Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2016/11/21

PS 147: Pembebasan Syam




Mereka berdua menjelaskan semua yang ditanyakan hingga mengenai Serangan atas Kerajaan Aleppo (Chalab). Abdullah ditanya, “Ya Putra Qurth! Kenapa kaum Muslimiin tidak memasuki kerajaan bersama rakyat Chalab yang telah berdamai?.” 
Jawaban Abdullah, “Ya kaum Arab, setelah Perang Yarmuk, pasukan yang paling pemberani adalah pasukan Chalab. Banyak kaum Arab yang gugur sebagai Syuhada karena serangan mereka. Biasanya yang menjadi incaran mereka, pasukan yang berada di pinggir, di waktu sedang shalat. Setelah mereka membunuh dan merampok, lari menuju kerajaan yang dikelilingi benteng. Terkadang mereka menyerbu dan merampok atas Muslimiin ketika malam telah kelam” disimak dengan serius. 
Damis benci ketika mendengar Kisah Keberanian dan Kekejaman Yuqana. Dia berkata pada Abdullah, “Tenanglah saudara. Demi Allah, saya berharap Allah menghinakan dia melalui tangan saya.” 
Mata Abdullah terbelalak karena menilai Damis meremehkan kekuatan Yuqana. 
Abdullah bertanya, “Apa kau belum tahu bahwa pahlawan Muslimin yang gagah berani belum ada yang mampu melawan dia? Dia telah dikepung pasukan Muslimiin berbulan-bulan tetap belum bisa ditaklukkan?.” 
Damis tersinggung dan marah karena merasa diremehkan. Dia berkata, “Demi Allah hai Abdullah, kalau kau bukan saudara Muslimiin, telah saya bunuh sebelum saya membunuh Yuqana. Jangan sekali-kali membandingkan diriku dengan lelaki siapapun. Kalau kau kurang percaya dengan ketangkasanku dalam berperang, tanyakan pada para tetangga saya yang berada di sini! Mereka semua kagum dengan kepiawaianku dalam berperang. Banyak pasukan yang telah saya obrak-abrik. Ketangkasan saya dalam berperang sempurna tanpa cacat sedikitpun, hingga banyak orang menggeleng-gelengkan kepala karena takjub. Karena segala Puji milik Allah lah, saya menjadi pahlawan berkuda yang tak pernah berlari dari perang.”
Beberapa orang nasehat pada Abdullah, “Sudara, bersabar dan mengalahlah pada Damis orang beruntung. Bagi Damis, jauh adalah dekat, sulit adalah mudah. Demi Allah memang dia sangat pemberani dan belum pernah dikalahkan oleh siapapun. Kalau berperang, dia pasti berada di depan, kalau lari tidak mungkin bisa ditangkap.” 
Abdullah menjawab, “Saya berharap Allah memberi Kebaikan padanya, bermanfaat pada Muslimiin.”
Abdullah dan Muslimiin menambahi kecepatan berjalan hingga sampai Chalab. Mereka mengibarkan panji, membaca takbir dan shalawat, lalu menemui Abu Ubaidah yang sedang mengepung istana. 
jawaban takbir Abu Ubaidah dan pasukanya untuk mereka, membahana.
Abu Ubaidah mendekat untuk mengucapkan salam; Abdullah dan rombongannya menjawab salam dengan serempak. Semua keluarga besar berkumpul menjadi golongan. 

Yuqana yang ditunggu-tunggu tak pernah muncul di siang hari, dan pasukannya tak pernah lagi melancarkan serangan atas Muslimiin.    
Muslimiin yang baru datang terdiri dari kaum Thai (طيء), Sanis, Nabhan, Kindah, dan Chadhramaut, merasa keberatan jika menunggu musuh terlalu lama. Damis berdiri di tengah-tengah keluarganya yang terdiri dari kaum Tharif dan Kindah, untuk berkata, “Demi Allah, kita memang harus bersabar mengepung.” 
Mereka bertanya, “Apa gunanya ada kau?.” 
Damis menjawab, “Tenang, kita harus menyadari bahwa musuh berada di benteng yang kokoh dan tinggi sekali, dan kita ini sudah paling dekat dengan mereka.” 
Mereka menyeru Damis, “Ya Abal-Haul, raja yang berada di dalam benteng ini mengintai kelengahan kita. Dan barisan kita paling pinggir yang akan menjadi korban serangan mereka.”
Tiba-tiba teriakan di pinggir pasukan meledak; Damis menghunus pedang andalannya lalu bergerak cepat menuju keributan. Ternyata Yuqana muncul dengan 500 pasukan Berani Mati, mengamuk pasukan Mulimiin bagian pinggir. Damis mendekat sambil membaca syair:

Akulah Abul-Haul bernama Damis
Akulah yang menusuk lawan dengan bengis
Singa pemburu pahlawan penakluk
Yang memaksa musuh hancur dan tunduk

Tangan Damis mengayun-ayunkan pedang atas pasukan Yuqana. Keluarga besar Tharif berlari membantu Damis menyerbu. Yuqana terkejut setelah melihat pasukannya berjumlah 200 orang berguguran oleh serangan ganas Damis dan keluarga besarnya. 
Yuqana dan pasukannya berlari dan dikejar oleh Damis dan kaum Kindah. 
Abu Ubaidah berteriak, “Jangan dikejar karena gelap!.” 
Beberapa orang menyeru Damis, “Hai Abal-Haul! Pimpinan melarang kau mengejar mereka! Kembalilah semoga Allah merahmati kau!.” 
Malam itu, Damis dan pasukan Kindah berbahagia karena mampu mengalahkan pasukan Yuqana.
Di pagi yang indah itu, Abu Ubaidah mengimami shalat subuh berjamaah. 
Seusai shalat, kaum Muslimiin berangkat pada pos mereka masing-masing. Hanya beberapa tokoh yang masih duduk dan omong-omong di tempat. Pada Abu Ubaidah, Khalid berkata, “Semalam Allah memberikan Anugerah pada kau dan Muslimiin. Pasukan Kindah telah berhasil mengalahkan pasukan Yuqana. Ternyata pasukan Yuqana ketakutan menghadapi serangan pasukan Kindah.” 
Abu Ubaidah menjawab, “Kau benar Ayah Sulaiman, demi Allah kaum Kindah telah berjasa dalam peperangan ini. Saya mendengar mereka berkata ‘Damis telah berjasa. Abu-Haul serangannya dahsyat’.” 

Seorang tokoh dari Kindah bernama Suraqah bin Mirdas bin Yakrib (سراقة بن مرداس بن يكرب) berdiri untuk berkata, “Semoga Allah berbuat baik pada Baginda. Dia Abul-Haul, mantan hamba sahaya Tharif. Dia yang datang kemari kemarin, serangannya membuat para jagoan berlarian dan musuh tewas. Dia orang yang tak takut musuh berjumlah banyak.” 
Pada Khalid, Abu Ubaidah bertanya, “Kau dengar Suraqah memuji mantan hamba sahayanya bernama Damis?.”
Khalid menjawab, “Saya juga telah mendengar dari Numan bin Asyirah Al-Mahri (النعمان بن عشيرة المهري) mengenai Keberaniannya. Numan berkata:

‘Sungguh Damis pernah menantang berkelahi, pada  tujuhpuluh lelaki di pantai Mahrah’, membela kaumnya. Karena sudah mengenal keberanian dan keganasannya, kaum Mahrah menyerahkan harta dan binatang kendaraan, daripada dibunuh. Dari mereka ada yang lari ke kaki gunung; ada yang lari ke pantai menghindari serangannya. Dia mencari di mana mereka lari. Setelah tahu tempat persembunyian mereka, dia pulang, mengajak kaumnya memerangi mereka. Ternyata kaumnya tidak ada yang bisa mengabulkan ajakannya, karena sama repot.
Dia sangat menguasai jalan sesulit apapun. Bahkan dia juga bisa mengendalikan perahu. Dia memasuki rumahnya untuk mengumpulan perbekalan yang dimasukkan ke dalam kantong besar, lalu diangkat di atas pundaknya. 
Seorang lelaki terkejut dan bertanya ‘mau kemana membawa bekal banyak?’ pada dia yang akan pergi jauh.
Dia menjawab, ‘hai kaumku, saya sendiri yang akan mencari keluarga Syaar (الشعر) (di Mahrah), untuk membalaskan keluarga kita yang mereka aniaya’. 
Beberapa orang tua berkata, ‘kau ini luar biasa, jumlah lelaki yang akan kau lawan 70 orang. Kami belum pernah tahu seorang yang sanggup melawan 70 orang kecuali kau ini. Sebaiknya kau mengendarai kuda yang bagus. Kuda yang bagus hanya dimiliki oleh keluaga besar Chayas (حياس) yang kampungnya di wilayah Asfal (أسفل)’.
Dia singgah di Asfal. Di situ dia mengumpulkan harta rampokan, berupa kuda dan unta yang makin lama makin banyak. Dia berkata, ‘Demi Allah, saya jago berkelahi, kalian percaya nggak? Saya yakin kalian akan tahu bahwa saya bukan murni penjahat, karena semua tindakanku atas alasan yang kuat’.
Beberapa tetangga sempat menengok dia di Asfal, tapi lalu meninggalkan. Dia juga menengok kampungnya, sambil mengambil pedang dan perisai. Dia pergi menyusuri jalan selama sehari semalam, hingga sampai jurang. 
Di malam yang hampir pagi itu, dia mendekamkan dan mengikat untanya di jurang tersebut. Lalu bersembunyi di antara dua batu besar, mengamati kaum yang akan diserang. Malam berikutnya dia berpindah untuk mengamati lebih cermat, kaum yang akan diserang. Dia menaiki perbukitan, untuk mengamati kaum itu, dan menyalakan api unggun.”


In syaa Allah bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar