Watsiq
bergegas melaksanakan tugas,
memacu kuda menuju Madinah. Dan
sampai di Madinah pada malam
hari.
Pagi itu Umar RA mengimami shalat subuh lalu berdoa. Lalu keluar dari kota Madinah, mencari berita Pasukannya yang Berjihad, di negeri Syam.
Watsiq
merasa beruntung karena tidak
diketahui bahwa dia bersembunyi di atas pohon di kebun milik Ibnu Dachdach
Al-Anshari (ابن
الدحداح الأنصاري). Cabang pohon yang diinjak di bawahnya, berdaun
lebat, dipergunakan
bersembunyi.
Ketika pagi menyingkir oleh datangnya siang yang panas, Umar pergi sendirian mendekati pohon yang dipanjat oleh Watsiq, lalu tidur di tempat teduh itu. Ketika tidurnya makin lelap, Watsiq menghunus belati dari sarungnya, sambil turun untuk membunuh.
Watsiq terkejut ketakutan oleh datangnya singa jantan sebesar sapi dewasa, siap melindungi Umar dari serangannya. Umar RA dijaga dan dijilati telapak kakinya, hingga bangun dari tidurnya. Dengan mata terbelalak, Watsiq ketakutan lalu turun, setelah singa besar itu pergi.
Dengan
penuh hormat dia
datang untuk mencium tangan
Umar RA. Dan berkata, “Tuan telah menjadi pimpinan yang adil, oleh karena
itu pasti aman. Demi Allah, Tuan dilindungi oleh singa besar dan para malaikat.
Bahkan jin-jin pun mengenal Tuan.”
Lalu bercerita tentang Yang Disaksikan, selama dia mengintai di atas pohon. Dan menyatakan masuk Islam. [1]
Lalu bercerita tentang Yang Disaksikan, selama dia mengintai di atas pohon. Dan menyatakan masuk Islam. [1]
Di Biara Qisan, Hiraqla menyumpah dengan berteriak, agar pasukannya takkan berlari dalam memerangi kaum Arab. Mereka juga disumpah agar sanggup tewas di dalam perang yang dianggap Suci itu. Dengan suara menggemuruh mereka mengikarkan sumpah, “Kami akan melawan mereka, meskipun harus gugur.”
Arak-arakan pasukan sangat panjang itu meninggalkan Hiraqla, untuk berperang. Salib-Salib gemerlapan dinaungkan di atas kepala tokoh-tokoh. Dengan khidmat, para rahib dan ulama Nashrani membaca Injil. Derap kaki kuda mereka bergema memenuhi ruangan yang sangat luas.
Arak-arakan pasukan Muslimiin telah berbaris rapi mengikuti pimpian mereka masing-masing. Panji mereka berkibar-kibar seakan-akan menari bahagia. Rabiah bin Mamar yang terkenal pandai menyusun syair, diperintah, “Hai Rabiah! Ucapanmu lebih tajam daripada anak panah! Mustajab untuk menggerakkan jihad kaum Muslimiin! Nasehatilah agar mereka berjihad!” oleh Abu Ubaidah.
Pasukan Romawi yang pertama kali keluar dari barisan, menantang perang, Nastarus bin Rubil (نسطاروس بن روبيل). Di tengah medan perang, dia menantang perang dengan gagah berani.
Yang
menghadapi tantangannya, Damis
Abul-Haul yang sangat
pemberani. Dan gagasan cemerlangnya telah berhasil membuat negeri Chalab (Aleppo) ditaklukkan. Sayang dalam perkelahian
seru itu, kuda
Damis jatuh dan Damis
terpelanting, punggungnya
membentur tanah.
Nastarus
melumpuhkan dan menangkap dia
secepat-cepatnya,untuk diserahkan pada orangnya.
Nastarus
kembali ke medan perang, disambut oleh Addhachak
bin Chassan Atthai (الضحاك بن حسان الطائي),
yang wajah dan gayanya mirip Khalid.
Dalam
peperangan seru, Nastarus
melawan Addhachak, ada pasukan Anthakiyah yang telah berkali-kali melihat
Khalid. Dia menyangka Addhachak adalah Khalid.
Dia
berkata, “Jagoan mereka yang telah merebut beberapa wilayah kita, telah muncul melawan jagoan kita.”
Kaum
Anthakiyah berdatangan banyak sekali, ingin
menyaksikan Addhachak
yang dikira Khalid. Nama Khalid
sangat terkenal di negeri
Anthakiyah, hingga orang-orang yang berjubel menonton perkelahian berdarah itu makin
melaut. Bahkan pasukan
berkuda Anthakiyah terhalang oleh penonton yang
makin melaut. Tali-tali panggung kehormatan Nastarus, putus oleh arus penonton. Bahkan kursi
kehormatannya juga rusak, karena terinjak-injak. Jika runtuh, panggung tinggi itu bisa menewaskan orang banyak.
Perhatian kaum Antakiyah
tertuju pada Addhachak dan
Nastarus yang berperang.
Hanya mereka lebih memperhatikan dan berharap semoga
Nastarus menang.
Ada tiga orang Anthakiyah yang tidak digubris oleh penonton. Mereka bertiga minta agar ditolong membenahi kayu penyangga, agar panggung kehormatan Nastarus tidak roboh. Namun mereka lebih senang melihat Addhachak yang dikira Khalid, daripada menolong membenahi panggung tinggi besar, yang hampir roboh.
Jalan
satu-satunya, mereka bertiga
minta, “Tali yang mengikat kau, akan
kami lepas sebentar, agar kau
menolong membenahi letak kayu penyangga ini. Agar panggung ini tidak roboh, mencelakai orang banyak? Mau kan? Tapi setelah itu, kau kami ikat lagi? Kalau
yang mulia Tuan Nastarus telah datang, kami akan memohon agar kau
dilepaskan” pada
Damis
yang segera menjawab, “Saya mau.”
Damis dilepaskan, lalu dua tangannya bergerak dan menumbukkan dua wajah orang yang telah melepaskan tali pengikatnya. Yang satu terkejut saat melihat dua temannya roboh dan sakarat. Wajah mereka berdua remuk. Dia makin terkejut oleh gerakan Damis yang tahu-tahu menyakitkan, membuat gelap dan menewaskan dirinya.
Damis
bergerak cepat mencari dan
membuka peti, mengambil baju
Nastarus. Dan bergerak cepat
mencari dan menaiki kuda yang bagus. Lalu mengambil senjata dan memberi tailalat, pada wajahnya. Dia mengambil pedang
dan harta Nastarus, lalu
memacu kuda, mendekati komandan
pasukan Nashrani bernama Chazim bin Abdi Yaghuts (حازم بن عبد يغوث).
In syaa Allah bersambung
[1] Al-Waqidi berkata, “Ini terjadi sebelum pasukan
Muslimiin memasuki negeri Anthakiyah (كانت هذه الفعلة قبل نزول المسلمين على أنطاكية).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar