Kota besar yang tadinya sangat ramai itu, kini sepi ditinggalkan oleh penduduk. Pada Khalid, Yunus Ad-Dimaski berkata, “Wahai pimpinan, saya telah bertekat mencari dua tokoh mata-mata, yaitu Tuma dan
Harbis. Saya ingin menyita barang bawaan istri saya.”
Khalid menjawab, “Ya, silahkan.”
Dia bertanya, “Apa yang membuat tuan tenang-tenang? Tidak segera
mengejar mereka?.”
Khalid menjawab, “Jarak antara kita dan mereka perjalanan empat
hari empat malam. Mereka berjalan dengan cepat karena ketakutan. Kita tidak
mungkin bisa mengejar mereka.”
Dia berkata, “Kalau hanya karena jarak mereka ‘sudah terlalu
jauh’. Saya tahu keadaan kota-kota di sini. Dan sanggup mengantar tuan,
menyusul mereka, in syaa Allah Ta’ala. Tetapi sebaiknya tuan dan
semua rombongan berbusana kaum Lakhm dan Judzam. [1] Yaitu kaum Arab Nashrani.
Siapkanlah berbekalan dan ayo kita berangkat.”
Khalid mengumpulkan 4.000 pasukan berkuda, untuk diajak mencari
rombongan Tuma dan Harbis. Rombongan telah diperintah oleh Khalid, agar membawa
perbekalan sedikit saja. Penunjuk jalan mereka, Yunus.
Arak-arakan berjalan terus menyusuri jalan panjang berliku.
Abu Ubaidah menuruti pesan Khalid, agar tinggal di Damaskus
bersama Muslimiin yang lain. Bawaan rombongan Tuma yang tertinggal di jalan,
menjadi jarahan mereka.
Penduduk Syam yang dilewati tidak curiga, karena menyangka
rombongan Khalid, sebagai kaum Nashrani Lakhm dan Judzam.
Mereka telah sampai pada pantai. Dan terkejut oleh sekelompok
orang yang datang dari arah Anthokiyah. Kaum itu memberi tahu bahwa ‘tidak
boleh masuk’ kota Anthokiyah, karena dilarang keras oleh raja. Yunus bingung
karena rombongannya tidak boleh masuk Anthokiyah. Dia mengajak rombongan,
memasuki perkampungan, untuk mencari berita.
Dengan sedih, penduduk kampung memberitakan tentang ‘Tuma dan
Harbis’, telah menyerahkan negeri Damaskus yang agung, pada kaum Arab. Mereka
juga menjelaskan bahwa ‘berita sangat menyedihkan’ ini telah dilaporkan pada
Raja Hiraqla.
Hiraqla murka sehingga, Tuma dan Harbis tidak boleh menghadap.
Hiraqla telah mempersiapkan pasukan berjumlah banyak sekali, ke kota Yarmuk.
Dia khawatir jika pasukannya yang telah dipersiapkan ‘tahu tentang keberanian
dan kehebatan kaum Arab’ di dalam berperang. Oleh karena itu dia perintah,
agar rombongan Tuma segera pergi ke Konstantinopel (Qusthonthiniyyah/القسطنطينية).
Yunus kesal, karena menyangka ‘gagal menemukan’ rombongan Tuma
yang telah pergi jauh, ke arah Konstantinopel. Dan perjalanan kaum yang
ketakutan itu, tentu sangat cepat sekali. Yunus pergi sebentar; Khalid
mengimami sholat kaum Muslimiin.
Tiba-tiba Yunus muncul, untuk menyampaikan laporan, “Sungguh
saya telah gagal menunjukkan kalian. Saya telah berusaha sekuat tenaga.”
Dengan tertegung, Khalid mendengarkan laporan. Lalu menjawab,
“Lalu sebaiknya bagaimana?.”
Dia menjawab, “Wahai pimpinan. Sebetulnya di sekitar inilah ‘saya
berharap’ bisa mengejar mereka. Tetapi raja menyuruh mereka pergi ke
Konstantinopel. Agar tidak membocorkan berita yang bisa membuat pasukan yang
telah dipersiapkan, ketakutan menghadapi pasukan kita. Kita dan mereka
terhalang oleh gunung Hiraqla yang sangat besar dan tinggi ini. Raja sekarang
sedang menggalang pasukan untuk menyerang kita. Saya khawatir jika mengejar
rombongan Tuma, justru kita diserang dari belakang, hingga kita keropotan
menghadapi. Yang pasti kebijakan selanjutnya saya serahkan tuan. Apapun yang
tuan perintah, akan saya laksanakan.”
Wajah Khalid menjadi merah. Mungkin karena marah dan kecewa. Pada
Khalid, Dhirar berkata, “Wahai pimpinan, kenapa kau kelihatan muram?.”
Khalid menjawab, “Ya Dhirar. Demi Allah saya tidak takut mati
terbunuh. Saya mengkhawatirkan pasukan yang kita tinggal di Damaskus. Selain
itu terus terang, sebelum Damaskus kita rebut saya telah bermimpi yang membuat
saya sedih.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar