Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/14

PS 59: Pembebasan Syam



Peperangan sangat panjang telah melelahkan penduduk Damaskus. Raja menyerahkan negerinya pada Abu Ubaidah. Namun, ‘Penerimaan Abu Ubaidah’ pada negeri Damaskus, ditentang keras, oleh sebagian pasukan Muslimiin. Karena itulah, tokoh-tokoh Muslimiin berkumpul, untuk mempertimbangkan lagi ‘kebijakan Abu Ubaidah’.

Masih banyak pasukan Muslimiin yang bersikeras, ‘akan melanjutkan peperangan’. Dalam musyawarah itu Mu’adz, Yazid bin Abi Sufyan, dan pendukung mereka, berkata, “Sebaiknya kita menyetujui keputusan Abu Ubaidah bin Jarrah. Hentikanlah peperangan, karena penduduk kota ini belum pernah ditaklukkan oleh suatu kaum. Artinya ‘kita mendamai mereka ini’ sudah merupakan kemenangan besar. Selain itu, kita tidak perlu takut Raja Hiraqla yang berada di Anthokiyah (انطاكية). Kalau dia tahu ‘kita telah mendamai’ lalu kita berkhianat, justru kemungkinan ‘kota ini’ takkan kita taklukkan secara damai, selamanya. Yang pasti ‘kalian mendamai’ akan lebih baik, daripada mereka tewas kalian bunuh.”

Pada Khalid, beberapa tokoh berkata, “Semua penduduk yang telah kau taklukkan dengan pedangmu, di bawah kekuasaanmu. Tetapi Abu Ubaidah, tetap bergabung dalam kemenangan itu. Mengenai ‘penerimaan negeri ini’, kalian berdua agar menulis surat pada Khalifah Abu Bakr, untuk minta petunjuk. Petunjuk beliau yang harus kita terima.”
Khalid menjawab, “Ya! Saya menyetujui kemauan kalian! Kaum Damasku, saya jamin aman! Tetapi dua orang laknat, Tuma dan Harbis! Harus dikecualikan. [1] Dia harus keluar dari kota ini. Dan semoga Allah selalu melaknat, di manapun mereka berdua berada.”

Harbis pejabat yang diberi wenang memerintah setengah dari negeri Damaskus, oleh Raja Tuma.

Pada Khalid, Abu Ubaidah berkata, “Justru dua orang ini yang pertama kali mengajukan permohonan damai. Semoga Allah menyayang kau, tapi jangan merusak kebijakanku.”
Khalid menjawab, “Kalau bukan kau yang melindungi, dua orang itu telah saya bunuh semuanya.”
Abu Ubaidah berkata, “Persyaratan inilah yang diminta oleh dua orang itu, dalam ‘perjanjian damai’.”

Tuma dan Harbis tokoh besar Damaskus, tampak sangat ketakutan, karena Khalid ‘belum menyetujui kebijakan’ Abu Ubaidah, sepenuhnya. Takut kalau dibunuh.
Dua orang itu menghadap Abu Ubaidah, membawa penerjemah. 
Pada penerjemah, Mereka berdua bertanya, “Apa yang dikatakan oleh (Khalid) lelaki ini?.”
Pada Abu Ubaidah, penerjemah bertanya, “Bagaimana kami harus menyikapi keputusan tuan, dan sahabat tuan? Sahabat tuan ini akan mengkhianati kami. Padahal kami dan seluruh penduduk negeri ini telah bersepakat ‘minta damai’. Sebetulnya khianat bukanlah tabiat kalian kan? Begini saja, bebaskanlah saya dan kaum saya, untuk ‘keluar kota’ melewati jalan yang kami pilih.”
Melaui penerjamah, Abu Ubaidah berkata pada Tuma, “Kamu di dalam jaminan keamananku. Silahkan pergi melewati jalan manapun yang kau pilih. Namun jika telah berani memerintah kaum di suatu tempat, berarti kamu telah lepas dari jaminan keamananku. Begitu pula kaummu.”
Melalui penerjemah, Tuma dan Harbis berkata, “Kami di dalam ‘jaminan aman’ tuan hanya selama tiga hari. Selebihnya sudah tidak lagi. Artinya jika telah lebih dari tiga hari, kami boleh diserang dan ditangkap, untuk dijadikan budak atau dibunuh.”
Khalid menjawab, “Saya setuju! Tetapi jangan membawa apapun dari kota ini, kecuali sekedar perbekalan!.”
Abu Ubaidah mengingatkan, “Ucapan ini, menjurus pada ‘merusak perjanjian damai’. Mereka boleh keluar membawa siapa saja, dan harta kekayaan mereka.”
Khalid berkata, “Ya, saya mengalah! Tapi jangan membawa pedang, yang ini saya melarang.”
Setelah diberi tahu mengenai ‘maksud Khalid’ oleh penerjemah, Tuma protes, “Nggak bisa! Kami harus membawa pedang! Karena untuk membela diri jika ada serangan penjahat!? Agar bisa sampai tujuan dengan selamat! Mumpung kami masih di sini, putuskanlah kebijakan untuk kami.”
Abu Ubaidah berkata, “Semua saya perbolehkan membawa senjata, tapi yang membawa pedang, tidak boleh membawa tombak. Yang membawa tombak, jangan membawa pedang. Yang membawa busur jangan membawa belati.”

Setelah memahami kalimat itu, melalui penerjamah, Tuma berkata, “Ya! Saya bisa menerima keputusan ini. Sepertinya kami semua nanti hanya akan membawa pedang saja” Lanjutnya, “Saya takut Khalid ini. Mintalah, agar dia menulis pernyataannya.”
Abu Ubaidah berkata, “Kamu ini bagaimana? Kami semua bangsa Arab! Tidak akan berkhianat maupun menipu! Biasa, dia itu omongannya memang begitu, tapi selalu melaksanakan ucapan dan janjinya. Dan takkan berkata kecuali yang benar.”

Raja Tuma dan Harbis mengumpulkan rakyat yang akan ikut berpindah ke luar kota. Penduduk sibuk, bersiap-siap mengikuti Raja Tuma dan Harbis. Untuk berpindah ke luar kota. 






[1] Ada yang menulis ‘Herbis’. Naskah aslinya: فتوح الشام (1/ 74)
فقال لهم خالد بن الوليد: قد أجبت إلى ذلك وقبلت مشورتكم فأما أهل دمشق فقد امنتهم إلا هذين اللعينين توما وهربيس.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar