Harbis menata dan perintah agar barisan pasukan ‘maju menyerang’.
Abu Ubaidah juga perintah pasukannya, “Hai semuanya! Semoga
Allah menyayang kalian! Ketahuilah bahwa Allah akan menolong kalian hingga
kebanyakan kaum ini akan berlari! Kota yang penduduknya kita lawan ini berada
di pertengahan kota-kota yang telah kita taklukkan! Penduduknya telah
mempersiapkan peperangan ini dengan perbekalan, dan memperbanyak pasukan!
Kalian jangan grogi! Lawanlah mereka! Seranglah musuh-musuh agama! Dan
tolonglah Allah! Agar Allah menolong kalian! Ketahuilah bahwa Allah menyertai
kalian!.”
Abu Ubaidah maju. Pasukannya juga maju untuk menyerang.
Serangan sengit yang membabi-buta itu membuat Harbis dan pasukannya berlari cepat ‘memasuki beteng’, diikuti oleh kaumnya. Tujuh luka parah yang menimpa, mengucurkan darah Harbis.
Serangan sengit yang membabi-buta itu membuat Harbis dan pasukannya berlari cepat ‘memasuki beteng’, diikuti oleh kaumnya. Tujuh luka parah yang menimpa, mengucurkan darah Harbis.
Seorang bathriq bertanya, “Mana jarahan perang dari kaum
Arab?.”
Harbis menjawab, “Semoga kau dipermalukan oleh Al-Masih! Kau
menghina ya!? Pasukanku telah berjuang mati-matian! Saya sendiri luka parah!
Justru dihina?.”
Bathriq menjawab, “Bukankah telah saya katakan ‘kalau berani
melawan mereka’ pasti akan kalah?.”
Abu Ubaidah menggiring pasukannya menuju Balbek. [1] Dari jauh, kota
itu kelihatan agung
dan megah. Temboknya tebal, luas, tinggi, dan bagus. Mereka terhalang oleh
pintu-pintu gerbang.
Penduduk Balbek mengumpulkan harta dan ternak di tengah kota.
Beberapa Muslimiin ada yang bisa melihat jumlah binatang ternak mereka ‘sangat
banyak’. Kota Balbek, walau di musim kemarau, rasanya tetap ‘dingin’.
Pada ara sahabat nabi, Abu Ubaidah berkata, “Bagaimana pendapat
kalian?.”
Walau awalnya celoteh mereka berbeda, tetapi akhirnya ‘sama’, mengepung
penduduk Balbek.
Mu’adz bin Jabal (معاذ
بن جبل) RA berkata, “Semoga Allah berbuat baik
pada kau wahai pimpinan! Saya tahu bahwa sungguh di dalam beteng ini ‘penduduk
berjumlah banyak’ sekali. Mereka tidak nyaman, karena berjumlah terlalu banyak.
Kalau kita kepung terus, Allah akan memberi kita kemenangan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dari mana kau tahu bahwa ‘beteng itu tidak
mampu’ menampung mereka?.”
Mu’adz menjawab, “Saya termasuk yang pertama kali datang kemari.
Saya menyaksikan mereka lari terbirit-birit bagai banjir mengalir ‘memasuki
beteng’ melalui semua pintu gerbang. Beteng ini dipenuhi oleh penduduk Sawad,
Al-Qura, dan binatang ternak. Dengarkanlah dengan seksama, suara mereka di
dalam beteng, menggemuruh bagaikan hujan lebat. Karena jumlah mereka banyak
sekali.”
Abu Ubidah berkata, “Kau benar hai Mu’adz. Demi Allah saya telah
tahu ‘kau orang yang dibarokahi dan berpandangan jitu’.”
Malam itu pasukan berjaga-jaga. Paginya, Abu Ubaidah mengirim surat untuk penguasa Balbek :
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrach pimpinan pasukan Muslimiin Syam,
untuk penguasa Balbek yang membandel. Adapun selanjutnya: Sungguh Allah SWT
pemilik segala pujian, telah menjayakan agama dan Kekasih-Kekasih-Nya yang
beriman, untuk menaklukkan orang-orang kafir. Bahkan telah memberikan kota-kota,
untuk merendahkan orang-orang yang berbuat kerusakan. Surat saya ini, sebagai
alasan yang harus disampikan, pada orang-orang dewasa maupun anak-anak remaja.
Setahu kami, dalam agama kami ‘tidak ada amalan penganiayaan’. Kami takkan
memerangi kalian, sehingga tahu kedaan kalian. Kalau kalian mau ‘memohon damai
dan memohon selamat’ seperti penduduk kota lainnya, kami akan mengabulkan. Naum
jika kalian ‘memilih hina’ dengan membandel, kami akan menindak keras. Kami
berdoa semoga Allah menolong kami memerangi kalian. Cepat jawablah suratku!
Semoga keselamatan mengayomi orang yang mengikuti petunjuk. {إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ
كَذَّبَ وَتَوَلَّى} [طه:48].” [2]
Abu Ubaidah melipat dan memberikan surat, pada seorang Nashrani,
yang diperintah agar mengirimkan ke Balbek. Dan agar segera kembali membawa
jawaban.
Lelaki itu menerima surat, lalu pergi untuk mendekati pintu
beteng Balbek, untuk berbicara, “Saya utusan kaum Arab, akan menyerahkan surat
ini, pada kalian.”
Tali dari atas beteng diturunkan, untuk mengangkat lelaki
pembawa surat. Lelaki itu mengikat dirinya dengan tali, agar diangakat ke atas
beteng, oleh sejumlah lelaki.
Dia pergi menuju Bathriq Harbis penguasa mereka.
Harbis mengumpulkan pejabat militer untuk membacakan surat Abu
Ubaidah RA. Setelah surat dibacakan, mereka terkejut oleh pertanyaan Harbis,“Berilah saya masukan apa yang seharusnya kita lakukan?.”
Seorang bathriq yang akrab dengan Harbis, berbicara, “Saya
berpendapat sebaiknya jangan memerangi kaum Arab! Kita takkan mampu melawan
mereka! Kalau berdamai dengan mereka, justru kita akan aman, sebagaimana
penduduk Arakah, Tadmur, Chauran, Bushro, dan Damaskus! Kalau kita membangkang,
mereka akan menyerang, untuk membunuh dan memperbudak kaum lelaki, dan menawan
wanita kita. Damai lebih baik daripada perang.”
Mereka terkejut oleh bentakan Harbis, “Semoga Al-Masih tidak
memberi kau rahmat! Sejak dulu kau ‘lelaki paling penakut!’ Matilah kau!
Bagaimana mungkin kita menyerahan kota ini pada kaum Arab? Padahal kau tahu
mereka itu musuh yang memerangi kita? Saya belum melawan mereka ‘karena sedang
bersiasat’. Sepertinya ini waktunya kita ‘akan mendapat kemenangan’. Kalau saya
telah mengamuk, mereka pasti akan berlari ketakutan!.”
Sang bathriq berkata, “Ketika itu, barisan kiri dan tengah dari
pasukan kita ‘takut pada kau’. Sehingga mereka tetap saja menyerang pasukan
Arab. Tapi akhirnya dua barisan kita berselisih pendapat dan berdebat, hingga
akhirnya menjadi dua golongan. Ada yang ingin berdamai; ada yang bertahan untuk
melawan, kan?.”
Harbis marah dan merobek lalu ‘membuang surat’ Abu Ubaidah. Lalu
perintah agar pelayan-pelayan ‘menurunkan lelaki’ pengantar surat itu, dengan
tali.
Setelah sampai keluar dari beteng, lelaki itu menjumpai Abu
Ubaidah RA, untuk melaporkan jawaban Harbis, dan tanggapan para pejabat Balbek.
Dia menambahkan, “Wahai pemimpin! Kebanyakan mereka ‘ingin melawan’ pasukan
tuan.”
Abu Ubaidah perintah pada pasukan, “Seranglah mereka! Ketahuilah,
kota ini berada di pertengahan wilayah kalian! Kalau tidak segera ditaklukkan,
akan membahayakan! Karena bisa menghasud kaum-kaum yang telah kita taklukkan!
Jalur perjalanan kalian jadi ‘tidak aman’.”
Para sahabat Rasulillah bergerak, mempersiapkan peralatan perang,
untuk bertempur.
Mereka bergerak mendekati beteng. Penghuni beteng menyerang
mereka dengan anak panah dan batu-batuan, dari atas.
Luka-luka Harbis masih dibalut kain. Dia membawa pedang, berbaju
perang, mengeluarkan singgasananya dari balairung, ke sebuah taman, di wilayah
Namlah. Dia mengenakan mahkota bersalib dari jauhari, dikelilingi sejumlah
bathriq berkalung Salib emas dan jauhari. Dia membawa perisai berlapis emas dan
busur, serta seikat anak panah.
Pengepungan oleh pasukan Muslimiin diperketat.
Anak panah yang melesat dari dalam beteng ‘banyak sekali’
bagaikan hujan. Sejumlah pasukan Muslimiin yang tidak membawa perisai, terkena
anak panah.
Sejumlah lelaki berjatuhan dari atas beteng. Di antara mereka ada
yang didatangi untuk dibunuh. Dengan ketakutan, orang itu berkata, “Ampun,
ampun.”
Para tawanan sama terkejut ketika digertak, “Kalian dijamin
selamat! Tapi siapa yang menjatuhkan kalian dari atas beteng?.”
Seorang lelaki menjawab dengan bahasa Romawi, sehingga yang
menangkap tidak faham. Amir bin Waheb (عامر
ابن وهب) membawa seorang lelaki, ke tenda Abu
Ubaidah, untuk memohon, “Ya yang mulia, carikan orang yang bisa berbahasa
Romawi. Kaum orang ini saling melempar,”
Abu Ubaidah perintah pada para penerjemah, “Cek dan laporkan
pada kami ‘tentang orang ini!’ Kenapa kaumnya saling melempar?.”
Beberapa penerjemah berkata, “Hai orang celaka! Kami telah
menjamin kau selamat! Sekarang jujurlah pada kami! Katakan ‘kenapa sebagian
kalian’ melempar pada sebagian?.”
Dia menjawab, “Sebetulnya bukannya saling melempar, tetapi
memang kami adalah penduduk Al-Qura. Kami berlari memasuki beteng untuk
berlindung, ketika kami tahu ‘kalian datang’ kemari. Karena kami tahu di dalam
beteng ‘banyak pasukan’. Karena beteng telah penuh, sebagian kami bertempat di
beberapa jalan; yang lain di bawah beteng. Ketika kalian menyerang kaum yang di
dalam beteng, pasukan tempur mereka maju hingga kami terinjak-injak dan tertabrak
oleh mereka. Ketika kualahan melawan serangan kalian, mereka menjatuhkan kami
dari atas beteng.”
Abu Ubaidah tersenyum dan berkata, “Saya berharap, semoga Allah ‘menjadikan
mereka’ sebagai tawanan kita.”
Perang berkecamuk dengan sengit, suaranya riuh menggemuruh.
Pasukan Muslimiin tidak mampu mendekati beteng, karena bebatuan dan anak panah ‘melesat’
bertubi-tubi. Di hari pertama dari serangan itu, kaum Muslimiin yang terluka,
berjumlah duabelas orang. Pasukan Romawi dan penduduk yang tewas di atas beteng,
sangat banyak.
Malam itu pasukan Muslimiin pulang menuju tenda-tenda, untuk
menyalakan api unggun, karena udara sangat dingin. Yang lain berjaga pada
beberapa sudut. Ketika fajar menyingsing; adzan dialunkan di udara. Kaum
Muslimiin berwudhu untuk melakukan shalat subuh.
Seusai salat subuh, muadzin diperintah oleh Abu Ubaidah, agar
menyerukan, “Sebelum kita menyerbu kesana! Diharuskan pulang ke tenda! Untuk masak
dan makan sarapan! Agar tenaga kaian kuat ketika berperang!.”
Pagi itu tidak seperti biasanya, hari telah siang. Pasukan
Muslimiin belum juga muncul ‘untuk menyerang’. Penghuni beteng lega dan mengira
‘pasukan telah lelah dan ketakutan’ menghadapi mereka.
Harbis berteriak, “Semua pasukan agar digerakkan untuk
menyerang! Semoga kalian dibarokahi oleh Al-Masih!.”
Para komandan menggerakkan pasukan agar mereka keluar dari
pintu-pintu gerbang, untuk menyerang pasukan Muslimiin. Pintu-pintu gerbang
dibuka dan pasukan Balbek berjejal-jejal, keluar untuk menyerbu. Ribuan pasukan
mengalir mendekati tenda-tenda kaum Muslimiin, sedang asyik memasak dan sarapan
pagi.
Teriakan seorang Muslim mengejutkan, “Hai Pasukan Allah!
Segeralah menaiki kuda kalian untuk berjihad! Mumpung mereka belum menyerang
kalian!.”
Seorang bernama Chamdan bin Usaid sedang memanggang roti untuk
dimakan, terkejut oleh teriakan, “Ayo segera berangkat!.”
Chamdan memasukkan roti ke mulut, lalu bergegas mengendari kuda
tanpa pelana. Dia memacu kuda, mengikuti pasukan lainnya, melawan musuh, yang
datang dari beteng. Dia mengamuk dengan pedang hingga orang-orang Balbek
berguguran. Yang lain berlari menjauh ‘ketakutan’.
Di sisi lain, Abu Ubaidah mendirikan panjinya yang kemudian
dikelilingi oleh pasukan Muslimiin. Abu Ubaidah berteriak, “Hari ini, hari yang
keistimewaannya takkan ada yang membandingi! Ayo serbu terus!.”
Sejumlah pasukan Balbek ada yang serangannya sangat ganas.
Abu Ubaidah dan pasukanya mengepung mereka dari segala penjuru.
Pasukan elit pendamping Abu Ubaidah:
2.
Abdur
Rohman bin Abi Bakr.
3.
Rabi’ah
bin Amir, Malik bin Asytar.
5.
Dzu
Kala (ذو الكلاع). Merekalah yang
serangannya dahsyat sekali, membuat pasukan Balbek berlarian kalang-kabut,
memasuki pintu-pintu gerbang. Pasukan Muslimiin mengejar, namun pintu-pintu
gerbang ditutup rapat.
Pasukan Muslimiin kembali pada tenda-tenda penginapan, untuk
menyalakan api unggun, dan mengubur yang gugur sebagai syuhada.
Sejumlah tokoh menghadap Abu Ubaidah, untuk berkata, “Wahai
pimpinan, pandangan dan kebijakan yang telah kau putuskan, semoga mendatangkan
rahmat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Pendapat saya selanjutnya ‘mundurlah dari
tempat ini’ sejauh satu Farsakh! Untuk menyusun siasat dan memastikan
keamanan tawanan wanita kita! Sebagai upaya mencari Pertolongan dari Allah.”
Abu Ubaidah memanggil Sa’id bin Zaid bin Amer (سعيد بن زيد بن عمرو), untuk diberi panji,
dan disuruh memimpin 500 pasukan berkuda, dan 300 pasukan berjalan kaki. Mereka
diperintah agar memerangi kaum Balbek, melalui arah jurang, untuk mengecoh.
Lalu Abu Ubaidah memanggil dan menyerahkan panji. Dan perintah
pada Dhirar bin Al-Azwar, agar memimpin 500 pasukan berkuda, dan 100 pasukan
berjalan kaki. Mereka diperintah agar menyerang dari pintu gerbang yang ke arah
kota Syam. Dia berpesan, “Hai Putra Azwar! Tunjukkan keberanianmu pada pada
cucu-cucu Ashfar! (Yakni pasukan Balbek).”
[1] Sebagian riwayat menjelaskan
‘di kota itu’ Nabi Nuh AS membuat perahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar