Beruntung sekali mata-mata bernama Ishmah tidak menjelaskan di dalam suratnya, pada raja negeri
Izaz, bahwa ada pasukan
Arab di bawah pimpinan Malik Al-Asytar akan
menyerang.
Di dalam persembunyian, Malik mengikat tawanannya bernama Thariq, lalu menunggu
kedatangan raja negeri Rawandat dan 500 pasukannya.
Ketika malam telah kelam, derap kaki kuda mengusir sepi. Malik dan pasukannya menyergap dan mengikat raja dan 500 pasukannya.
Ketika malam telah kelam, derap kaki kuda mengusir sepi. Malik dan pasukannya menyergap dan mengikat raja dan 500 pasukannya.
Malik
menawarkan pada Thariq, “Maukah
kau masuk Agama Allah dan Rasul-Nya? Agar
dosa yang telah kau lakukan lebur? Dan agar kau menjadi saudara kami?.”
Thariq
berkata, “Sebetulnya saya pernah menyatakan Islam pada Umar, tetapi Muhammad SAW pernah bersabda ‘barang siapa murtad, maka bunuhlah!’.”
Malik
berkata, “Tetapi hukum dalam Hadits itu disalin dengan perkataan ‘laa Ilaaha illaa Allah’ berdasarkan firman Allah ‘illaa man taaba wa aamana wa amila
shaalichan faulaaaika yubaddilu Allahu sayyiaatihim chasanaat’ yang artinya: Kecuali orang yang
bertobat, beriman dan beramal shalih. Maka Allah menggantikan kejelekan mereka
pada kebaikan. [1] Oleh karena itu Rasulullah menerima
tobat Wachsyi yang telah membunuh pamannya bernama Chamzah. Dan Allah juga
menurunkan Ayat mengenai itu.”
Thariq
menyimak penjelasan Malik dengan senang, lalu berkata, “Asyhadu
an laa Ilaaha illaa Allah, wa asyhadu anna Muhammadan Abdu-Hu wa Rasulu-H.
Sekarang hatiku senang dan kebingungaku telah hilang. Semoga Allah
menyelamatkan kau di hari kiamat.”
Malik
senang dan berkata, “Semoga Allah memberi kau Petunjuk dan menetapkan
keimananmu” lalu berkata, “Ya Hamba Allah, saya ingin dosa yang telah kau
lakukan lebur.”
Thariq
bertanya, “Maksud kau bagaimana?.”
Malik berkata, “Pergilah menuju raja negeri
Izaz! Untuk memberi tahu
bahwa raja negeri Rawandat akan datang untuk menolong.”
Thariq
menjawab, “In syaa Allah akan
saya lakukan. Kalau meragukan kejujuranku, silahkan kau menyuruh orang kepercayaanmu
agar mengawasi aku. Malam telah larut; sementara yang berjaga di benteng
berpintu gerbang dikunci rapat itu 'sangat banyak'. Untuk itu saya hanya bisa
berteriak dari bibir jurang.”
Malik perintah agar kemenakannya
mendampingi Thariq, ke benteng
kerajaan Izaz, dan agar
selalu waspada. Mereka berdua segera pergi menuju benteng yang dijaga ketat
oleh pasukan bersenjata. Beberapa orang terkejut oleh suara lonceng berdentang
keras sekali. Dan ada keributan di dalam benteng.
Thariq berkata, “Ini jelas ada peperangan atau pembunuhan di dalam benteng” pada kemenakan Malik.
Thariq berkata, “Ini jelas ada peperangan atau pembunuhan di dalam benteng” pada kemenakan Malik.
Mereka berdua menyimak kegaduhan
dan teriakan di dalam benteng.
Telah
terjadi pembunuhan atas Raja Daris di dalam benteng oleh Lawan, putranya
sendiri. Lawan lelaki pemberani yang pernah diutus oleh ayahnya, agar
mengirimkan hadiah pada Raja
Yuqana yang masih kerabatnya.
Di sana, Lawan ditempatkan pada rumah mewah agar senang. Dalam waktu
beberapa bulan itu Lawan sering memasuki istana Yuqana. Dia pernah
terkejut melihat puri Yuqana yang cantik jelita dikelilingi sejumlah pelayan
dan kasim (pelayan rendahan). [2] Lawan jatuh cinta pada putri itu dan
pulang, untuk memberitahukan isi hatinya pada ibunya di Izaz.
Ibunya
berkata, “Akan saya laporkan agar ayahmu mengutus utusan, untuk melamar dan
menikahkan dia denganmu. Berapa maskawin yang diminta akan kami berikan.”
Di
saat Lawan sedih, dilanda rindu terhadap putri itu; Raja
Yuqana dan 100 pasukan Arab
datang ke kerajaan
Izaz, dan ditawan oleh ayahnya.
Raja Yuqana dan 100 pasukan Arab
dipenjara di dekat rumah mewah Lawan. Mengenai mereka, ayah Lawan berpesan,
“Jagalah!.”
Lawan berpikir, “Sungguh Raja Yuqana putra paman saya ini, lebih tahu mengenai segala agama. Kalau Islam
tidak benar, tentu dia tidak Islam. Karena sebelumnya dia memerangi kaum Arab
dengan mati-matian. Saya juga heran kenapa pasukannya bisa ditaklukkan oleh
kaum Arab yang lemah? Karena Allah menolong mereka. Saya sangat mencintai putri
dia. Mereka akan saya lepas, dan saya akan mengikuti agama mereka, dengan
syarat dia menikahkan saya dengan putrinya. Saya akan memeluk agama yang benar,
dan akan segera menyunting putrinya.”
In syaa Allah bersambung
[1] إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا
فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا [الفرقان/70].
[2]
Kasim berasal dari bahasa
Arab: حَشيمٌ. Artinya:
pelayan rendahan yang sering dibentak-bentak : الصحاح في اللغة - (ج 1 / ص 131)
.ورجلٌ حَشيمٌ، أي مُحْتَشِمٌ. وحَشْمُ الرجل: خَدَمُهُ ومَن يغضب
له، سُمَّوا بذلك لأنهم يغضبون له
Tidak ada komentar:
Posting Komentar