Sebelum menyerbu kota Chalab, pasukan Muslimiin melihat panji berkibar-kibar bergambar Raja Hiraqla. Di tempat itu, sejumlah pasukan
Muslimiin memacu kuda. Abu Jandalah membawa tombak. Mata tombaknya menyentuh
dan merobek panji bergambar itu, tak disengaja. Yang robek tepat pada gambar
mata Hiraqla.
Sejumlah pemuda Qinasrin marah dan melaporkan kejadian itu pada
Bathriq Luqa. Bathriq Luqa marah. Dia menyerahkan Salib emas dan 1.000 pasukan
berkuda pada seorang, agar segera menghukum kaum Muslimiin.
Arak-arakan pasukan berkuda itu kelihatan gagah dan agung, karena
berbusana sutra Dibaj mewah. Bathriq Luqa perintah agar Ishthokhor memimpin,
“Datanglah lagi pada pimpinan kaum Arab itu! Katakan padanya ‘kalian telah
melanggar janji atas kami, sebagai kaum Dzimi (yang berdamai)! Siapapun yang
melanggar harus ditindak!’.”
Ishsthokhor memegang Salib emas dan perintah agar 1.000 pasukan
berkuda segera berangkat cepat. Derap kaki arak-arakan berjumlah banyak itu ‘menggemuruh’
membuat debu-debu berterbangan.
Ishthokhor dan 1.000 pasukannya menghadap pada Abu Ubaidah. Kaum
Muslimiin bergegas mendekat, menurunkan Salib-Salib yang mereka bawa.
Abu Ubaidah mendekat dan bertanya, “Siapa kalian?.”
Abu Ubaidah mendekat dan bertanya, “Siapa kalian?.”
Pimpinan mereka menjawab, “Ishthokhor! Utusan penguasa kotaQinasrin. Saya diutus agar memberi tahu ‘kalian telah melanggar peraturan yang
kita sepakati. Di antara kalian, ada yang menusuk gambar mata Raja Hiraqla’.”
Abu Ubaidah menjawab, “Demi kebenaran Rasulullah SAW saya tidak
tahu sama sekali! Akan saya tanyakan dulu!.” [1]
Dia berteriak, “Hai semuanya! Siapakah yang telah merobek ‘gambar
mata’ Raja Hiraqla?.”
Beberapa orang menjawab, “Abu Jandalah dan Sahl bin Amer, namun
tidak sengaja!.”
Pada Ishthokhor, Abu Ubaidah berkata, “Sahabat kami melakukan
dengan tidak sengaja, lalu sebaiknya bagaimana agar kemarahan kalian reda?.”
Dengan marah, pasukan Ishthokhor menjawab, “Kemarahan kami
takkan reda, sehingga mata raja kalian juga dilukai.”
Mereka tidak berpikir bahwa, jawaban itu memancing kemarahan
pasukan Muslimiin.
Abu Ubaidah berkata, “Inilah saya! Silahkan dibalas karena
kerusakan gambar kalian.”
Mereka menjawab, “Kami takkan puas, kecuali jika yang dilukai,
pimpinan terbesar kalian, yang menguasai seluruh kaum Arab.”
Abu Ubaidah menjawab, “Mata pimpinan terbesar kami dilindungi
dari serangan.”
Semua pasukan Abu Ubaidah telah marah, karena perkataan mereka yang
lepas kontrol. Bahkan hampir mengamuk dan menyerang.
Abu Ubaidah meredakan kemarahan mereka.
Abu Ubaidah meredakan kemarahan mereka.
Pasukan Abu Ubaidah berkata, “Imam kami adalah junjungan kami!
Demi beliau, kami sanggup menebus dengan cara ‘mata kami’ yang dilukai.”
Sejumlah pasukan Muslimiin bergerak cepat, menodong Ishthokhor
dengan senjata tajam, karena marah. Sejumlah lainnya telah menghunus pedang
untuk mengamuk.
Suara Ishthokhor mereda, “Sudahlah! Kami takkan melukai mata
Umar maupun mata kalian. Kami hanya akan menggambar Amir kalian yang bernama
Umar pada panji yang dipasang di atas tiang. Selanjutnya kami akan melukai
gambar matanya, sebagaimana gambar mata raja kami, dirobek."
Kaum Abu Ubaidah ribut, “Teman kami yang melukai gambar mata,
tidak sengaja! Sedangkan kalian sengaja!.”
Abu Ubaidah meredakan kemarahan kaumnya, “Tenang! Kalau mereka
mau, biarlah gambar mata saya yang dilukai. Jangan sampai mereka nanti
bercerita bahwa ‘kita telah melanggar aturan’ yang telah disepakati bersama.
Meskipun sebetulnya aturan untuk mereka yang tak berakal ini ‘tidak sah’.”
Ishthokhor membawa pulang 1.000 pasukan berkudanya. Derap kaki
kuda menggemuruh dan debu-debu berterbangan. Arak-arakan panjang itu menjadi
perhatian masyarakat luas di sepanjang jalan yang dilalui.
Kaum Qinasrin menggambar Abu Ubaidah pada kain lebar. Setelah
gambar dipasang di atas tiang, seorang memacu kuda dan mengayunkan tombak,
hingga merobek gambar mata Abu Ubaidah, di kain yang berkibar-kibar. Ishthokhor
menghadap pada penguasa kota Qinasrin bernama Bathriq Luqa, untuk menyampaikan
laporan.
Abu Ubaidah dan pasukannya tinggal di Homs (Chimsh/حمص) hampir setahun. Menunggu
berakhirnya masa perjanjian damai.
Umar di Madinah sedih, karena sudah lama tidak ada berita yang
datang mengenai Abu Ubaidah dan pasukannya di Homs.
Umar menulis surat untuk Abu Ubaidah:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah, Umar
bin Al-Khatthab Amiril Mukminiin, untuk Kepercayaan Umat Ini,
Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrach.
سلام عليك
Sungguh saya memuji
Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya juga membaca sholawat untuk
Nabi-Nya, Muhammad SAW. Saya perintah agar kau bertaqwa pada Allah di waktu
sendirian maupun sedang berkumpul dengan manusia! Dan agar kau menjauhi maksiat
Allah! Waspadalah! Jangan tergolong kaum yang melanggar Larangan Allah: { قُلْ
إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ
فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ} [التوبة: 24]. [2] Dan semoga Allah memberi
sholawat pada terakhir para nabi, dan imamnya para rasul SAW.
والحمد لله رب العالمين
[2] Baca: Qul in kaana abaa’ukum wa abnaa’ukum wa
ikhwaanukum wa azwaajukum wa‘asyiiratukum waamwaaluniqtaroftumuuhaa
wa tijaarotun takhsyauna kasaadahaa wamanaasikinu tardhounahaa ahabba ilaikum
minallaahi warasuulihii wajihaadin fii sabiilihii fatarobbashuu hatta
yatiyalloohu biamrihii walloohu laa yahdil-qaumal-faasiqiiin. [Qs
At-Taubah 24]).
Artinya: Katakan,
“Jika ternyata ayah-ayah, anak-anak, saudara-saudara-lelaki, istri-istri,
keluarga-keluarga, dan harta-harta kalian yang kalian rumat, dagangan yang
kalian khawatirkan ruginya, dan beberapa tempat tinggal yang kalian cintai, lebih
menyenangkan pada kalian, daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di
Jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan Perkara-Nya. Dan Allah
tidak akan senang pada kaum yang fasiq.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar