Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/06/04

PS 129: Pembebasan Syam






Syurachbil bin Chasanah menyerahkan panji pada seorang, sambil berpesan, “Bertempatlah di tempatku ini! Jika saya gugur! Serahkan panji ini pada Abu Ubaidah! Agar diserahkan pada orang kepercayaannya! Jika saya menang, panji ini akan saya bawa lagi!.”
Lelaki itu menerima panji. Syurachbil menjalankan kudanya kearah raja Allan, sambil membaca syair:


Raja Allan mendengar syair itu, tapi tidak paham. Karena dia hanya mengetahui sedikit dari bahasa Arab. Dia bertanya, “Kau ini membaca apa?.”
Syurachbil menjawab, “Sudah menjadi kebiasaan orang Arab, membaca syair sebelum perang! Agar perangnya bertambah garang! Dan bertambah yakin pada Pertolongan Allah! Yang dikabarkan oleh nabi kami.”
Raja bertanya, “Apa janji yang telah disampaikan oleh nabi kalian?.”
Syurachbil menjawab, “Beliau menjelaskan'Allah menjanjikan pada kami! Bumi akan kami kuasai! Mulai dari panjang hingga lebarnya! Negeri-negeri Syam juga akan kami kuasai! Kami akan menjadi kaum penakluk berkat Pertolongan Allah'.”
Raja Allan membantah, “Allah takkan menolong kalian yang telah menganiaya kami dan telah merampas hak kami!.”
Syurachbil menjawab, “Kami diperintah oleh Allah agar memerangi kalian! Dan bumi akan diwariskan pada Hamaba-Nya yang Dia kehendaki! Dan akhir dari perang ini akan dimenangkan oleh kaum Taqwa! Saya tahu kau bisa berbahasa Arab! Jika kau berhenti dari menyembah Salib, dan masuk agama Islam! Kau tergolong ahli surga dan beruntung.”
Allan membantah, “Saya takkan meninggalkan agama Al-Masih hingga kapanpun, karena agama dia benar.”
Syurachbil menjawab, “Kalau begitu jangan kau katakan 'dia Tuhan' yang wajib disembah! Dan jangan mengatakan 'dia telah wafat di atas Salib!' Memang dia dulu, pernah dihidupkan oleh Allah di dalam bumi, hingga umur tertentu. Lalu diangkat ke langit.” 
Allan berkata, “Saya takkan merubah pendirian saya.”
Lalu mengeluarkan Salib yang menggelayut di lehernya, untuk diangkat di depan matanya. Dan berdoa agar diberi kemenangan.
Syurachbil marah karena melihat perbuatan syirik. Dan menggertak, “Celaka kau dan orang yang menyertai kau! Dan orang yang sefaham denganmu!.”

Syurachbil menyerang dia yang telah siap menangkis dan melawan. Peperangan dua tokoh yang seru itu, menarik perhatian orang banyak. 
Pasukan Muslimiin mendoakan, semoga Syurachbil menang.

Syurachbil menghindar dan memacu kudanya agar menjauh. Musuhnya mengejar dengan kuda, namun lalu terkejut oleh tombak Syurachbil yang terayun cepat sekali ke arah lehernya. Tombak mematuk ruangan kosong lalu ditarik cepat. Ternyata dihindari.
Allan berkata, “Hai orang Arab! Ternyata kau hanya pura-pura takut.”
Syurachbil menjawab, “Goblok! Perang boleh berpura-pura! Bahkan bersiasat adalah penting.”
Musuhnya menghina, “Sayang tipuanmu tak berhasil.”
Dua orang saling menyerang dengan garang, hingga pedang mereka berdua patah. Mereka berdua berkelahi dengan seru di atas kuda masing-masing. Yang musyrik tinggi besar; Syurachbil kurus karena sering berpuasa. Yang musryik mendekap sekuat tenaga untuk membunuh Syurachbil, di depan para menonton.
Dhirar marah karena tahu bahwa hidup Syurachbil terancam. Hatinya mencela pada dirinya, “Hai Dhirar! Kenapa kau membiarkan penulis Wahyu Rasulillah SAW itu akan dibunuh musuh?.”
Lalu berjalan sangat cepat, sambil menghunus belati, untuk ditusukkan pada punggung Raja Allan yang segera jatuh. Setelah lepas dari sekapannya, Syurachbil turun dari kuda, mengambil yang dimiliki raja yang telah tewas. 

Dhirar menaiki kuda, kembali bergabung pada pasukan Muslimiin, bersama Syurachbil. Di sana Syurachbil mendapat ucapan selamat, dan Dhirar menerima ucapan syukur atas jasanya, membunuh Allan.
Dhirar berkata, “Ini hak saya! Karena saya yang membunuh.”
Syurachbil membantah, “Saya kan yang mengambil dari sana.”
Mereka berdua datang pada Abu Ubaidah agar diadili. Karena tidak terima dengan hukum Abu Ubaidah, Abu Ubaidah melaporkan mereka berdua pada Umar RA, melalui surat:
“Wahai Amirul Mukminiin, sungguh seorang pria telah berkelahi dengan kesulitan, melawan orang kafir. Tiba-tiba ada lelaki yang menolong membunuhkan orang kafir itu. Lalu siapa di antara duanya yang lebih berhak mendapatkan rampasan musuh?.”

Jawaban Umar RA, “Yang berhak mengambil rampasan, yang telah membunuh.”

Abu Ubaidah menarik rampasan perang dari Syurachbil, untuk diberikan pada Dhirar. Lalu membacakan ayat yang artinya, “Itulah Kefadholan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki.”  [1]

Setelah Raja Allan tewas, pasukan Romawi sangat marah. Seorang dari mereka yang gagah berani muncul, berkendaraan kuda, menantang perang satu lawan satu.
Zubair bin Al-Awwam muncul untuk menyerang dengan garang hingga menang. Lelaki itu tewas dan harta yang dimiliki dirampas.

Lelaki kedua muncul dengan marah, untuk menantang perang. Namun serangan Zubair yang ganas membuat dia tewas.
Lelaki bersenjata ketiga muncul untuk menantang, tetapi dia terkejut karena serangan Zubair terlalu dahsyat. Tahu-tahu dia terlempar tewas, oleh pedangnya yang tajam.
Lelaki keempat muncul untuk menantang perang, namun dalam waktu cepat tewas oleh tebasan pedangnya.

Pada Abu Ubaidah, Khalid melaporkan, “Sungguh Zubair sendirian telah membunuh beberapa jagoan mereka, untuk mencari Keridhoan Allah. Saya yakin kini dia terlalu capai.”
Abu Ubaidah berteriak agar Zubair mundur dan istirahat. 
Zubair mundur menuju tempatnya semula.

Seorang bathriq Romawi, raja negeri Rusia muncul, menantang perang. Dialah menantu raja Allan yang telah dibunuh oleh Dhirar, dengan belati. 
Raja bermahkota gemerlapan itu dilawan oleh Khalid. dengan serangan beruntun ganas sekali, hingga roboh dan tewas.
Hartanya, mahkotanya, ikat pinggangnya, Salibnya, dan baju-perangnya, laku dijual 15.000 dinar.

Setelah mendapat laporan bahwa dua raja tewas, Mahan marah dan berkata, “Kurang ajar! Dalam sehari dua raja kita gugur! Berarti Al-Masih takkan menolong kita.”
Lalu perintah agar para jago panah meluncurkan anak panah dengan serempak. Sejumlah 100.000 anak panah melesat cepat hampir bersamaan, ke arah pasukan Muslimiin.
Jumlah anak panah yang melukai pasukan Muslimiin cukup banyak; yang membuat mata menjadi buta, 700 anak panah.
Hari itu disebut Hari Atta’wir (التعوير), yang artinya ‘membuat mata buta sebelah’. Tokoh-tokoh penting yang matanya terkena anak panah:
1.     Al-Mughirah bin Syubah.
2.     Said bin Zaid bin Amer.
4.     Rasyid bin Said.
5.     Dan lainnya.

Ketika terkena anak panah, mereka terkejut dan mengaduh, “Oh mataku!.”
Beberapa orang bertanya pada temannya, “Matamu terkena apa?.”
Ada yang menjawab, “Jangan menjawab ‘mushibah!’ Yang benar ‘Ujian Allah’.”
Pasukan menarik tali kendali kuda, untuk mundur kebelakang.

Mahan perintah agar pasukan berpanah menghujankan anak panah lagi. Pasukan yang disatukan dengan rantai, diperintah agar maju menyerang. Pasukan Muslimiin terdesak kebelakang. Apalagi setelah petinggi Romawi: Raja Jarjir, Raja Qanathir, dan Raja Qurin, turun tangan di medan perang. Apalagi setelah Raja Mahan pimpinan tertinggi berteriak, “Serang terus! Hujani mereka dengan anak panah!.”
Luarbiasa, anak-panah berhamburan banyak sekali, membuat pasukan Muslimiin mundur dan menangkiskan perisai.
Peperangan sangat mendebarkan.
Pasukan yang disatukan dengan rantai maju kedepan, membawa tongkat besi gemerlapan untuk menyerang. Suara gaduh dan riuh bersaut-sautan mengusir sepi. Pasukan Muslimiin dikepung oleh lautan pasukan Romawi berjumlah sekitar sejuta lebih.
Sebagian pasukan Romawi juga menyerang hingga pasukan Muslimiin yang jauh lebih sedikit, mundur ke belakang.

Ubadah bin Amir membaca, “Laa chaula wa laa quwwaa illaa bi Allah Al-Aliyyil Adliim! Ya Allah! Turunkan PertolonganMu, yang pernah Kau pergunakan menolong kami, di semua tempat!.” [2]
Pada kaum Chimyar, dia berteriak, “Kenapa kalian lari dari surga menuju neraka? Apa kalian mau nama kalian tercoreng? Lalu bagaimana kalian nanti di sisi  Al-Jabbar (yang Maha Pemaksa)? Dia Maha Tahu segala rahasia! Tahu kalau kalian lari dari kaum kafir!.”
Tetapi tidak ada yang menjawab ucapannya yang keras itu. Karena semua Muslimiin sedang kesulitan menghadapi lawan.

Perang terlalu dahsyat.
Ubadah bin Amir berteriak lagi, memanggil tetangga-tetangga sekampungnya. Namun semuanya diam, karena peperangan terlalu berat. Dia memperbanyak membaca“Laa chaula walaa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyil Adliim.”
Pertolongan dari Allah turun, di saat sebagian pasukan Muslimiin berlarin ke belakang, naik gunung. Para pembawa panji lah yang berperang mati-matian melawan kawanan lawan.  
    
Abdullah bin Qurth Al-Asadi termasuk tokoh Perang Yarmuk, menyampaikan penyaksian:

Selama perang berlangsung, yang paling berat adalah Hari Atta’wir (التعوير), yang artinya ‘membuat mata buta sebelah’. Barisan pasukan berkuda Muslimiin mundur kebelakang. Sejumlah pimpinan dan para pembawa panji Muslimiin bertahan mati-matian.
Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan, Amer bin Al-Ash, Al-Musayyab bin Najibah, Abdur Rohman bin Abi Bakr, dan Al-Fadhl bin Al-Abbas, berperang dengan garang melawan pasukan yang jumlahnya banyak sekali.
Di dalam hati, saya berkata, “Pasukan kita yang berani melawan musuh tinggal sedikit.”
Beruntung sekali para wanita Muslimaat yang zaman dulu mengikui nabi SAW berperang, untuk mengobati luka dan mencarikan air, ikut membantu kami berperang. Bahkan wanita Muslimaat yang ikut berperang jauh lebih banyak, daripada ketika zaman nabi, atau ketika Perang Yamamah, di bawah pimpinan Khalid.
Justru ketika pasukan Muslimiin sama berlari, para Muslimaat turun dari gunung untuk melawan pasukan Romawi. Mereka mengayun-ayunkan pedang hingga musuh berhamburan dan berguguran. Pemimpian mereka, para Muslimaat yang dulu bergabung hijrah bersama Rasulillah SAW.
Para tokoh wanita itu berteriak, menyebut nama keluarga besar dan nama panggilan sejumlah orang, untuk menggerakkan Muslimaat lainnya yang ada. Mereka bertekat perang mati-matian melawan Musuh Allah. Sebagian lagi, memukul wajah kuda pasukan Muslimiin yang lari kebelakang. Sebagian lagi, sama mengangkat anak-anak sambil berkata, “Belalah kami dan anak kita!.”
Ternyata kegigihan para Muslimaat, membuat pasukan Muslimiin maju lagi dengan kuda mereka, untuk menyerbu.
Sejumlah wanita Muslimaat dari Lakhm, Judzam, dan Khaulan, mundur akan lari.
Tokoh-tokoh mereka: Khaulah binti Al-Azwar, Ummu Chakim, Salma binti Luai (سلمى بنت لؤي), maju, untuk memukul sejumlah Muslimiin yang lari, agar maju lagi. Kaum Muslimin kembali lagi menyerang, dengan tekat bulat 'harus menang'. Meskipun diri mereka harus mati.
Yang berada di depan kaum Muslimaat, Ummu Chakim binti Al-Chrits, berkendaraan kuda. Dia berteriak, “Hai Muslimaat Arab! Tebaslah musuh dengan pedang kalian!.”
Dengan tali, Asma menggandengkan kudanya dengan kuda Zubair, suaminya. Untuk membantu suami menyerang.

In syaa Allah bersambung.



[1] ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ  [المائدة/54].
[2] فتوح الشام (1 / 207):
قال عبادة بن عامر فنظرت إلى جيش الشرك وهو نحونا سائر وفرسان المسلمين متأخرة وخيولهم ناكصة فقلت: لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم اللهم انزل علينا نصرك الذي نصرتنا به في المواطن كلها.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar