Khalid menjawab,“Saya termasuk sahabat Nabi Muhammad SAW.”
Dia bertanya, “Hai para pemuda Arab! Penipuan ini akan kalian lakukan berapa kali? Demi kebenaran
Al-Masih! Kalau orang yang saya maksud belum kami saksikan! Kami takkan membukakan pintu gerbang negeri ini, untuk kalian! Dan kami takkan menggubris
kalian, meskipun kalian memerangi kami selama 20 tahun!.”
Lalu dia menoleh dan
pergi dengan angkuh.
Abu Ubaidah menulis surat:
بسم الله
الرحمن الرحيم
Kepada Hamba Allah Umar bin Al-Khatthab. Dari pegawainya bernama Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrach. Ammaa
bakd:
السلام عليك
Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus
disembah. Dan mendoakan shalawat untuk Nabi-Nya SAW. Ketahuilah ya Amiral
Mukminiin, bahwa kami telah 4 bulan bertempat tinggal di Iliyak (إيلياء/Baitullah), menyerang
penduduknya. Peperangan yang tak pernah berhenti ini membuat pasukan Muslimiin
berat, karena terlalu dingin dan hujan mengguyur terus menerus. Syukurlah mereka
tabah dalam perjuangan berat ini, karena mengandalkan Tuhan.
Di hari suarat ini saya tulis, pimpinan Baitul-Maqdis yang
diagung-agungkan oleh rakyatnya muncul dan menjelaskan bahwa dia dan lainnya
pernah membaca ‘yang mampu merebut negeri mereka, sahabat Nabi SAW bernama
Umar’. Dia tahu tanda-tanda sahabat itu, karena tertulis di dalam kitab mereka.
Dia minta agar pertumpahan darah dihentikan.
Dalam gencatan senjata sementara ini, hendaklah Baginda datang
untuk membantu, menaklukkan negeri ini, dengan perjuangan nyata.
Abu Ubaidah melipat dan mengecap surat, lalu bertanya, “Hai Muslimiin!
Siapa sanggup mengantar surat ini pada alamatnya? Allah yang akan memberi upah?.”
Maisarah bin Masruq menghadap untuk menyanggupi perintahnya,
“Saya sanggup mengantar dan in
syaa Allah, beliau akan datang kemari bersama saya.”
Abu Ubaidah memberikan surat dan berkata, “Ini suratnya, semoga
Allah memberi kau Barakah!.”
Maisarah menerima surat lalu menaiki unta besar berkelasa besar,
untuk berangkat ke Madinah, bersama teman-temannya.
Di malam indah itulah Maisarah memasuki kota Madinah. Dia
berkata, “Demi Allah saya tidak akan mampir dulu pada seorang.”
Dia menambatkan untanya di pintu
gerbang Masjid, lalu masuk untuk mengucapkan salam pada Rasulallah SAW dan Abu Bakr RA yang telah terkubur. [1]
Maisarah yang telah beberapa malam
terhalang tidurnya, berbaring di Masjid dan tidur sangat pulas.
Yang
membangunkan dia, suara Ali RA di pagi buta, untuk meminta agar Umar RA mengimami shalat subuh, “Asshalah, rahimakumullooh!.” [2]
Maisarah bangun untuk berwudhu dan mengikuti shalat berjamaah
subuh, di belakang Umar RA. Ketika Umar berdiri untuk meninggalkan mihrab, Maisarah menjumpai dan
mengucapkan salam.
Umar menerima jabat-tangan sambil mengamati Maisarah, lalu wajahnya
cerah karena bahagia. Dan bertanya, “Bagaimana khabar Muslimiin di sana?.”
Maisarah menjawab, “Baik-baik, semuanya aman" Dan
memberikan surat.
Kaum Muslimiin mendengarkan Umar
membaca surat, lalu bahagia, namun hati mereka berdebar-debar.
Umar bertanya
pada jamaah, “Sebaiknya saya harus bagaimana, semoga Allah menyayang Kalian?.”
Semua Muslimiin diam untuk berpikir. Yang pertama kali menjawab
Utsman bin Affan RA, “Ya Amiral Mukminiin, sungguh Allah telah
merendahkan dan mengusir Kaum Romawi dari negeri-negeri Syam, dan menolong kaum
Muslimiin yang telah mengepung mereka di Iliyak, dengan perjuangan yang berat.
Semakin lama kaum Romawi semakin ketakutan. Jika Baginda tidak segera datang ke
sana, kaum Romawi akan menganggap Baginda meremehkan mereka yang telah
terang-terangan minta, agar Baginda datang. Mereka telah berjanji jika melihat Baginda,
akan menyerahkan negeri mereka, dan membayar pajak.”
Umar menjawab, “Jazaakalloohu khoiro (semoga Allah membalas kebaikan
padamu).”
Lalu bertanya, “Siapa yang mempunyai pandangan lain?.”
Ali RA berkata, “Saya punya pandangan yang akan saya sampaikan.”
Umar bertanya, “Bagaimana menurutmu, hai Ayah Chasan?.”
Ali RA berkata, “Pasukan Muslimiin yang telah berjuang dengan
berat, minta agar Baginda datang untuk membantu menaklukkan negeri
Baitul-Maqdis. Saya yakin jika Baginda mau pergi ke sana, Allah segera memberi Kemenangan. Berarti kedatangan Baginda yang akan mengalami haus dan lapar di
dalam menyusuri jurang dan gunung untuk ke sana, berpahala besar. Yang pasti
kedatangan Baginda kesana akan berbuah ganda: Kemenangan, Muslimiin segera
istirahat dari perang, dan perdamaian. Sebaiknya segera kesana mumpung pasukan
Muslimiin belum berputus-asa. Mumpung bala bantuan lawan belum datang. In syaa Allah Taala itu yang tepat.”
Dengan berwajah cerah Umar berkata,
“Utsman telah menyumbang pandangan baik mengenai siasat menaklukkan lawan, demi
kebaikan Muslimiin. Jazaakumalloohu
khoiro. Namun yang akan saya laksanakan, usulan Ali yang bagus, yang
serangannya dibarokahi.”
Beberapa orang
meneteskan air mata karena melihat kekompakan tokoh-tokoh mereka, dan karena
mendengar berita perjuangan
para pejuang Muslimiin sangat gigih.
Umar perintah agar dipersiapkan perbekalan untuk perjalanannya
ke Baitul-Maqdis.
Beberapa Muslimiin sibuk mempersiapkan keberangkatan Umar dan
pasukannya. Umar shalat 4 rakaat di dalam Masjid Nabawi, lalu mendekati
kuburan untuk mengucapkan salam pada nabi SAW dan Abu Bakr RA. Yang diserahi
agar mewakili Umar di Madinah, Ali RA.
Muslimiin yang melepaskan pemberangkatan Umar dan rombongannya, banyak sekali. Banyak di antara mereka yang berdoa untuk rombongan Umar RA sambil meneteskan air mata.
Muslimiin yang melepaskan pemberangkatan Umar dan rombongannya, banyak sekali. Banyak di antara mereka yang berdoa untuk rombongan Umar RA sambil meneteskan air mata.
Umar mengendarai unta merah
berbekal tepung, kurma, satu gereba air bersih. Di antara rombongan itu banyak
veteran Perang Yarmuk. Yang terpenting di antara mereka Zubair, Ubadah bin
As-Shamit dan Amer bin Malik RA.
Jika istirahat untuk
shalat, Umar RA menyampaikan nasehat, “Segala Puji bagi Allah yang
telah menjayakan Kita dengan Islam, dan memuliakan Kita dengan Iman, dan
memberi Nabi Istimewa SAW. Dan memberi Hidayah (Petunjuk) dari kesesatan,
mengumpulkan kita dari perpecahan dengan Kalimat Taqwa. Dan menyatukan Hati
kita, menolong mengalahkan Musuh kita, memberi Tempat Layak di Bumi-Nya,
menjadikan Kita bersaudara saling mencinta. Oleh karena itu pujilah Allah!
Karena Nikmat yang sempurna ini semua, hai Hamba-Hamba Allah! Karena Allah akan
menambah dan menyempurnakan Nikmat pada orang yang minta ditambah, yang cinta
dan yang bersyukur pada-Nya.”
Umar
mengeluarkan tepung dan kurma untuk persiapan makan bersama pasukannya. Setelah
siap, berkata, “Ayo silahkan makan dengan leluasa!.”
Mereka makan bersama-sama.
Umar melanjutkan perjalanan.
Jika telah lelah, istirahat dan shalat berjamaah, lalu
menyampaikan nasehat pada pasukannya.
Umar dan pasukannya memasuki perairan bernama Dzatul-Manar
wilayah kota Judzam.
Ketika Umar dan pasukannya datang, banyak orang berada di
perairan itu. Tiba-tiba datang beberapa orang untuk berkata, “Ya Amiral
Mukminiin, ada lelaki yang memperistri kakak-beradik saudara kandung.”
Sontak Umar marah, “Bawa kemari orangnya!.”
Lelaki itu didatangkan dan ditanya, “Siapakah dua wanita ini?” oleh
Umar.
Lelaki itu menjawab, “Istri saya.”
Umar bertanya, “Apakah hubungan antara duanya?.”
Dia menjawab, “Kakak-beradik.”
Umar bertanya, “Agamamu apa? Islam kan?.”
Dia menjawab, “Betul.”
Umar bertanya, “Apa kau tak tahu bahwa ini hukumnya haram? Allah
berfirman di dalam Kitab-Nya ‘wa an tajma’uu bainal ukhtaini illaa maa qad
salaf (dan yang diharamkan)
jika kalian mengumpulkan dua saudara, kecuali yang telah berlalu)?’.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu, setahu saya itu halal.”
Umar membentak, “Bohong kau, demi Allah itu haram. Yang satu
harus kau cerai! Jika membangkang! Lehermu saya potong!.”
Dia ketakutan dan bertanya, “Betulkan saya akan ditindak?.”
Umar menjawab dengan tegas, “Betul! Demi Allah satu-satunya
Tuhan yang harus disembah.”
Dia berkata, “Berarti agama ini jelek.”
Umar membentak, “Mendekatlah kemari!” Lalu menekan leher lelaki
itu dengan cambuk dua kali, lalu bertanya, “Kau berani menghina agama yang
diridhoi oleh Allah, untuk Malaikat-Malaikat, Rasul-Rasul, dan Makhluq
Pilihan-Nya?! Cerailah yang satu! Jika membangkang kau akan saya dera!” dengan
geram.
Dia menjawab, “Saya cinta pada semuanya. Akan saya undi saja,
yang undiannya keluar berarti istri saya, meskipun semua saya cintai.”
Setelah undian untuk satunya keluar, yang satu ditalak.
Umar berkata, “Hai Nak! Ingatlah perkataanku! Jika kau murtad dari Islam! Kau akan saya bunuh! Jika yang telah kau cerai ini kau jimak lagi! Kau akan saya rajam!.”
Umar berkata, “Hai Nak! Ingatlah perkataanku! Jika kau murtad dari Islam! Kau akan saya bunuh! Jika yang telah kau cerai ini kau jimak lagi! Kau akan saya rajam!.”
Umar dan pasukannya berjalan melewati desa Bani Murrah. Di desa
itu ada kaum yang dipanggang di bawah matahari. Umar bertanya, “Kenapa mereka
disiksa?.”
Beberapa orang menjawab, “Karena tidak melunasi pajak.”
Umar bertanya, “Mereka punya alasan nggak?.”
Beberapa orang menjawab, “Alasannya tidak mampu.”
Umar perintah, “Lepaskan jika tidak mampu, jangan dipaksa! Saya
pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda ‘jangan menyiksa manusia. Barang siapa
menyiksa manusia, maka Allah akan menyiksa dia di hari kiamat’.”
Sejenak kemudian orang-orang itu dibebaskan.
Sejenak kemudian orang-orang itu dibebaskan.
Umar dan pasukannya berjalan sampai kota Wadil-Qura (وادي القرى). Di kota itu, ada
lelaki tua juru kunci telaga. Dia bersahabat karib dengan pemuda yang dicintai.
Pada lelaki tua itu, si pemuda berkata, “Boleh nggak istrimu saya tiduri sehari
semalam? Dengan imbalan untamu saya gembala, dan saya urusi hingga semuanya
beres?.”
Lelaki tua menjawab, “Silahkan.”
Ternyata ada orang mendengar pembicaraan mereka berdua, yang
lalu datang untuk melaporkan pada Umar.
Umar perintah, “Bawa kemari orang itu!.”
Umar perintah, “Bawa kemari orang itu!.”
Lalu pada mereka berdua, bertanya, “Apa agama kalian berdua?.”
Mereka menjawab, “Islam.”
Umar bertanya, “Apa betul laporan yang disampaikan pada saya?.”
Lalu menuturkan laporan yang telah diterima, pada mereka berdua.
Orang tua itu berkata, “Laporan itu betul, ya Amiral
Mukminiin.”
Umar bertanya, “Apakah kalian berdua tidak tahu bahwa ini
haram di dalam Islam?.”
Mereka berdua menjawab, “Demi Allah kami tidak tahu bahwa
hukumnya haram.”
Pada lelaki tua, Umar bertanya, “Kenapa kau rela
menyerahkan istrimu padanya?.”
Dia menjawab, “Karena saya tak punya keluarga yang bisa
menolong, sehingga saya berkata padanya, “Kamu mau kan, menggembala dan memberi
minum binatang? Dengan imbalan meniduri istriku? Sekarang saya telah tahu bahwa
demikian itu haram, dan takkan saya ulangi lagi.”
Umar perintah, “Bawa pulang istrimu! Dia takkan ditindak!.”
Lalu melarang pada pemuda, “Jangan kau dekati wanita itu! Jika kau
mengulangi lagi! Lehermu saya penggal!.”
Umar RA dan pasukannya berjalan menuju Syam. Mantan budak
Umar bernama Aslam bin Burqan ikut dalam perjalanan.
Pasukan Muslimiin di
Baitul-Maqdis sangat
berbahagia, ketika menyaksikan dari jauh, pada Umar dan pasukannya yang
berdatangan.
Umar perintah agar Zubair mendekati arak-arakan pasukan Muslimiin yang bergerak mendekat.
Setelah didekati oleh Zubair, ternyata mereka pasukan Muslimiin
dari Yaman yang diutus oleh Abu Ubaidah, agar mengecek kebenaran berita
Kedatangan Umar dan Pasukannya.
[1]
Mengucapkan
salam pada orang yang telah meninggal boleh. Riwayat Al-Bazar yang dhoif ini, masih bisa digunakan sebagai hujah
karena tidak maudhuk dan Hadits yang memperkuat ada: مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - (ج 1 / ص 479)
باب ما يقول إذا زيارة القبور
عن عمر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
خرج إلى البقيع بقيع الغرقد فقال السلام على أهل الديار من المسلمين والمؤمنين
ورحم الله المستقدمين وإنا إن شاء الله لاحقون يعني بكم. رواه البزار وفيه غالب بن
عبد الله وهو ضعيف
Artinya:
Dari Umar
RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah keluar ke Baqik (Gharqad) untuk
bersabda, “Assalaamu alaa ahlid diyaari minal Muslimiin wal Mu’miniin. Warachima Allaahul Mustaqdimiina. Wa innaa in syaa
Allaahu laachiquuna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar