Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/05/20

PS 124: Pembebasan Syam





Pada Abu Ubaidah, seorang Muslim berkata “Yang mulia! Semoga Allah berbuat baik pada tuan! Semalam saya juga bermimpi.” 
Abu Ubaidah berkata, “Berarti in syaa Allah, kita akan bernasib baik. Semoga Allah menyayang kau! Mimpi bagaimana?.”
Dia menjawab, “Saya bermimpi, ‘kita pergi ke arah musuh untuk berperang. Sejumlah burung bersayap hijau berkuku tajam, sama turun dari langit. Dengan kuku setajam kuku macan, kawanan burung itu menyerbu mereka, bagai burung garuda mengamuk. Musuh yang diserang, tewas berserakan’.”

Setelah mimpi dituturkan, Abu Ubaidah, dia, dan pasukan Muslimiin, berbahagia. Sebagian mereka berkata “Berbahagialah! Allah akan menyelamatkan dan menolong kita dengan mengerahkan para Malaikat-Nya, seperti pada zaman Perang Badar dulu."
Dengan bahagia, Abu Ubaidah berkata, “Ini mimpi baik yang artinya ‘kita akan segera mendapat pertolongan’. Kemenangan akan direbut orang-orang taqwa.”

Dengan semangat, seorang Muslim berdiri dan berkata, “Yang mulia! Kenapa kita tidak segera menyerang mereka? Padahal mereka mengulur waktu, untuk bersiasat menunggu kita lengah ?.”
Abu Ubaidah berkata, “Qadar baik lebih cepat bergerak daripada persangkaanmu.”

Tiba-tiba suara gaduh menggemuruh. Ada yang memekikkan, “Serang!” Dari jarak jauh.
Ternyata pasukan Romawi telah berdatangan, dengan tekat menggempur pasukan Muslimiin.

Abu Ubaidah khawatir jangan-jangan sebagian Muslimiin ada yang telah terluka. Dia bergerak cepat untuk meneliti keadaan. Tiba-tiba Said bin Zaid dan Amer bin Nufail muncul dari tempat penjagaan, untuk laporan.
Mereka berdua membawa lelaki Nashrani yang menyatakan Islam, dihadapkan pada Abu Ubaidah. 
Seorang dari mereka berdua berkata, “Yang mulia! Ternyata Raja Mahan telah melancarkan siasat perang atas kita! Dengan cara mengulur waktu! Sekarang dia datang mendadak menuju kemari, membawa pasukan, untuk menyerang kita! Mereka tahu kita sedang lengah! Lelaki Nashrani yang kami tangkap ini telah menyatakan Islam dan melaporkan semua itu. Membela kita. Dia melaporkan bahwa Mahan telah mengutus seorang bathriq pilihannya, agar memimpin serangan atas kita. Raja-raja Romawi telah bersepakat ‘akan menyerang kita’ dengan pasukan mereka masing-masing. Ini berarti kita akan kesulitan.”

Mereka mengulurkan wajah dan terkejut, saat melihat sejumlah panji berkibar-kibar, dan Salib-Salib gemerlapan, dibawa oleh lautan pasukan Romawi, yang berdatangan. Derap kaki kuda membahana, dan debu-debu beterbangan.

Lalu bertanya, “Di mana Ayah Sulaiman? Khalid bin Al-Walid?!.”
Khalid menjawab, “Ya! Saya datang.”
Abu Ubaidah perintah, “Siapkan pasukan, untuk melindungi para wanita! Aturlah agar semua pasukan siaga sepenuhnya!.”
Khalid menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”

Khalid berteriak, “Mana Zubair bin Al-Awwam!? Abdur Rohman bin Abi Bakr?! Fadhl bin Abbas?! Yazid bin Abi Sufyan?! Rabiah bin Amir?! Maisarah bin Masruq?! Maisarah bin Qais?! Abdullah bin Unais?! Shakhr bin Charb?! Umarah Addausi?! Abdullah bin Sallam?! Ghanim Al-Ghanawi?! Miqdad bin Al-Aswad?! Abu Dzarr Al-Ghifari?! Amer bin Madikarib?! Amar bin Yasir?! Dhirar bin Al-Azwar?! Amir bin At-Thufail?! Aban bin Utsman bin Affan?!.”

Mereka yang dipanggil, bergerak cepat, menyambut datangnya pasukan Romawi yang menakutkan. Dengan gagah-berani mereka bersiap melayani serangan yang menakutkan.

Abu Ubaidah mempersiapkan pasukan yang lain.
Abu Sufyan datang pada Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia! Perintahlah wanita-wanita kita, agar mendaki gunung ini.”
Abu Ubaidah menjawab, “Usulanmu akan saya laksanakan.”
Suasana mencekam.

Abu Ubaidah perintah agar para wanita ‘mendaki’ gunung, untuk berlindung dan melindungi anak-anak. Dan berpesan, “Bawalah tongkat dan kumpulkanlah batu-batu untuk melempar! Berilah semangat para pasukan Muslimiin! Jika ada yang lari! Pukullah dengan tongkat dan lemparlah dengan batu! Angkatlah anak kalian sambil berkata ‘belalah anak istri dan agama kalian ini '!” pada para wanita.
Para wanita Muslimaat menjawab, “Yang mulia! Berbahagialah! Baginda akan segera mendapat kemenangan.”

Setelah memberi pengarahan pada wanita Muslimaat agar naik ke atas gunung, Abu Ubaidah perintah agar pasukan Muslimiin ‘mempersiapkan perlawanan’.

Pasukan Muslimiin sebelah kiri, sebelah kanan, dan tengah, telah siap sepenuhnya. Kebanyakan panji-panji yang dibawa, berwarna kuning. Ada yang berwarna putih, hijau, dan hitam.

Panji-panji yang dibawa oleh kabilah-kabilah (selain pasukan Muhajirin) berkibar-kibar dengan warna berbeda-beda. Pasukan yang bertempat pada barisan paling tengah, kaum Muhajirin dan Anshar. Hati mereka berdebar-debar.

Secara keseluruhan pasukan Muslimiin dibagi menjadi tiga:
1.     Pasukan berpanah terdiri dari kaum Yaman.
2.     Pasukan berkuda.
3.     Pasukan berunta.

Pasukan berkuda dibagi tiga:
1.     Sebagian dipimpin oleh Ghiyats bin Charmalah Al-Amiri (غياث بن حرملة العامري).
2.     Sebagian lagi dipimpin oleh Maslamah bin Saif Al-Yarbui (مسلمة بن سيف اليربوعي).
3.     Yang lain dipimpin oleh Al-Qaqa bin Amer Attaimi (القعقاع بن عمرو التميمي).

Di belakang panji-panji berkibar, pasukan Muslimiin berbaris. Panji paling dibanggakan, dibawa oleh Abu Ubaidah. Panji itu, pemberian AbuBakr Assiddiq, ketika Abu Ubaidah diperintah agar pergi ke Syam, untuk berdakwah dengan pedang. Bahkan panji kuning itu pula yang pernah dibawa oleh Rasulillah SAW, di dalam Perang Khaibar, tahun tujuh Hijriah. Panji yang menarik setelah itu panji Khalid, bernama Al-Iqab, berwarna hitam.

Yang ditunjuk memimpin pasukan berjalan kaki, Syurachbil bin Chasanah.
Yang memimpin pasukan sayap kanan, Yazid bin Abi Sufyan.
Yang memimpin pasukan sayap kiri, Qais bin Hubairah.
Dan yang diserahi memimpin semuanya, Khalid, di bawah kendali Abu Ubaidah.

Cukup banyak pasukan Muslimiin yang menitikkan dan mengalirkan air mata, karena melihat Kebesaran Allah yang tampak dibalik kenyataan yang ada. Banyak juga yang berdoa sambil menangis karena ingin diperhatikan oleh Allah Subhanah.  

Seluruh barisan telah disiapkan. 
Abu Ubaidah memasuki celah-celah barisan, untuk memeriksa keadaan. Dan mengarahkan agar mereka semangat di dalam berperang, “In tanshuruu Allaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.” [1]
Artinya: Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong menetapkan tumit-tumit kalian. 

Pada mereka, Abu Ubaidah berkata, “Tabahlah dalam berperang! Agar kalian segera lepas dari kesusahan ini, dan dirodhoi oleh Tuhan! Selain itu, semangat! ‘Yang akan mengalahkan musuh!’ Maka jangan meninggalkan barisan! Jangan turun semangat! Selain itu, supaya selalu menyebut Nama Allah! Biarkan mereka memulai serangan! Tetapi panah dan perisai agar selalu siap di tangan! Jangan banyak bicara! Kecuali untuk menyebut Nama Allah! Jangan coba-coba melakukan yang membahayakan! Laporkan padaku sebelum melakukan tindakan!.”

Abu Ubaidah kembali lagi pada tempatnya.
Muadz bin Jabal muncul untuk mengelilingi pasukan, dan menyampaikan pengarahan, “Hai umat Islam penegak Al-Huda (Petunjuk Allah) dan kebenaran! Ketahuilah bahwa Rahmat Allah takkan kalian raih kecuali dengan beramal! Tidak mungkin bisa diraih hanya dengan berangan-angan! Surga tak mungkin bisa dimasuki kecuali dengan beramal dan Rahmat Allah! Dan orang-orang Tabah, yang akan diberi Rahmat dan Ampunan luas, oleh Allah! Bukankah kalian sering mendengar Firman Allah ‘Allah telah menjanjikan pada sebagian orang-orang yang beriman dari kalian:
1.     Niscaya akan menjadikan mereka sebagai Khalifah di dalam bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan Khalifah pada orang-orang sebelum mereka.
2.     Niscaya akan memberi Tempat sungguh pada agama mereka yang Dia ridhoi, untuk mereka.
3.     Niscaya akan memberi ganti Rasa Aman dari setelah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah Aku tidak mensyirikkan Aku pada sesuatu. Barang siapa kufur setelah itu, berarti mereka orang-orang Fasiq?’.  [2]
Sungkanlah pada Allah! Agar tidak lari dari perang! Kita ini di dalam Genggaman Allah! Jalan selamat kita justru berlindung pada Allah!.”

Muadz mengulang-ulang nasehatnya, lalu kembali lagi pada tempatnya.
Sahl bin Amer muncul dengan kudanya di hadapan barisan, dengan membawa pedang terhunus. Dia menyampaikan nasehat yang hampir sama dengan nasehat Muadz.

Abu Sufyan muncul berkendaraan kuda membawa pedang dan tombak, untuk berkata, “Hai orang-orang Arab yang hebat! Di wilayah kaum kafir ini demi Allah! Yang bisa menyelamatkan kalian hanya ‘menyerang dan membelah’ kepala mereka! Dengan itulah kalian akan dekat pada Tuhan, dan mendapatkan kebahagiaan! Ketahuilah bahwa semangat kalian dalam perang ini, yang akan dipergunakan sebagai alasan oleh Allah, untuk memberi ‘Pertolongan’ pada kalian! Semangatlah dalam berjihad ini! Pertolongan akan turun jika kalian telah terbukti tabah! Bahkan jika kalian tabah! Negeri-negeri dan kota-kota mereka, akan kalian rebut! Anak lelaki dan anak perempuan mereka akan menjadi pelayan kalian! Kalau kalian lari, justru akan sengsara! Karena harus menyusuri jalan sangat panjang yang tak mungkin bisa dilalui, kecuali dengan perbekalan memadai! Dan itu berarti kalian justru takkan mungkin bisa merebut lagi rumah-rumah mewah dan istana-istana megah, yang tadinya telah kalian kuasai! Lawanlah mereka dengan pedang untuk berjihad maksimal! Dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan Islam!.”

Tidak semua pasukan Muslimiin ketakutan, ketika menyadari harus berhadapan dengan lautan lawan yang sangat ganas. Bahkan di antara mereka banyak yang justru menangis bahagia, karena bisa berdekatan pada Allah, bisa menumpahkan segala rasa syukur, dan berdoa.

Abu Sufyan meninggalkan barisan untuk naik gunung. Pada para wanita Muhajiraat dan para anak perempuan Anshar, dia nasehat, “Sungguh Rasulullah SAW bersabda ‘sesungguhnya akal dan agama para wanita kurang’. Oleh karena itu kalian harus menjaga agama kalian! Dan tekat kalian agar diteguhkan! Berilah semangat suami-suami kalian untuk berjihad! Jika ada seorang suami yang lari! Lemparlah dengan batu! Pukullah kaki kudanya dengan tongkat! Angkatlah anak-anak kalian! Agar dia sadar harus kembali berperang untuk melindungi anak-istri!.”

Walau hati berdebar, para wanita Muslimaat menyenandungkan syair pemacu semangat jihad. Abu Sufyan kembali ke barisan, untuk mengucapkan, “Hai Muslimiin semuanya! Kalian telah menyaksikan lawan mendekat! Berjihad inilah jalan agar kita bisa berdekatan dengan Rasulallah SAW! Surga di depan kita! Syaitan dan neraka di belakang kita.”
Semangat mereka telah berkobar-kobar.


Perkiraan Mahan, dalam pertempuran itu, pasukan Muslimiin akan lari ketakutan, meleset. Bahkan ketika Khalid dan 500 pasukanberkudanya mengamuk memulai serangaran paling ganas, banyak pasukan Romawi yang berlarian ke belakang.
Mahan menggertak, “Serbu!” Pada pasukannya yang diam, tidak segera melancarkan serangan.

Tak lama kemudian lautan pasukan Romawi melancarkan serangan bertubi-tubi. Dalam peperangan akbar itu, Mahan telah memilih 30.000 orang penting, ditempatkan pada lobang-lobang berderet memanjang ke belakang, di sebelah kanan arak-arakan pasukan.

Tiap 10 orang dari mereka yang di dalam lobang, disatukan dengan rantai, agar tidak bisa berlari meninggalkan tempat. Mereka ditugaskan melindungi pasukan, dari sebelah kanan. Mereka telah disumpah, “Demi Isa bin Maryam! Demi Salib! Demipara ulama Nashrani! Demi para rahib Nashrani! Demi empat Gereja: Takkan lari, meskipun semua pasukan Romawi mati.”

Khalid berkata, “Sepertinya peperangan ini akan menjadi akbar” Lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah kaum Muslimiin dengan Pertolongan.”






[1] {إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7].
[2] Mengenai itu, Allah berfirman: وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [النور/55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar