Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/25

PS 77: Pembebasan Syam






Tadinya, Watsilah bin Al-Asqa’ tergolong pasukan Abdullah bin Ja’far yang telah lemas dan berputus asa. Tiba-tiba dia dan teman-temannya melihat Khalid dan pasukan berkudanya, muncul untuk membantu. Serangan Khalid dan pasukannya ganas ‘mematikan’.
Mulai sejak serangan dimulai, hingga waktu isyak, mereka mengamuk dan menggila. Pasukan Romawi tewas berserakan, yang lain bercerai-berai ‘berlari’ ketakutan.
Yang paling ganas serangan Khalid, membuat pasukan Romawi berlarian menjauh, bagai ombak dari tengah laut, lari ke pantai. Hal itu, mempermudahkan pasukannya ‘membunuh dan menangkap’.
Abu Dzarr, Dhirar bin Al-Azwar, dan Al-Musayyab bin Najiyah Al-Fazari, termasuk kaum yang kegigihannya dalam berperang ‘paling menonjol’. Merekalah yang telah berjasa ‘menggerakkan pasukan’, untuk melancarkan serangan. Mereka pula yang mengamuk dan membunuh lawan, secara besar-besaran.

Di gelapnya malam itu, Dhirar terkejut, karena melihat dua pergelangan tangan Abdullah bin Ja’far ‘berlumuran darah’.
Dhirar menghibur, “Allah pasti akan membalas kau hai putra paman Rasulillah! Demi Allah dendam ayahmu telah terbalas, dan kau telah puas!.”
Abdullah bertanya, “Siapa yang berbicara padaku? Di malam yang gelap ini?.”
Dhirar diam tidak segera menerangkan jati dirinya.
Setelah dijawab, “Saya Dhirar sahabat Rasulillah SAW”, Abdullah merasa senang, dan berkata, “Selamat atas kedatanganmu! Ayo bantu kami!.”

Kedatangan Khalid dan pasukannya yang ganas sekali, sangat berpengaruh dalam peperangan itu. Khalid mensyukuri perjuangan Abdullah bin Unais, “Semoga Allah membalas kau dengan seindah-indah balasan.”
Abdullah bin Ja’far berkata, “Hai Dhirar! Pasukan elit dan para bathriq Romawi berada di perumahan itu, melindungi putri penguasa Tharabulus (طرابُلُس) yang sedang menikah. Mereka membawa harta kekayaan yang sangat banyak, namun dijaga ketat oleh pasukan yang ganas. Kalau kau sanggup menyerang bersamaku, akan saya antar ke sana.”
Dhirar menjawab, “Mana mereka?!.”
Adullah berkata, “Amatilah itu di sana!.” 

Bathriq Tharabulus mengomando pasukan elit, untuk menjaga putrinya yang sedang menjalani upacara pengantin. Sejumlah obor berkobar-kobar menerangi mereka, dan Salib-Salib gemerlapan. Di situlah pertahanan mereka yang paling kuat, seakan-akan tak mungkin bisa ditembus.
Dhirar berkata, “Semoga Allah menunjukkan kau pada kebaikan! Engkau telah menunjukkan saya! Saya akan menyerang mereka bersamamu.”
Abdullah menyerang mereka dengan garang. Dhirar bin Al-Azwar juga menyerang dengan ganas. Mendesak hingga mereka mundur ke belakang.
Bathriq Tharabulus maju ke depan ‘menakukan’. Dia meneriakkan kalimat kafir, lalu menyerang dengan garang, dengan pedang. Dhirar menyambut serangannya yang membahayakan.
Perkelahian mematikan dengan senjata, berlangsung seru. Dhirar grogi melihat musuhnya lebih besar dan lebih tinggi, serangannya ganas sekali. Kecepatan gerak pedang dan kokohnya tangkisan perisai, menunjukkan kekuatan bathriq Tharabulus sempurna. Dhirar dan sang bathriq bertempur menggila, di atas kuda.
Dhirar sendirian, di pertengahan pasukan Romawi, bertempur melawan sang bathriq.
Beberapa pasukan berlari cepat, membantu Tharabulus. Tiba-tiba Dhirar meloncatkan kudanya, menghindari serangan serempak mereka.
Di dalam gelap, seorang Romawi menyodorkan kayu untuk menjegal kuda, dan agar Dhirar terlempar. “Prak! Grubyuk!” Dhirar terlempar, lalu bangkit berdiri secepat-cepatnya, untuk menaiki kudanya yang ternyata belum berdiri.
Dhirar siaga penuh dengan pedang dan perisainya, untuk melawan sejumlah pasukan yang berdatangan. Untuk melancarkan serangan berbahaya.
Dari atas kuda, Tharabulus melemparkan tongkat. Dhirar menghindari lalu bergerak cepat, menyerang. Dua kaki kuda Tharabulus dipukul, hingga kuda sempoyongan. Mata kuda dipukul, “Prak! Prak” Hingga kuda itu roboh ke tanah bersama pengendaranya. “Grubyuk.”
Bathriq Tharabulus kesulitan berdiri karena terhalang oleh tali yang pengait pada pelana kudanya. Dhirar sontak menyerang, sebelum pasukan elit datang membantu sang bathriq. Pedang Dhirar yang ditebaskan, “Crang” Tak mampu memotong leher sang bathriq, karena terhalang anyaman besi pelindung leher. Dhirar menarik agar sang bathriq terjun ke bawah.
Dhirar terjun untuk mengikuti sang bathriq di bawah. Lalu menindih sang bathriq yang terlentang. Lalu menghunus dan menusukkan belati made in Yaman pada leher, setelah anyaman besi pelindung leher disingkapkan. Bathriq Tharabulus tewas. 

Dhirar bergerak cepat, merampas dan mengendarai kuda  Tharabulus, yang telah berdiri. Kuda itulah yang paling gagah, gemerlapan oleh banyaknya perhiasan: emas, perak, dan batu-batu mulia yang sangat mahal. [1]
Dhirar memacu kuda dan bertakbir, lalu menyerang dan mencerai-beraikan kaum musyrik. Abdullah telah menguasai perumahan Abu-Quds dan seluruh orang, maupun barang-barang yang di dalamnya.
Walau begitu Abdullah dan teman-temannya tidak mengambil barang-barang itu, karena menunggu Khalid datang.

Khalid sedang mengejar pasukan Romawi yang berlari menuju sungai sangat luas lagi dalam, di pinggir kota Tharabulus. Khalid berhenti di situ; sebagian pasukannya pulang.
Perumahan Abul-Quds tempat upacara pengantin, telah dikuasai sepenuhnya. Harta kekayaan yang dijarah banyak sekali. Barang-barang pasar tiban yang ditinggalkan oleh pemiliknya,  juga disita.
Malam itu pasukan Muslimiin senang sekali, karena mendapatkan barang-barang berharga, dan bermacam-macam makanan.
Pengantin wanita cantik rupawan, diiringi oleh 40 dayang-dayang, berpakain mewah gemerlapan, disuruh keluar dari rumah mewah itu. Harta kekayaan di dalam rumah dikumpulkan, dimuatkan pada kuda-kuda jantan, keledai, dan himar.

Yang paling penting untuk dicatat dalam penaklukan kota Abul-Quds adalah:
1.                  Abdullah bin Ja’far sebagai panglima perang.
2.                  Abdullah bin Unais ‘penghubung’ pasukan tempur, dengan Panglima Abu Ubaidah.
3.                  Khalid bin Al-Walid sebagai komandan bala bantuan, yang menentukan kemenangan.

Dalam keadaan luka parah, Khalid mendekat untuk memanggil rahib di atas rumah: “Hai rahib!.”
Dua kali dipanggil oleh Khalid, namun rahib tak mau nongol, sehingga Khalid memukul-mukul rumahnya. Wajah rahib muncul dari cendela untuk berkata, “Kau mau apa? Demi kebenaran Al-Masih, Penguasa langit biru pasti akan menuntutmu mengenai darah orang-orang yang telah kalian bunuh itu.”
Khalid menggertak, “Bagaimana mungkin akan menuntut kami? Padahal Allah telah perintah agar kami memerangi kalian dan menjanjikan pahala? Demi Allah kalau Rasulillah SAW tidak melarang kami, pasti tempat peribadatanmu telah saya rusak! Dan kau telah saya bunuh dengan cara paling kejam.”
Rahib diam tidak menjawab.

Khalid, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Unais, dan pasukan semuanya, pulang membawa kekayaan, menuju Damaskus. Meski sangat lelah dan merasakan perih, tetapi mereka sangat berbahagia. Tawanan yang paling menarik dalam arak-arakan panjang itu, putri bathriq Tharabulus yang baru saja menjadi pengantin.




In syaa Allah bersambung.



Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia


[1] فتوح الشام (1/ 97)
ثم وثب ضرار وملك جواد عدو الله واستوى في سرجه وكان على الجواد كثيرا من الذهب والفضة والفصوص التي تساوي ثمنا كثيرا.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar