Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/03/16

PS 83: Pembebasan Syam






Dari lisan ke lisan, penduduk Qinasrin tahu bahwa ‘Panglima Abu Ubaidah’ menjamin keselamatan kaum yang menghadap, untuk minta diselamatkan. Hal itulah yang membuat sebagian penduduk Qinasrin berkumpul untuk berembuk. Dalam musyawarah itu diputuskan ‘mereka akan menyuruh seorang’ agar menghadap Abu Ubaidah, untuk mengajukan permohonan damai. Keputusan itu tanpa sepengetahuan pimpinan tinggi mereka yang bathriq.

Bathriq Luqa pimpinan tinggi mereka, memerintah dua wilayah: kota Qinasrin dan Awashim. [1] Orangnya sangat pandai berperang, berperangai keras. Hingga semua rakyatnya takut.

Penguasa kota Chalab, kedudukannya sejajar Bathriq Luqa. Dua tokoh besar ini telah dipanggil oleh Raja Hiraqla, untuk ditanya mengenai ‘pertahanan wilayah’ mereka berdua. Mereka menjawab, “Wahai Raja! Sejak dulu hingga kapanpun, wilayah kami pasti kami pertahankan. Hanya kalau bisa ‘pertahanan’ yang ini jangan terlalu berat.”
Raja Hiraqla mengucapkan terimakasih, lalu berjanji, “Tenang! Saya akan mengirim pasukan berjumlah sangat banyak, untuk membantu kalian berdua.”
Sebetulnya jumlah pasukan mereka bedua cukup banyak: masing-masing memiliki 10.000 pasukan berkuda. Hanya saja 20.000 pasukan itu, tidak berkumpul di suatu tempat.

Dalam waktu cepat penguasa kota Qinasrin tahu bahwa sebagian rakyatnya telah ‘mengajukan permohonan damai’ pada Abu Ubaidah, tanpa sepengetahuannya. Dia marah-marah dan tersinggung. Dan mengumpulkan rakyatnya untuk berkata, “Hai saudara seketurunan! Apa yang harus saya perbuat terhadap kaum Arab? Sepertinya kalian justru condong pada mereka yang telah menduduki beberapa wilayah kekuasaan kita di negeri Syam?.”
Beberapa orang menjawab, “Tuan! Berita yang sampai pada kami ‘kaum Arab’ menepati janji dan mau bermurah hati, menjamin kita selamat. [2]  Kebanyakan kota kita telah mereka rebut dengan perdamaian. Orang-orang yang berani melawan mereka, diperangi dan diperbudak. Namun jika mau mengikuti kemauan mereka, maka diperbolehkan menempati tanah kelahiran, dan selamat dari tindakan mereka. Menurut kami ‘paling tepat’ kita mengajukan permohonan damai, agar kita dan harta kita aman.”
Sang bathriq menjawab, “Usulan kalian tepat! Karena mereka kaum yang mendapat pertolongan, menaklukkan lawan. Saya bertekat seperti kalian, yaitu akan mengajukan ‘permohonan damai’, setahun penuh. Hanya saja ketika pasukan Raja Hiraqla telah datang untuk menolong kita, mereka kita serang, kita bunuh semuanya.”
Banyak sekali yang menjawab, “Laksanakan rencana tuan yang bagus itu!.”

Sang bathriq Luqa dan sebagian besar rakyat Qinasrin telah sepakat ‘akan mengajukan permohonan damai’, untuk menipu. Bathriq Luqa telah memanggil seorang qissis yang sangat pandai agama Nashrani maupun Yahudi, bernama Ishthokhor (اصطخر). [3] Dia pandai berbicara dengan bahasa Romawi dan Arab. 
Dengan hormat, Luqa berkata, “Bapa! Pergilah pada kaum Arab, agar mereka menerima ‘permohonan damai’ kita selama setahun. Dalam waktu setahun itu, kita bisa merencanakan siasat dan tipu-muslihat.”
Luqa menulis surat permohonan yang akan dibawa oleh Ishthokhor, untuk Abu Ubaidah RA:
Ammaa ba’d:
Hai kaum Arab, pertahanan kami sangat kuat, jumlah pasukan kami sangat banyak. Meskipun bercokol di sini seratus tahun, kalian takkan mampu mengalahkan kami. Dalam hal ini, Raja Hiraqla telah mempersiapkan pasukan yang diambil dari sepanjang pesisir Khalij hingga Romawi. [4] Melalui surat ini, kami mengajukan ‘permintaan damai’ setahun penuh, untuk selanjutnya berhitung ‘siapakah yang akan lihai’ bertempur. Untuk itu kami menunjukkan batas wilayah Qinasrin dan Awashim. Agar jika nanti kalian menyerang kaum, tahu batas-batas wilayah kami. Terus terang kami bertindak ini tanpa sepengetahuan Raja Hiraqla, karena takut dimurkai dan dibunuh.  
والسلام


Sang bathriq menyerahkan kuda bagalnya dan menyerahkan 10 pemuda, untuk menemani Ishthokhor, menuju Chims (Homs). Untuk menjumpai dan menyerahkan surat pada Abu Ubaidah RA.






In syaa Allah bersambung.




Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi


[1] Kaum Nashrani menyebut  ‘Luqa’ Lukas.
[2]  Istilah dari Al-Waqidi: أصحاب وفاء وذمة. (Ashchabu wafaa’in wa dzimmah, artinya kaum yang menetapi janji, dan mau menjamin ‘selamat’ musuh).
[3] Qissis, tokoh agama Nashrani.
[4] Khalij artinya sungai besar yang masuk ke laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar