atau banyak, (agar) diinfaqi seperlima. Sedang Makdin (pertambangan) bukan Rikaz.”[1]
Sungguh nabi SAW telah bersabda, “Makdin (pertambangan), bebas.” Maksudnya tidak diinfaqi.
Umar bin Abdil-Aziz telah menarik lima, dari tiap-tiap duaratus, hasil dari beberapa Makdin.
Al-Chasan berkata, “Rikaz yang berasal dari bumi musuh, maka diinfaqi seperlima. Dan yang dari bumi Islam, maka dizakati. Jika kau menemukan barang-hilang di bumi musuh, maka umumkan! Jika ternyata milik musuh, maka diinfaqi seperlima.”
Sebagaian manusia berkata, “Makdin adalah Rikaz, seperti peninggalan Jahiliah yang terkubur. Dengan alasan ada 'kalimat' yang dilafalkan ‘arkazal makdin (أَرْكَزَ الْمَعْدِنُ)’. Artinya: Makdin itu mengeluarkan rikaz. [2]
Kalimat di atas, bisa diucapkan jika ada penghasilan yang keluar dari Rikaz tersebut.
Sebagian manusia (Imam Chanafi dan lainnya) diberi tahu: “Sungguh sering dikatakan 'arkazta (kau telah mendapatkan rikaz)' pada orang yang diberi sesuatu, atau mendapat keuntungan banyak, atau buah-buahan (dari kebun)nya yang keluar banyak."
Lalu sebagian manusia (Imam Chanafi dan lainnya) merusak pernyataannya: “Menyembunyikan untuk tidak mengeluarkan seperlima dari rikaz, tidak berdosa.” [3]

Kesimpulan:
Penyampaian pernyataan ulama salaf; Imam Maliki, Imam Syafii, Umar bin Abdil-Aziz, dan Al-Chasan Al-Bashri, yang ditulis di atas, menunjukkan bahwa ilmu Bukhari sempurna. Karena tidak semua ulama bisa menulis pernyataan orang-orang hebat tersebut, secara sahih. Meskipun pernyataan mereka tergolong Hadits Muallaqah, namun sebetulnya ada isnadnya. Bukhari memotong isnadnya karena hanya sebagai matan. Sedangkan penjelasannya ada pada bawah matan tersebut, yakni pada Hadits terusannya. Terkadang Bukhari menulis penjelasan dari matannya di bab kelanjutannya.

Ponpes Mulya Abadi Mulungan 




[1] Malik di sini, Imam Maliki, ‘Ibnu Idris’ adalah Imam Syafii.
[2] Yang dimaksud lafal ‘sebagian manusia’ adalah Imam Chanafi, Sufyan Atssauri dan ulama salaf lainnya.
[3] Ibnu Chajar menjelaskan: فتح الباري لابن حجر - (ج 5 / ص 127)

وَإِنَّمَا أَجَازَ لَهُ أَبُو حَنِيفَةَ أَنْ يَكْتُمَهُ إِذَا كَانَ مُحْتَاجًا ، بِمَعْنَى أَنَّهُ يَتَأَوَّلُ أَنَّ لَهُ حَقًّا فِي بَيْتِ الْمَالِ وَنَصِيبًا فِي الْفَيْءِ فَأَجَازَ لَهُ أَنْ يَأْخُذَ الْخُمُسَ لِنَفْسِهِ عِوَضًا عَنْ ذَلِكَ لَا أَنَّهُ أَسْقَطَ الْخُمُسَ عَنْ الْمَعْدِنِ ا ه.
Artinya:
Sungguh yang diperbolehkan menyembunyikan, oleh Abu Chanifah (Imam Chanafi): jika dia membutuhkan.

Maknanya Abu Chanifah menakwilkan bahwa seorang berhak memikirkan Baitul-Mal dan bagian untuk Faik. Oleh karena itu beliau memperbolehkan mengambil seperlima dari hasil, untuk dirinya secara khusus, sebagai (ongkos capek) dari Makdin tersebut. Bukannya Abu Chanifah membebaskan infaq seperlima dari Makdin (pertambangan).

BB 8: Bedah Bukhari



Pada zaman Imam Maliki, kitab tershahih sejagad setelah Al-Qur’an, Al-Muattha. Tetapi setelah Bukhari dan Muslim memunculkan kitab mereka, hingga kapanpun kitab tershahih sejagad setelah Al-Qur’an adalah Bukhari dan Muslim.
Bukhari menjelaskan mengenai kerukunan dan kerja-sama kaum Muhajiriin dan Anshar yang patut dicontoh: صحيح البخاري - (ج 9 / ص 100)

2437 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْمَدِينَةَ مِنْ مَكَّةَ وَلَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ يَعْنِي شَيْئًا وَكَانَتْ الْأَنْصَارُ أَهْلَ الْأَرْضِ وَالْعَقَارِ فَقَاسَمَهُمْ الْأَنْصَارُ عَلَى أَنْ يُعْطُوهُمْ ثِمَارَ أَمْوَالِهِمْ كُلَّ عَامٍ وَيَكْفُوهُمْ الْعَمَلَ وَالْمَئُونَةَ وَكَانَتْ أُمُّهُ أُمُّ أَنَسٍ أُمُّ سُلَيْمٍ كَانَتْ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ فَكَانَتْ أَعْطَتْ أُمُّ أَنَسٍ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِذَاقًا فَأَعْطَاهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ أَيْمَنَ مَوْلَاتَهُ أُمَّ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ قَتْلِ أَهْلِ خَيْبَرَ فَانْصَرَفَ إِلَى الْمَدِينَةِ رَدَّ الْمُهَاجِرُونَ إِلَى الْأَنْصَارِ مَنَائِحَهُمْ الَّتِي كَانُوا مَنَحُوهُمْ مِنْ ثِمَارِهِمْ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أُمِّهِ عِذَاقَهَا وَأَعْطَى رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ أَيْمَنَ مَكَانَهُنَّ مِنْ حَائِطِهِ وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ شَبِيبٍ أَخْبَرَنَا أَبِي عَنْ يُونُسَ بِهَذَا وَقَالَ مَكَانَهُنَّ مِنْ خَالِصِهِ.

Arti (selain isnad)nya:
Dari Anas bin Malik RA: “Ketika para Muhajirin telah datang (dari Makkah) ke Madinah; tangan mereka kosong tak membawa (harta) sedikitpun. Konon saat itu; kaum Anshar ahli pertanahan dan perkebunan.
Kaum Anshar menganjurkan agar kaum Muhajirin menerima harta (kebun) merekadengan imbalan menyetorkan buah dari harta (kebun mereka) tiap tahun, dan membereskan pekerjaan, serta pembiayaan (kebun) mereka.”

Konon Ibu Anas, Ummu Sulaim; adalah Ibunya Abdullah bin Abi Thalchah. Dia menyerahkan pohon pada Rasulallah SAW. Namun pohon itu, oleh nabi SAW diserahkan pada Umma Aiman mantan budaknya, yakni Ibunya Usamah bin Zaid.

Ibnu Syihab diberi khabar oleh Anas bin Malik: “Sungguh ketika telah membunuh penduduk Khaibar, Rasulallah SAW pulang ke Madinah. Maka segera mengembaikan manihah-manihah (pohon-pohon) yang buahnya diberikan tersebut.[1] 
Nabi SAW mengembalikan pohon pada Ibunya Anas RA. Sebagai gantinya, nabi SAW memberikan pohon dari kebunnya, pada Umma Aiman.”
Pelajaran Hadits Yunus pada Syabib pada Achmad: “Pohon-pohon tersebut diberikan oleh nabi SAW pada Umma Aiman, diambilkan dari harta khusus nabi SAW.”[2]

Kesimpulan:
Nabi SAW mengajarkan pada umatnya agar saling mencintai dan kerjasama dengan amanat. Karena jika sudah tidak ada orang yang amanat, dunia kiamat.


Ponpes Mulya Abadi Mulungan


[1] Pohon yang diserahkan agar diambil buahnya, bisa diistilahkan manihah.
وَكَانَ مِنْ شَأْنِ أُمّ أَيْمَن أَنَّهَا كَانَتْ وَصِيفَةً لِعَبْد اَللَّه بْن عَبْد اَلْمُطَّلِبِ وَكَانَتْ مِنْ اَلْحَبَشَةِ فَلَمَّا وَلَدَتْ آمِنَةُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَمَا تُوُفِّيَ أَبُوهُ كَانَتْ أُمّ أَيْمَن تَحْضُنُهُ حَتَّى كَبِرَ فَأَعْتَقَهَا ثُمَّ أَنْكَحَهَا زَيْد بْن حَارِثَة وَتُوُفِّيَتْ بَعْدَهُ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسَةِ أَشْهُر.
Artinya:
Konon sebagian informasi mengenai Ummu Aiman: “Sungguh dia hamba-sahaya milik Abdullah bin Abdil-Muthallib yang berasal dari Chabasyah. Ketika Aminah melahirkan Rasulallah SAW; setelah ayah Rasulillah SAW diwafatkan; Ummu Aiman yang merawat Rasulillah kecil, hingga dewasa. 
Nabi pun memerdekan lalu menikahkan dia dengan Zaid bin Charitsah. 
Ummu Aiman wafat 5 bulan setelah wafat Rasulillah SAW.

Ada catatan menarik di dalam Tajul-Urus: تاج العروس - (ج 1 / ص 1603)
منه حديثُ أُمِّ أَيْمَنَ " أَنها عَطشَتْ مهاجِرةً في يومٍ شديدِ الحرِّ فدُلِّيَ إِليها دَلْوٌ من السَّماءِ فشَرِبتْ حتَّى أَراحَتْ.
Artinya:
Termasuk penggunakan lafal ‘rachat’ adalah di dalam Hadits Ummu Aiman: Sungguh Ummu Aiman kehausan di waktu berhijrah (ke Madinah) di hari yang sangat panas. Tiba-tiba ada ember yang diturunkan dari langit menuju dia. Sontak dia meminum (isi)nya hingga (puas) dan bisa istirahat (rachat).