Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/03/19

PS 85: Pembebasan Syam





Sebelum menyerbu kota Chalab, pasukan Muslimiin melihat panji berkibar-kibar bergambar Raja Hiraqla. Di tempat itu, sejumlah pasukan Muslimiin memacu kuda. Abu Jandalah membawa tombak. Mata tombaknya menyentuh dan merobek panji bergambar itu, tak disengaja. Yang robek tepat pada gambar mata Hiraqla.

Sejumlah pemuda Qinasrin marah dan melaporkan kejadian itu pada Bathriq Luqa. Bathriq Luqa marah. Dia menyerahkan Salib emas dan 1.000 pasukan berkuda pada seorang, agar segera menghukum kaum Muslimiin.

Arak-arakan pasukan berkuda itu kelihatan gagah dan agung, karena berbusana sutra Dibaj mewah. Bathriq Luqa perintah agar Ishthokhor memimpin, “Datanglah lagi pada pimpinan kaum Arab itu! Katakan padanya ‘kalian telah melanggar janji atas kami, sebagai kaum Dzimi (yang berdamai)! Siapapun yang melanggar harus ditindak!’.”

Ishsthokhor memegang Salib emas dan perintah agar 1.000 pasukan berkuda segera berangkat cepat. Derap kaki arak-arakan berjumlah banyak itu ‘menggemuruh’ membuat debu-debu berterbangan.

Ishthokhor dan 1.000 pasukannya menghadap pada Abu Ubaidah. Kaum Muslimiin bergegas mendekat, menurunkan Salib-Salib yang mereka bawa. 
Abu Ubaidah mendekat dan bertanya, “Siapa kalian?.”
Pimpinan mereka menjawab, “Ishthokhor! Utusan penguasa kotaQinasrin. Saya diutus agar memberi tahu ‘kalian telah melanggar peraturan yang kita sepakati. Di antara kalian, ada yang menusuk gambar mata Raja Hiraqla’.”
Abu Ubaidah menjawab, “Demi kebenaran Rasulullah SAW saya tidak tahu sama sekali! Akan saya tanyakan dulu!.” [1]
Dia berteriak, “Hai semuanya! Siapakah yang telah merobek ‘gambar mata’ Raja Hiraqla?.”
Beberapa orang menjawab, “Abu Jandalah dan Sahl bin Amer, namun tidak sengaja!.”
Pada Ishthokhor, Abu Ubaidah berkata, “Sahabat kami melakukan dengan tidak sengaja, lalu sebaiknya bagaimana agar kemarahan kalian reda?.”
Dengan marah, pasukan Ishthokhor menjawab, “Kemarahan kami takkan reda, sehingga mata raja kalian juga dilukai.”
Mereka tidak berpikir bahwa, jawaban itu memancing kemarahan pasukan Muslimiin.
Abu Ubaidah berkata, “Inilah saya! Silahkan dibalas karena kerusakan gambar kalian.”
Mereka menjawab, “Kami takkan puas, kecuali jika yang dilukai, pimpinan terbesar kalian, yang menguasai seluruh kaum Arab.”
Abu Ubaidah menjawab, “Mata pimpinan terbesar kami dilindungi dari serangan.”
Semua pasukan Abu Ubaidah telah marah, karena perkataan mereka yang lepas kontrol. Bahkan hampir mengamuk dan menyerang. 
Abu Ubaidah meredakan kemarahan mereka.
Pasukan Abu Ubaidah berkata, “Imam kami adalah junjungan kami! Demi beliau, kami sanggup menebus dengan cara ‘mata kami’ yang dilukai.”

Sejumlah pasukan Muslimiin bergerak cepat, menodong Ishthokhor dengan senjata tajam, karena marah. Sejumlah lainnya telah menghunus pedang untuk mengamuk. 
Suara Ishthokhor mereda, “Sudahlah! Kami takkan melukai mata Umar maupun mata kalian. Kami hanya akan menggambar Amir kalian yang bernama Umar pada panji yang dipasang di atas tiang. Selanjutnya kami akan melukai gambar matanya, sebagaimana gambar mata raja kami, dirobek." 
Kaum Abu Ubaidah ribut, “Teman kami yang melukai gambar mata, tidak sengaja! Sedangkan kalian sengaja!.”
Abu Ubaidah meredakan kemarahan kaumnya, “Tenang! Kalau mereka mau, biarlah gambar mata saya yang dilukai. Jangan sampai mereka nanti bercerita bahwa ‘kita telah melanggar aturan’ yang telah disepakati bersama. Meskipun sebetulnya aturan untuk mereka yang tak berakal ini ‘tidak sah’.”

Ishthokhor membawa pulang 1.000 pasukan berkudanya. Derap kaki kuda menggemuruh dan debu-debu berterbangan. Arak-arakan panjang itu menjadi perhatian masyarakat luas di sepanjang jalan yang dilalui.

Kaum Qinasrin menggambar Abu Ubaidah pada kain lebar. Setelah gambar dipasang di atas tiang, seorang memacu kuda dan mengayunkan tombak, hingga merobek gambar mata Abu Ubaidah, di kain yang berkibar-kibar. Ishthokhor menghadap pada penguasa kota Qinasrin bernama Bathriq Luqa, untuk menyampaikan laporan. 

Abu Ubaidah dan pasukannya tinggal di Homs (Chimsh/حمص) hampir setahun. Menunggu berakhirnya masa perjanjian damai.

Umar di Madinah sedih, karena sudah lama tidak ada berita yang datang mengenai Abu Ubaidah dan pasukannya di Homs.

Umar menulis surat untuk Abu Ubaidah:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah, Umar bin Al-Khatthab Amiril Mukminiin, untuk Kepercayaan Umat Ini, Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrach.
سلام عليك
Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya juga membaca sholawat untuk Nabi-Nya, Muhammad SAW. Saya perintah agar kau bertaqwa pada Allah di waktu sendirian maupun sedang berkumpul dengan manusia! Dan agar kau menjauhi maksiat Allah! Waspadalah! Jangan tergolong kaum yang melanggar Larangan Allah: { قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ} [التوبة: 24].  [2] Dan semoga Allah memberi sholawat pada terakhir para nabi, dan imamnya para rasul SAW.
والحمد لله رب العالمين






In syaa Allah bersambung.



[1] Sepertinya Abu Ubaidah tidak tahu bahwa, bersumpah dengan selain Nama Allah ‘terlarang’.
[2] Baca: Qul in kaana abaa’ukum wa abnaa’ukum wa ikhwaanukum wa azwaajukum wa‘asyiiratukum waamwaaluniqtaroftumuuhaa wa tijaarotun takhsyauna kasaadahaa wamanaasikinu tardhounahaa ahabba ilaikum minallaahi warasuulihii wajihaadin fii sabiilihii fatarobbashuu hatta yatiyalloohu biamrihii walloohu laa yahdil-qaumal-faasiqiiin. [Qs At-Taubah 24]).
Artinya: Katakan, “Jika ternyata ayah-ayah, anak-anak, saudara-saudara-lelaki, istri-istri, keluarga-keluarga, dan harta-harta kalian yang kalian rumat, dagangan yang kalian khawatirkan ruginya, dan beberapa tempat tinggal yang kalian cintai, lebih menyenangkan pada kalian, daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di Jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan Perkara-Nya. Dan Allah tidak akan senang pada kaum yang fasiq.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar