Langit, bumi, gunung, angin, pohon-pohon, dan burung-burung, bertasbih kepada Allah, dengan ‘bahasa mereka’ masing-masing. Jalan sangat panjang dan berliku-liku telah dilalui oleh arak-arakan pasukan Khalid yang panjang bagaikan sungai. Harapan dan doa Khalid ‘semoga Allah memberi Kemampuan’ menaklukkan pasukan Tuma dan Harbis, telah dikabulkan. Bahkan semua harta kekayaan mereka yang sangat banyak, telah dijarah. Bahkan putri Raja Hiraqla yang cantik jelita pun telah ditawan. Tidak ada anugrah yang lebih besar dari pada itu semua.
Pasukan Muslimiin memasuki perkampungan dengan berarak-arak
panjang. Banyak sekali masyarakat awan yang ketakutan, saat melihat mereka
datang. Arak-arakan itu memasuki kawasan Marjus Shoghir (مرج
الصغير),
yang artinya: ‘hutan kecil’.
Marjus Shoghir berada di dekat gedung Ummu Hakim, yang artinya
‘sentral orang bijak’.
Jauh di belakang mereka, debu berterbangan sangat
tebal, membumbung tinggi. Pasukan yang di bagian belakang mengamati kepulan itu
dengan seksama.
Beberapa orang berlari mendekati Khalid, untuk melaporkan kejadian itu.
Beberapa orang berlari mendekati Khalid, untuk melaporkan kejadian itu.
Khalid perintah, “Mana di antara kalian yang sanggup ke sana
untuk melaporkan padaku!? Ada apa di sana?.”
Orang yang kecepatan larinya melampaui kuda pilihan itu turun
dari kuda, lalu berlari cepat mendekati kaum, jauh di belakang sana.
Sejumlah pasukan berkuda menyusul di belakangnya.
Setelah mengamati keadaan kaum yang dimaksud, Sho’sho’ah segera
berbalik dan berlari cepat, untuk menyampaikan laporan pada
Khalid.
Dia berteriak, “Wahai pemimpin! Ternyata mereka membawa sejumlah
Salib dan senjata tajam. Yang bisa melihat mereka dari jauh hanya yang
pandangan matanya tajam.” [1]
Arak-arakan pasukan berkuda Romawi yang mengejar, telah semakin
mendekat.
Pada Yunus, Khalid perintah, “Temuilah pasukan berkuda itu! Dan
tanyalah apa tujuannya!.”
Yunus menjawab, “Perintah ini akan saya laksanakan.”
Lalu bergegas berlari untuk mendekati pasukan yang dimaksud.
Yunus kembali menghadap Khalid untuk berkata, “Benar kan? Telah
saya katakan bahwa ‘raja pasti’ akan mencari putrinya? Pasukan berkuda ini,
akan merampas barang sitaan kita. Tujuan mereka akan menyusul kau di Damaskus,
untuk minta agar putri raja dilepaskan, dengan tebusan, atau dibebaskan.”
Tiba-tiba ada lelaki tua berpakaian sederhana mendekati pasukan
Muslimiin bagian belakang. Dia dipersilahkan menghadap pada Khalid yang segera
menyambut, “Katakan apa tujuanmu?.”
Lelaki tua menjawab, “Saya utusan Raja Hiraqla. Beliau berkata
pada kau ‘kembalikan harta pasukanku yang telah kau rampas. Kau telah
membunuh Tuma suami putriku, dan telah mempermalukan saya. Jangan pergi sebelum
menyerahkan putriku dengan imbalan tebusan, atau kau kembalikan dia, dengan
tanpa syarat. Sebagai kesatria yang baik, pertimbangkanlah ucapanku. Orang yang
tak bisa menyayang ‘takkan mendapat’ kasih sayang. Sebetulnya saya ingin
berdamai dengan kalian.”
Khalid menjawab, “Katakan pada rajamu ‘demi Allah’ saya
takkan pulang untuk menuruti dia dan untuk agama dia, sehingga saya dapat
menduduki tahtanya, dan merebut negeri yang dia kuasai. Sebagaimana telah kau
ketahui dalam ilmumu. Adapun putrimu saya kemblikan, dengan tanpa
imbalan denda’.”
Khalid melepaskan putri Raja Hiraqla, agar dibawa pulang oleh
lelaki tua, dan rombongannya. Lelaki tua membawa putri Raja, dan bergabung pada
arak-arakan pasukan yang membawa Salib dan senjata tajam. Mereka segera
berbalik dan pulang menuju kerajaan. Derap kaki kuda mereka mengepulkan asap tebal
mengangkasa.
Putri raja pulang, disambut dengan bahagia oleh rakyat yang
melaut. Mereka senang mendapati putri raja pulang dengan selamat. Tangis dan
kesedihan karena kekalahan besar, sementara terobati.
Pada pejabat-pejabat tinggi, Raja Hiraqla berkhotbah, “Inilah yang dulu pernah saya katakan pada kalian, namun saat itu kalian tidak
percaya. Yang akan menimpa kita akan lebih besar lagi. Bahkan yang ini nanti
bukan dari tindakan mereka, tetapi karena Tindakan Tuhan langit.”
Ruangan agung itu kini terisi suara isak tangis dari semua
hadirin. Bahkan tangisan itu semakin lama semakin keras, sehingga membisingkan.
Tak seorangpun tersenyum atau tertawa di sana. Raja Hiraqla pun menangis sedih,
karena tahu pasti ‘bahwa masa kerajaannya’ akan segera berakhir, berpindah ke
tangan pasukan Muslimiin.
Kaum Romawi yang dulunya tidak percaya pada ucapan raja, kini
percaya, karena menyaksikan sendiri ‘kekuatan Muslimiin’ di medan perang, luar
biasa. Dan itu telah terbukti berkali-kali di tempat dan waktu yang berbeda.
Tadinya mereka terlalu sombong dan congkak, karena telah mampu menaklukkan
pasukan berkekuatan dahsyat dari Persia di kota Ninawa (Nineveh).
Tadinya mereka terlalu meremehkan kaum Arab yang hanya kaum miskin dan tak pernah mendapatkan pendidikan perang, seperti mereka. Kenyataan itu membuat mereka seakan-akan terjun dari langit tujuh ke jurang terdalam, lalu terlempar ke laut dan karam ke dalam palung terdalam. Susah, takut, khawatir, marah, malu, sakit, geregetan, nestapa, semua bercampur menjadi satu, sehingga meledakkan tangisan memilukan.
Tadinya mereka terlalu meremehkan kaum Arab yang hanya kaum miskin dan tak pernah mendapatkan pendidikan perang, seperti mereka. Kenyataan itu membuat mereka seakan-akan terjun dari langit tujuh ke jurang terdalam, lalu terlempar ke laut dan karam ke dalam palung terdalam. Susah, takut, khawatir, marah, malu, sakit, geregetan, nestapa, semua bercampur menjadi satu, sehingga meledakkan tangisan memilukan.
Meskipun Damaskus adalah kota besar yang indah, dan kaum
Muslimiin di sana seperti raja, karena bermacam-macam fasilitas semuanya
tersedia. Kaum Nashrani di sana sangat menghormat dan taat sepenuhnya pada
mereka. Namun Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin di sana dirundung rindu. Mereka
ingin sekali mendapat berita mengenai Khalid di tengah pasukannya. Bagaimanakah
khabar mereka? Bagi mereka Khalid dan pasukannya adalah ‘kawan’ yang sangat
dicintai, yang telah lama menjadi teman sependeritaan.
Dari jauh tampak arak-arakan rombongan berjumlah banyak sekali.
Semakin lama semakin jelas bahwa mereka adalah sahabat yang ditunggu-tunggu dan
dirindukan. Pasukan Muslimiin sama keluar dengan bahagia menyambut kedatangan
mereka.
Khalid dan pasukannya telah mendekat. Kaum Muslimiin di Damaskus
mengucapkan selamat dan salam. Khalid menemui tokoh penting:
3.
Dan lainnya.
Lalu duduk bersanding dengan tokoh yang sangat agung, Abu Ubaidah.
Khalid berkisah mengenai peperangannya yang mendebarkan. Abu
Ubaidah mendengarkan dengan penuh heran ‘mengenai keberanian dan kepiawaian’
Khalid.
Setelah duduk sejenak, Khalid membagi rampasan perang menjadi
lima bagian. Yang seperlima akan disetorkan ke Madinah, sisanya diberikan pada
seluruh pasukan. Bagian Khalid dipotong sebagian untuk Yunus Ad-Dimaski, yang
telah menunjukkan jalan menuju gunung Hiraqla dan Marjud Dibaj.
“Ini untukmu, agar kau pergunakan menikah, atau membeli pelayan
dari wanita Romawi,” kata Khalid.
Yunus menjawab, “Demi Allah saya takkan menikah di dunia
selama-lamanya. Saya ingin menikah besok di akhirat saja, dengan bidadari
bermata indah.”
Rafi’ bin Umairoh At-To’i, yang saat itu mengukuti perang,
berkisah:
“Yunus bergabung pada
kaum Muslimiiin hingga Perang Yarmuk. Dia sangat gigih di dalam berjihad. Dalam
kondisi luka-luka, lengan dia tertembus anak panah musuh, hingga dia tersungkur
dan wafat. Saya sangat bersedih ditinggalkan dia.
Ketika saya tidur, bermimpi,
melihat dia berbusana chullah (seperti pakaian ichram)
gemerlapan indah. Dua sandal yang dikenakan dari emas. Dia bersuka-ria di dalam
taman indah nan subur. Saya bertanya ‘bagaimana Allah memperlakukan kau?’ Dia
menjawab ‘Allah telah mengampuni dan memberi ganti istri padaku; tujuh puluh
bidadari bermata indah. Kalau seorang dari mereka muncul ke dunia, niscaya
sinarnya mengalahkan teranganya matahari dan bulan. Semoga Allah membalas baik
pada kalian’. [2]
Saya menjelaskan
mimpiku pada Khalid, yang segera menjawab ‘demi Allah selain Mati Syahid tidak ada yang lebih menguntungkan’.” [3]
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
قال: أيكم
يأتيني بخبرها فبادر بالأجابة رجل من غفار يقال له صعصعة بن يزيد الغفاري: قال:
أنا أيها الأمير ثم نزل عن جواده وكان بجريه يسبق الفرس الجواد لقوة عزمه فورد
الغبرة واختبرها ورجع على عقبه وهو ينادي أيها الأمير ادركنا الصلبان من ورائنا
وهم مصفدون في الحديد لم يبن منهم غير حماليق الحدق.
[2] Dalam naskah aslinya, “Semoga Allah membalas baik pada kalian” Ditulis
‘جزاكم
الله خيرا’
: فتوح الشام (1/ 83)
فجزاكم الله خيرا.
قال رافع بن
عميرة الطائي فشهد معنا القتال إلى يوم اليرموك فما كنت أراه في حرب إلا ويجاهد
جهادا عظيما وقد أبلى في الروم بلاء حسنا فأتاه سهم في لبته فخر ميتا رحمه الله
تعالى قال رافع فحزنت عليه واكثرت من الترحم عليه فرأيته في النوم وعليه حلل تلمع
وفي رجليه نعلان من ذهب وهو يجول في روضة خضراء فقلت له: ما فعل الله بك قال غفر
لي واعطاني بدلا من زوجتي سبعين حوراء لو بدت واحدة منهن فى الدنيا لكف ضوء وجهها
نور الشمس والقمر فجزاكم الله خيرا فقصصت الرؤيا على خالد فقال ليس والله سوى
الشهادة طوبى لمن رزقها.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar