Laits bin Jabir veteran Perang Yarmuk, menyampaikan persaksian:
“Luarbiasa; sungguh Zubair sendirian telah mengamuk atas mereka.
Tak seorang pun membatu dia. Hingga pasukan lawan mundur.
Amer serta pasukanya bergabung lagi pada pasukan induk, sambil
berteriak ‘kembali! Kembali! Dan tabahlah!.”
Jarjir memimpin 30.000 pasukan berkuda untuk menyerbu penulis Wahyu
Rasulillah SAW, bernama Syurachbil, dan pasukannya. Pasukan Jarjir yang melaut
berhasil memporak-porandakan.
Hanya sekitar 500 pasukan berkuda Syurachbil yang bertahan dengan
gigih, melawan serangan ganas.
Tapi Syurachbil RA justru melancarkan serangan pada Jarjir, sambil berteriak,
“Hai umat Islam jangat takut mati! Gigihlah dalam berjuang!.”
Pasukan Syurachbil yang mundur, maju
lagi, untuk menyerang Jarjir dan pasukannya yang sangat banyak. Serangan yang
membabi-buta melukai Jarjir dan pasukannya. Bahkan menewaskan pada sejumlah
orang.
Syurachbil kembali
lagi pada tempatnya, dikerumuni
oleh pasukannya. Pada mereka yang baru datang, dia bertanya, “Kenapa kalian
tadi berlari? Kalian ini orang hebat selama berpegangan Al-Qur’an yang
menghubungkan kita dengan Tuhan! Tuhan berfirman ‘barang siapa memalingkan duburnya
di hari itu! Maka sungguh telah kembali dengan membawa Murka dari Allah! Dan
tempatnya Jahannam, sejelek-jelek tempat kembali. Kecuali (yang berpaling)
untuk siasat, atau bergabung pada Jamaah’.
[2]
Dia Taala juga berfirman ‘sungguh Allah telah membeli dari
orang-orang iman: diri-diri dan harta-harta mereka; ‘dengan surga’ untuk
mereka’. [3] Kenapa kalian berlari?.”
Mereka menjawab, “Ya sahabat Rasulillah, kami terpengaruh oleh
syaitan seperti pada zaman Perang Uhud dan Hunain. Sekarang kami telah sadar,
silahkan menyerbu, kami akan membantu.”
Syurachbil bersyukur, “Jazaakumulaahu
khaira,” lalu menggerakkan mereka agar mendekati pasukan Said bin
Zaid.
Setelah menyaksikan pasukan berkuda Syurachbil datang mendekat, seorang tokoh bernama Qais bin Hubairah mengajak Syurachbil, untuk ‘menyerang’ lagi, “Ya Nashra Allah, anzil!.” Serunya dengan sandi yang disepakati oleh Muslimiin, sejak zaman Perang Badar dan Uhud.
Setelah menyaksikan pasukan berkuda Syurachbil datang mendekat, seorang tokoh bernama Qais bin Hubairah mengajak Syurachbil, untuk ‘menyerang’ lagi, “Ya Nashra Allah, anzil!.” Serunya dengan sandi yang disepakati oleh Muslimiin, sejak zaman Perang Badar dan Uhud.
Khalid dan pasukannya menyerbu sayap kanan, Qais dan pasukannya
menyerbu sayap kiri. Dari mereka, yang paling menonjol serangannya, Zubair,
Hasyim bin Al-Marqal (هاشم
بن المرقال), dan Khalid.
Berkat perjuangan Muslimiin yang digerakkan oleh tokoh-tokoh itu,
pasukan Romawi terdesak jauh hingga mendekati pagar tenda utama, tempat Raja
Mahan. Karena penjagaan pasukan di situ sangat ketat, maka terjadi pertempuran
sangat sengit, mengerikan.
Mahan yang tadinya duduk santai di atas singgasana, turun untuk
membentak pasukannya, “Jangan lari!.”
Pasukan Mahan kembali lagi menyerang pasukan Muslimiin.
Abu Ubaidah perintah Said bin Zaid dengan kata sandi, “Laa Ilaaha illaa Allah! Yaa Manshur!.”
Abu Ubaidah perintah Said bin Zaid dengan kata sandi, “Laa Ilaaha illaa Allah! Yaa Manshur!.”
Said dan pasukannya bergerak cepat, menyerang dengan garang.
Serangan yang bertubi-tubi, membuat pasukan Romawi berjatuhan dan berlari.
Ada teriakan keras, “Ya Nashra Allah! Anzil! Jangan lari!.”
Ternyata teriakan itu dari Abu Sufyan pembawa panji, menyanding putranya bernama Yazid.
Para pemimpin menggerakkan pasukan untuk menyerang bersama-sama, sehingga
terjadi peperangan yang sengit. Benturan pedang; tombak; perisai; teriakan;
jeritan; gertakan, gaduh membisingkan.
Pasukan Romawi terdesak mundur, kecuali mereka yang disatukan dengan rantai. Pasukan ganas
selain yang disatukan dengan rantai adalah; pasukan berpanah berjumlah 100.000
orang. Jika mereka meluncurkan anak panah dengan serempak, sinar matahari
tertutup hingga gelap, hingga
beberapa saat. Kalau Allah tidak menolong, niscaya pasukan Muslimiin telah
berguguran terkena hujan anak panah.
Banyaknya pasukan Romawi yang tewas berserakan, membuat pasukan
Muslimiin makin menyadari sepenuhnya bahwa, Allah lah yang menolong mereka.
Seorang pasukan tinggi besar berbaju dihias emas, helm perangnya berlapis emas, muncul membawa Salib emas dihias
jauhar. Orang yang kudanya gagah berwarna putih itu, membawa tombak panjang, membusungkan dada, dan menantang perang.
Pasukan Muslimiin terperangah oleh orang itu. Mereka makin
terkejut ketika Abu Ubaidah berteriak, “Jangan takut oleh tinggi dan besarnya!
Banyak yang besar tapi bodoh! Siapa berani melawan dia?! Berdoalah agar Allah
menolong!.”
Hamba sahaya milik Dzul-Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري), muncul dengan
berjalan kaki, membawa pedang dan
perisai, akan melawan. Tapi lalu
berhenti dan kembali, karena dilarang oleh Dzul-Kala.
Dzul-Kala yang terkenal jago berkelahi itu, terlalu percaya diri bahwa akan mampu
menaklukkan.
Mereka berdua berkelahi dengan tombak dan perisai. Perkelahian
dilanjutkan dengan pedang. Pedang Dzul-Kala melukai dia; pedang dia melukai
Dzul-Kala.
Luar biasa, pedang lelaki tinggi besar itu, mematahkan pedang kuat, dan membelah perisai Dzul-Kala.
Luar biasa, pedang lelaki tinggi besar itu, mematahkan pedang kuat, dan membelah perisai Dzul-Kala.
Dzul-Kala terkejut, karena luka di lengan kirinya sangat berat, dan darah yang menyembur telalu
banyak. Dzul-Kala memacu kuda agar berlari cepat sekali. Musuh
terbengong-bengong, karena dalam
waktu cepat, Dzul-Kala telah bergabung pada kaum Muslimiin.
Pasukan Muslimiin terkejut saat melihat lengan kiri Dzul-Kala
bersimbah darah. Di hadapan mereka, Dzul-Kala berkata, “Hai pahlawan-pahlawan
Chimyar! Jika berperang jangan mengandalkan pedang yang kuat! Berserahlah pada
Allah!.”
Orang-orang bertanya, “Kenapa begitu?.”
Dzul-Kala menjawab, “Saya tadi
melarang hamba sahaya saya melawan dia, karena
saya berpikir pedangnya hanya murahan. Saat itu saya berpikir saya jago
berkelahi dan pedang saya sangat kuat. Ternyata saya justru menderita luka
berat oleh serangan dia. Demi Allah, perang yang paling berat saya rasakan
justru ini tadi.”
Kaum Muslimiin mengobati luka, lalu mempersilahkan agar Dzul-Kala
istirahat.
Dzul-Kala berteriak, “Hai pahlawan Chimyar! Jika pimpinan kalian
kembali dalam keadaan luka! Apakah ada yang akan membalaskan?!.”
Seorang berkuda yang
busananya disomba, bergerak cepat untuk membalaskan Dzul-Kala pimpinannya.
Mulutnya diam tapi kudanya berlari kencang, membawa dia yang bergerak cepat, menusuk dada, hingga musuhnya gugur untuk
masuk neraka.
Ketika dia mau turun dari kuda, untuk merampas yang dimiliki oleh mayat; sekelompok pasukan berkuda Romawi datang untuk menghalang-halangi.
Ketika dia mau turun dari kuda, untuk merampas yang dimiliki oleh mayat; sekelompok pasukan berkuda Romawi datang untuk menghalang-halangi.
Pedang lelaki itu bergerak cepat menebas-nebas ke arah mereka, hingga mereka ketakutan dan pergi. Dia
mengambil yang dimiliki oleh mayat itu,untuk diserahkan pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah menyerahkan rampasan itu pada seorang.
Lelaki itu memacu kuda menuju medan tempur lagi. Ketika seorang Romawi datang untuk menyerang, dia telah bersiap menangkis dan menebaskan pedang, hingga lawannya terkejut kesakitan. Bahkan roboh dan tewas.
Lelaki itu memacu kuda menuju medan tempur lagi. Ketika seorang Romawi datang untuk menyerang, dia telah bersiap menangkis dan menebaskan pedang, hingga lawannya terkejut kesakitan. Bahkan roboh dan tewas.
Musuh yang datang selanjutnya lebih marah, dan serangannya ganas
sekali. Namun juga tewas oleh tebasan pedangnya.
Musuh yang keempat yang berhasil membunuh lelaki Chimyar pasukan
Dzul-Kala. Namun ketika dia turun dari kuda untuk mengambil yang dimiliki oleh
korban; pangkal lengannya tertembus anak panah, membuat dia sakarat dan tewas.
Pasukan Romawi grogi dan mundur oleh
serangan pasukan Muslimiin yang
bertubi-tubi. Lelaki yang tewas oleh anak panah barusan, seorang
bathriq kebanggaan mereka. Dia pula penguasa kota Nabulus (نابُلُس). [4]
Mahan membentak
agar pasukannya tidak mundur. Seorang raja dari kota Allan bernama Marius
berbusana mewah dan berikat pinggang yang dihias jauhari, muncul dengan
berkendaraan kuda. Dengan membusungkan dada, dia berkata, “Sayalah raja kota Allan! Pimpinan kalian agar
berperang melawan saya!.”
Syurachbil bin Chasanah RA penulis Wahyu Rasulillah SAW, muncul
membawa panji, berbaju perang dari besi, untuk mengabulkan tantangnnya.
Abu Ubaidah bertanya, “Siapa yang berkuda itu?.”
Beberapa orang menjawab, “Syurachbil bin Chasanah.”
Abu Ubaidah perintah, “Suruhlah dia, agar menyerahkan panjinya
pada seorang! Setelah itu baru berperang!.”
In syaa Allah bersambung.
3678 - حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالُوا لِلزُّبَيْرِ يَوْمَ الْيَرْمُوكِ أَلَا تَشُدُّ فَنَشُدَّ
مَعَكَ فَقَالَ إِنِّي إِنْ شَدَدْتُ كَذَبْتُمْ فَقَالُوا لَا نَفْعَلُ فَحَمَلَ
عَلَيْهِمْ حَتَّى شَقَّ صُفُوفَهُمْ فَجَاوَزَهُمْ وَمَا مَعَهُ أَحَدٌ ثُمَّ
رَجَعَ مُقْبِلًا فَأَخَذُوا بِلِجَامِهِ فَضَرَبُوهُ ضَرْبَتَيْنِ عَلَى
عَاتِقِهِ بَيْنَهُمَا ضَرْبَةٌ ضُرِبَهَا يَوْمَ بَدْرٍ قَالَ عُرْوَةُ كُنْتُ
أُدْخِلُ أَصَابِعِي فِي تِلْكَ الضَّرَبَاتِ أَلْعَبُ وَأَنَا صَغِيرٌ قَالَ
عُرْوَةُ وَكَانَ مَعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ يَوْمَئِذٍ وَهُوَ ابْنُ
عَشْرِ سِنِينَ فَحَمَلَهُ عَلَى فَرَسٍ وَوَكَّلَ بِهِ رَجُلًا
Arti (selain isnad)nya: Sesungguhnya di dalam Perang Yarmuk,
para sahabat Rasulillah SAW, berkata pada Zubair, “Maukah kau menyerbu, agar
kami juga menyerbu bersamamu?.”
Dia menjawab, “Sungguh kalau saya telah menyerbu (mereka),
kalian bohong?.”
Mereka menjawab, “Kami takkan bohong.”
Zubair menyerbu mereka (bertubi-tubi) hingga membelah lalu
memotong barisan mereka, namun taak seorang pun mengikuti dia. Lalu dia kembali
lagi. Tali-kendali (kuda)nya dipegang, untuk dipukul pundaknya, dua kali
(dengan pedang). Di tengah dua pukulan itu, bekas pukulan pedang, pada zaman
Perang Badar.
Urwah berkata, “Ketika saya dulu masih kecil, pernah memasukkan
jari-jari di dalam tiga bekas luka tusukan pedang itu, untuk bermain-main.”
Urwah berkata, “Saat Perang Yarmuk, Zubair membawa Abdullah bin
Az-Zubair yang umurnya 10 tahun, dengan kendaraan kuda. Di dalam perang itu
beliau menyerahkan Abdullah bin Az-Zubair agar dijaga oleh seorang lelaki.”
[2] Allah menjelaskan: وَمَنْ
يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا
إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ [الأنفال/16].
[3] Allah menjelaskan: إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ [التوبة/111].
[4] Dalam kamus Al-Muhith, dijelaskan, “Di dekat kota ini
Nabi Uzair AS dikubur” : القاموس
المحيط - (ج 1 / ص 471)
عَوْرتَا: د قُرْبَ
نابُلُسَ، قيلَ: بها قَبْرُ سَبْعين نبيّاً، منهم: عُزَيرٌ ويُوشَعُ .
Baca: Aurata
qurba Nabulusa. Qiila bihaa qabru sab’iina nabiyyan. Minhum Uzairu wa Yuusya’u.
Artinya: Kota Aurata ‘dekat kota Nabulus’. Ada yang menjelaskan,
“Di dekat kota itu ada pemakaman 70 nabi AS. Di antara mereka ada yang bernama
Uzair dan Yusya (bin Nun) AS.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar