Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2016/12/05

PS 168: Pembebasan Syam




Pejabat tinggi Romawi pengawas keamanan Jembatan Besi (Jisrul-Chadid), setiap hari mengecek ketertiban pasukan yang berjaga. Para pasukannya diperintah agar kewaspadaan mereka ditingkatkan, tidak boleh lengah. Penjagaan keamanan dengan pasukan tempur selama beberapa hari, berjalan dengan aman. Sang pejabat itu terkejut ketika menjumpai pasukan yang berjaga sama mabuk karena minum arak. 
Para komandan dihajar bahkan pimpinan mereka hampir dibunuh oleh sang pejabat tersebut. Kalau tidak takut dimarahi oleh Raja Hiraqla, niscaya pimpinan itu telah dibunuh. 
Yuqana memaksa mereka, “Terus terang saja!” dan merayu agar mereka mengaku. 
Mereka memohon, “Asal yang mulia mau memastikan 'kami takkan ditindak'.” 
Yuqana menjawab, “Kalian takkan ditindak.” 
Mereka berkata, “Kami justru akan menyerahkan jembatan ini pada kaum Arab.” 
Ketika telah yakin bahwa ucapan mereka serius, Yuqana bertanya, “Apa tujuan kalian?.” 
Mereka menjawab, “Agar tidak diperangi oleh kaum Arab.” 
Yuqana menawarkan, “Saya bisa memohonkan jaminan selamat pada pimpinan mereka, untuk kalian. Kalau kalian mau masuk agama mereka akan lebih baik lagi.” 
Mereka menjawab, “Tuan saja tadinya sudah Islam lalu murtad kok?.” 
Yuqana menjawab, “Subhanallah! Ini hanya makar agar negeri Anthakiyah bisa saya serahkan pada kaum Arab.” 
Mereka berkata, “Kalau begitu kami serius akan menyerahkan jembatan ini pada mereka.”


Kaum Arab senang karena jembatan telah diserahkan dengan tanpa peperangan yang berat. Sebagai imbalan, memberi jaminan aman pada mereka. 

Di tempat lain, Raja Hiraqla terkejut ketika mendengar berita jembatan besi telah dikuasai oleh kaum Arab. Dia berteriak, “Siapkan serangan untuk kaum Arab!.”

Arak-arakan panjang pasukan Muslimiin telah memasuki negeri Anthakiyah. Pada Khalid, Abu Ubaidah bertanya, “Ya Ayah Sulaiman, kita telah memasuki negeri Anthakiyah. Sebentar lagi pasukan Hiraqla akan datang menyerang kita. Bagaimana kita sebaiknya?.” 
Khalid menjawab, “Sungguh Allah telah perintahpersiapkan kekuatan berupa ikatan kuda semampu kalian! Untuk menakut-nakuti Musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui. Allah tahu mereka. Sesuatu yang kalian infaqkan di Jalan Allah maka akan dibalas untuk kalian. Kalian takkan dianiaya’. [1] Perintahlah pasukan agar siaga penuh, untuk meluhurkan Islam. Tiap tim agar saling berdekatan dengan lainnya.”
Abu Ubaidah perintah agar usulan Khalid dilaksanakan. 

Arak-arakan pertama dipimpin oleh Said bin Zaid yang tergolong sepuluh orang dijamin pasti masuk surge, oleh nabi SAW. Arak-arakan itu 3.000 pasukan berkuda, dari kaum Muhajirin dan Anshar. 
Arak-arakan selanjutnya 1.000 pasukan berkuda, dipimpin oleh Rafi bin Umairah Atthai. 
Arak-arakan ketiga 3.000 pasukan berkuda dipimpin oleh Maisarah bin Masruq. 
Di belakang mereka, arak-arakan pasukan ganas yang disebut, “Jaisyuzzachf (Pasukan pengobrak-abrik),” dibawah pimpinan Khalid. 
Di belakang mereka, arak-arakan pasukan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah. Tokoh-tokoh penting yang menyertai Abu Ubaidah: 
1.     Amer bin Madikarib.
2.     Dzu Kala Al-Chimyari.
3.     Abdur Rohman bin Abi Bakr.
4.     Abdullah bin Umar.
5.     Aban bin Utsman bin Affan.
6.     Al-Fadhl bin Al-Abbas (الفضل بن العباس).
7.     Abu Sufyan bin Shakhr.
8.     Rasyid bin Dhamrah.
9.     Said bin Rafi.
10. Zaid bin Amer, dan lainnya. 
Di bagian belakang, para wanita yang keluarga mereka ditahan bersama Dhirar di Anthakiyah. Di antara mereka yang terpenting: 
1.     Saudara perempuan Dhirar, Khaulah bintul Azwar (خولة بنت الأزور).
2.     Ufairah binti Affan.
3.     Mazruah binti Amluq.
4.     Ummu Abban bintu Utbah, dan lainnya.

Wanita yang paling sedih, Khaulah. Dia membaca syair:



dengan hati berdebar, Abu Ubaidah memimpin arak-arakan pasukan, mendekati lautan pasukan Romawi, yang berderet memanjang, di dalam tenda-tenda. Ada yang berteriak, “Kaum Arab telah datang!.” 
Sontak mereka bergerak cepat, mengendarai kuda, membawa senjata, menyambut kedatangan kaum Arab. 
Arak-arakan pasukan Arab yang pertama kali mendekati, yang dipimpin oleh Said bin Zaid. Setelah itu, arak-arakan pasukan di bawah pimpinan Al-Musayyab bin Najbah Al-Fazari. Lalu arak-arakan pasukan di bawah piminan Maisarah bin Masruq Al-Absi. Lalu arak-arakan pasukan Jaisyuzzachf (Pasukan Pengobrak-abrik) di bawah pimpinan Khalid. Yang paling belakang arak-arakan pasukan Abu Ubaidah RA.

Hiraqla ketakutan saat melihat pasukan Arab. Dia menyerahkan urusan perang pada orang kepercayaannya, bernama Nastharus bin Rumil (نسطاروس بن روميل) yang sangat pemberani. Hiraqla memasuki Biara Qisan untuk mengumpulkan raja-raja bawahannya, para bathriq (patriarchs), para pengawal singgasana (Assaririah/السريرية), dan para pengawal bribadi yang belum muncul. 
Kepada mereka, Hiraqla berkata, “Hai pemeluk agama Nashrani yang mengagungkan Air Amudiyah! Dulu pernah saya katakan pada kalian akan hilangnya kerajaan dan kekuasaan kalian atas negeri Suriah, 'kini hampir terwujud'. Dulu kalian membantah bahkan akan membunuh saya. Kini kaum Arab telah memasuki wilayah kekuasaan kita! Perangilah mereka untuk melindungi harem, harta, dan bangsa kalian! Jangan takut mereka! Saya juga telah berjuang mati-matian! Bahkan telah menghabiskan harta dan simpanan kekayaan saya! Bahkan orang-orang pilihan saya pun telah gugur, ketika memerangi mereka. Namun seluruh perjuanganku tak mendapatkan hasil. Kalau tidak serius dalam memerangi mereka, kalian akan cacat! Akan hina di mata manusia! Anak-anak dan ayah-ayah kalian telah gugur dengan mulia ketika memerangi mereka! Jika tidak! Negeri kalian akan direbut oleh mereka yang menjijikkan! Gereja dan Biara kalian akan dijadikan Masjid oleh mereka! Bahkan anak-anak kalian, akan mereka perbudak! Istana-istana kalian akan mereka rebut! Ayo perangi mereka! Karena dulu telah saya perintah berdamai dengan mereka tetapi kalian menentang! Karena kalian bodoh dari kebenaran! Tak tahukah kalian, bahwa di batu nisan ilmuan besar bernama Thimaun (طيماون) murid Afyanus (أفيانوس), tertulis:
Kebenaran adalah tangga menuju yang Maha Alim. Yang mengabaikan kebenaran, berarti tak mau mendekati Penciptanya. Kebenaran adalah ruh hati dan nur akal. Barang siapa tidak berilmu maka berpenyakit. Barang siapa berpikir dengan jernih, pasti menemukan kebenaran. Yang tahu kebenaran pasti mengenal sifat lingkungannya, sehingga bisa bertindak dengan tepat. Jika mengamalkan ilmu, pasti ilmunya bertambah dan dosanya bersih.”

Jabalah berdiri dan berkata, “Yang Mulia, siasat paling tepat kita; membunuh pimpinan besar kaum Arab yang disebut Khalifah Umar yang tinggal di Madinah. Perintahlah lelaki dari Ghassan untuk membunuh dia, agar pasukan Arab di sini kacau-balau dan pulang ke negeri mereka.” 
Hiraqla menjawab, “Ini bukan tindakan yang tepat, karena ajal seorang sudah ditentukan. Hanya pendapat ini pasti banyak yang menyetujui. Silahkan laksanakan rencanamu!.”
Jabalah perintah, “Pergilah ke Yatsrib untuk membunuh Umar!” [2] pada Watsiq bin Musafir Al-Ghassani (واثق بن مسافر الغساني) yang sangat pemberani, yang berpengalaman perang.




In syaa Allah bersambung



[1]  وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ [الأنفال/60].
[2] Mereka menyebut Madinah, “Yatsrib.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar