Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/05/28

PS 127: Pembebasan Syam






Ketika kaum Al-Azdi dan Daus mengamuk, pasukan Romawi kewalahan, sehingga terpaksa mundur kebelakang.
Pasukan Romawi yang jumlahnya jauh lebih banyak, ganti menyerang dengan garang. Pasukan Muslimiin terdesak lalu lari, kecuali Iyadh bin Ghanam Al-Asy’ari (عياض بن غنم الأشعري) pembawa panji. Sejumlah Muslimiin berteriak, “Hai! Jika para pembawa panji berlari! Pasukan kita bisa lari semua!.”

Amer bin Al-Ash (عمرو بن العاص) dan Khalid berlari cepat sekali. Namun Amer duluan merebut panji, dibawa maju menyerang dengan garang, bersama sejumlah pasukan. Pasukan Romawi terdesak mundur ke belakang.

Perang terberat bagi pasukan Muslimiin, pada hari ketiga. Mereka terdesak mundur dan berlari terbirit-birit, hingga tiga kali. Beruntung sekali para wanita Muslimaat berhasil memberi semangat. Kuda-kuda pasukan yang lari ke belakang, disambut dengan pukulan kayu dan lemparan batu. Sejumlah Muslimaat lainnya mengangkat anak-anak kecil sambil berteriak, “Belalah anak dan istri kalian ini!.”

Pasukan Muslimiin kembali lagi memacu kuda untuk menyerang. Perang berkecamuk dengan sengit hingga malam makin kelam. Banyak yang bermandi darahnya sendiri; banyak pula yang tewas.
Dua kubu kembali ke barak mereka masing-masing, meninggalkan mayat berserakan. Kebanyakan mayat-mayat itu, pasukan Romawi.
Pasukan Muslimiin, sama menderita luka parah oleh panah. 
Di malam yang telah larut itu, pasukan Romawi tidur dengan menyanding pedang di atas kepala, di dalam tenda-tenda.

Di malam itu, pasukan Muslimiin mengamalkan shalat, lalu mengobati luka. Setelah shalat, Abu Ubaidah nasehat, “Hai semuanya! Kalau kalian kesakitan! Tunggulah Pertolongan Tuhan selanjutnya! Nyalakan obor-obor kalian untuk ronda! Sambil membaca tahlil dan takbir.”

Abu Ubaidah bersama Khalid berdiri, sambil memeriksa yang menderita luka berat. Mereka berdua berkata, “Saudara sekalian! Mereka juga luka seperti kalian! Tetapi kalian mempunyai harapan baik; tidak seperti mereka!.”
Pasukan Muslimiin tidur pulas; Abu Ubaidah dan Khalid berjaga dengan sabar.

Arak-arakan panjang sekali, dipimpin oleh Raja Mahan. Sejumlah bathriq berkumpul di hadapannya, untuk mendengarkan pengarahannya, “Sungguh saya telah tahu bahwa akhirnya pasti akan begini! Kalian telah terbukti takut menghadapi serangan kaum Arab yang lemah itu?.”
Para bathriq berjanji, “Besok pagi kami akan menyerang mereka! Kita masih mempunyai cadangan pasukan berkuda yang sangat tangguh dan pemberani! Yang belum serius di dalam berperang! Besok kami akan perintah, agar mereka mengamuk, untuk menyelesaikan peperangan ini!.”
Mahan berkata, “Kalau begitu siapkan serangan yang besok! Dengan lebih serius lagi!.”

Malam itu pasukan Romawi banyak sekali yang tidak pulang ke barak ‘karena tewas’. Membuat mereka yang masih hidup, takut menghadapi pasukan Muslimiin, hari berikutnya.

Keyakinan pasukan Muslimiin ‘akan menang’ saat itu, justru berkembang menguat. Karena menyaksikan jumlah musuh yang tewas jauh lebih banyak. Bahkan di dalam Al-Qur’an yang mereka kaji juga dijelaskan ‘akan menang’.

Setelah Abu Ubaidah shalat khauf, tiba-tiba tampak beberapa Salib dan beberapa panji berkibar-kibar. Di belakang para pembawa Salib dan panji itu, arak-arakan pasukan. Mereka berdatangan untuk segera menyerang. 
Seluruh pasukan Muslimiin dibaris untuk disiapkan.

Singgasana Mahan dipasang lagi di atas gunung seperti hari kemarin. Agar bisa melihat pasukannya, bertempur melawan pasukan Muslimiin.

Seluruh pimpinan pasukan Muslimiin memanggil barisan, untuk bersiap menghadapi serangan. Mereka bergegas mengambil senjata dan mengendarai kuda, untuk berkumpul. Seluruh pimpinan memberi pengarahan agar pasukannya ‘berperang dengan gigih’ dan tabah. “Allah akan menolong kita,” terang mereka.

Abu Ubaidah maju ke depan, menjelaskan Keutamaan Berjihad dan Janji Allah, untuk mereka yang ‘berjihad dengan tabah’. Dia menugaskan, agar Amer bin Said bin Abdillah memimpin beberapa orang ‘untuk menjaga’ harta, anak-anak, dan wanita.
Lalu menunjuk 500 pasukan pemanah, agar bertempat di sayap kanan; 500 pasukan pemanah yang lain, agar di sayap kiri; 500 pasukan panah lagi, agar di bagian tengah.
Abu Ubaidah berpesan, “Hai pasukan berpanah! Jangan meninggalkan tempat kalian! Tugas kalian mengujani panah pada pasukan yang mendesak pasukan kita! Memanahnya harus serempak seperti satu gerakan! Kalau kalian diserang! Tidak boleh lari! Sebelum saya perintah!.”

Abu Sufyan mendekati putranya bernama Yazid pembawa panji, yang sedang dikerumuni pasukannya, dan akan segera melancarkan serangan.
Abu Sufyan berkata, “Hai Nak, jika kau berbuat baik, Allah akan berbuat baik padamu. Bertaqwa dan semangatlah yang maksimal! Tolonglah Agama Allah! Dan jangan menggerutu atas derita dan kesulitan yang menimpa, karena yang terjadi adalah qadar yang telah tertulis. Contohlah para Rasul Ulul-Azmi  yang ketabahan mereka luar biasa! Jangan sampai Allah melihat kau berlari dari perang, karena bisa berakibat mendapat Murka Allah.”
Yazid menjawab, “Saya akan berjihad dengan tabah, dan berdoa semoga Allah menolong.”
Lalu mengibarkan panji dan berteriak, “Ayo mereka kita serbu!.”
Yazid dan pasukannya memacu kuda dan menyerbu, hingga pasukan Romawi morat-marit dan berserakan. Serangan yang ditujukan pada bagian tengah pasukan lawan, semakin menggila, hingga yang tewas semakin banyak.

Batriq Romawi membawa tombak dan Salib emas, marah dan maju untuk mengamuk. Arak-arakan pasukan berkuda yang dia bawa berjumlah sekitar 10.000 orang, ‘mengamuk’. Hingga Amer bin Al-Ash dan pasukannya yang sedkit, mundur dan berlari kebelakang. Mereka terus mengamuk menggila hingga masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin dengan titik sasaran Amer dan pasukannya.
Amer dan pasukannya surut ke belakang, karena serangan terlalu ganas.

Ketika pasukan Muslimiin bergerak maju untuk membalas menyerang; ternyata bala-bantuan Romawi yang berdatangan dengan marah dan mengamuk, ‘sangat banyak’. Pasukan Muslimiin mundur ke belakang dan menaiki kaki gunung; tempat para wanita Muslimaat dan anak-anak.

Seorang Muslimah berteriak, “Mana penolong agama?! Mana pejuang Muslimiin?!.”
Zubair sedang duduk untuk mengobati matanya yang sakit, di sisi istrinya bernama Asma bintu Abi Bakr. Dia terkejut saat mendengar teriakan wanita, “Mana penolong agama?! Mana pejuang Muslimiin?!.”  
Dia bertanya pada Asma, “Siapa yang berteriak ini?.”
Asma menjawab, “Afrah bintu Utsman! Pasukan sayap kanan kita, telah terdesak ke belakang, hingga kemari. Dia berteriak ‘agar para pembela’ agama peduli.”
Zubair berkata, “Saya pembela Agama Allah! Saya tak mau dilihat oleh Allah ‘hanya duduk!’ Padahal Agama Allah sedang gawat seperti ini.”
Dia melemparkan kain lalu bergerak cepat mengendrai kuda, dan mengayunkan tombaknya. Dan berkata, “Sayalah Zubair bin Al-Awwam putra bibi Rasulillah SAW!.” [2]










[2] Sepenggal kisah saat Bibi Rasulillah SAW bernama Shofiyyah ikut perang Khoibar:
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir, menarik bagi para sejarahwan. Dia ahli bermain pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah.
Dia berkata, “Siapa berani melawan saya?.”
Menurut Hisyam, “Kakek saya bernama Az-Zubair bin Al-Awwam mengabulkan tantangannya.”
Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama Shofiyyah ketakutan dan berkata, “Dia akan membunuh anakku ya Rasulallah SAW.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.”
Tak lama kemudian Az-Zubair bin Al-Awwam telah berhadapan dengannya. Dan dalam beberapa jurus, Yasir tewas, menyusul saudaranya ke alam baka.
Jika Az-Zubair ditanya, “Demi Allah apakah pedangmu sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah?.”
Dia menjawab, “Demi Allah, sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuhnya hingga akhirnya patah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar