Di luar dinding, Khalid dan pasukannya melancarkan serangan
mengerikan. Banyak sekali korban berjatuhan. Di dalam dinding, ada seorang alim
Nashrani (qiss),
bernama Yunus bin Marqus. Rumah dia berhimpitan dengan beteng kota sebelah
timur.
Di luar beteng itu, Khalid dan pasukanya melancarkan serangan
ganas, hingga korban yang berjatuhan tewas, makin banyak.
Di dalam rumahnya, Yunus bergetar ketakutan dan putus asa. [1] Sebelum itu, dia sering membaca Malachimu Daniyal AS. Dalam kitab itu dijelaskan:
Di dalam rumahnya, Yunus bergetar ketakutan dan putus asa. [1] Sebelum itu, dia sering membaca Malachimu Daniyal AS. Dalam kitab itu dijelaskan:
Allah akan menyerahkan negeri ini ke tangan seorang sahabat nabi SAW. Agama mereka akan
menaklukkan seluruh agama. [2]
Di malam itu, Yunus bekerja keras, membobol dinding di sisi rumahnya.
Lalu menggali tanah di bawah beteng-kota. Keluarga dan anak-anaknya tidak tahu,
bahwa dia telah membobol dinding, dan menggali bawah beteng. Lalu bergegas
keluar menuju pasukan Muslimiin.
Yunus menghadap Khalid dan bercerita bahwa, dia bisa keluar karena
‘membobol dinding’, dan menggali lobang di bawah beteng. “Saya menghadap tuan
agar saya, keluarga saya, dan anak-anak saya, tuan jamin selamat” Mohonnya.
Khalid mengabulkan permohonan. Lalu perintah agar Yunus dijagaketat oleh 100 orang, yang kebanyakan dari Chimyar.
Pasukan Muslimiin dipimpin oleh Khalid, akan segera bisa
memasuki kota, melaui lobang bawah beteng. Khalid perintah, “Masuklah melalui
lobang itu! Jika semuanya telah masuk! Bertakbirlah dengan serempak!
Selanjutnya rusakkanlah kunci pintu gerbang! Dan singkirkanlah rantai-rantainya
dari dalam! Jika pintu gerbang telah berhasil dibuka! Kami semuanya yang masih
di luar, in syaa Allah akan masuk.”
Seratus pasukan melaksanakan perintah Khalid. Di depan mereka
Yunus bin Marqus. Ketika Yunus memasuki rumahnya, seratus orang itu berperisai,
menjaga ketat.
Sambil membaca takbir, mereka mengajak Yunus, keluar melalui
pintu gerbang yang hampir terbuka.
Ketika mendengar takbir, kaum Damaskus ketakutan dan
kebingungan. Mereka tahu bahwa para sahabat Rasulillah SAW, telah memasuki kota
mereka. Sebagian mereka menyaksikan para sahabat Rasulillah SAW berjalan ke
arah pintu gerbang, untuk merusak kunci dan memutus sejumlah rantai.
Di hari yang mendebarkan itu, pintu gerbang dibuka.
Dari luar, Khalid dan pasukannya masuk, dengan berpedang terhunus. Semakin mereka masuk ke dalam untuk menyerang, korban yang berjatuhan karena tebangan pedang, sangat banyak. Yang masih hidup, kabur kebingungan, ke berbagai arah.
Dari luar, Khalid dan pasukannya masuk, dengan berpedang terhunus. Semakin mereka masuk ke dalam untuk menyerang, korban yang berjatuhan karena tebangan pedang, sangat banyak. Yang masih hidup, kabur kebingungan, ke berbagai arah.
Khalid dan pasukannya maju terus, melancarkan serangan dan
menangkap orang-orang. Lalu bergerak menyerang lagi, hingga mendekati Gereja
Maryam.
Khalid dan pasukannya terkejut, karena ternyata di dekat Gereja
itu ada Abu Ubaidah dan semua pasukannya, tak ada yang ketinggalan. Yang lebih
mengherankan, banyak sekali rahib juga berada di situ, ‘tidak diserang’ oleh Abu Ubaidah dan pasukannya. Bahkan pedang mereka disarungkan.
Khalid benar-benar heran ‘kenapa bisa begitu?’ Padahal perang
belum usai.
Abu Ubaidah sadar bahwa Khalid marah, karena dia dan pasukannya
tidak lagi berperang. Pada Khalid, dia menyapa, “Hai Aba Sulaiman! Allah telah
menyerahkan negeri ini padaku, dengan damai! Allah telah membereskan peperangan
kaum iman.” [3]
Abu Ubaidah menyapa lagi, karena Khalid marah. Karena dia dan
pasukannya tidak lagi berperang. Dia berkata, “Wahai pimpinan! Perdamain dengan
mereka telah sah dan sempurna.”
Khalid membantah, “Damai bagaimana?! Allah takkan mendamai
mereka yang jahat ini! Bagaimana mungkin kau bisa damai dengan mereka?! Saya
saja, telah berusaha sekuat tenaga, untuk menaklukkan mereka dengan pedang!
Pedang pasukan yang saya gerakkan juga telah berlumuran darah mereka! Harta dan
anak mereka telah saya tahan! Ada juga harta mereka yang saya ambil dengan
paksa?.”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan! Kalau kami, telah
memasuki kota ini, dengan damai!.”
Khalid protes, “Dalam peperangan ini kau terlalu tenang, tidak
seperti saya. Saya telah melancarkan serangan dengan pedang ganas, namun belum
berhasil menaklukkan mereka. Bagaimana mungkin kau bisa menaklukkan mereka
dengan damai?.”
Dengan sopan, Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan! Takutlah
Allah! Demi Allah, mereka telah minta damai kepada saya” Lalu memberikan ‘surat
perjanjian damai’ yang telah ditulis.
Khalid marah, “Kenapa kau bisa berdamai dengan mereka tanpa
persetujuanku? Padahal sayalah pimpinan tertinggi semua pasukan yang dibelakang
panjimu! Bahkan saya panglima perang?! Mauku mereka akan saya bunuh semuanya!.”
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah, sebelumnya saya telah yakin
bahwa ‘kau takkan menyelisihi’ keputusanku! Ini kebijaksanaanku! Takutlah
Allah! Takutlah Allah mengenai kebijakanku! Demi Allah saya bertujuan agar
jangan sampai, penduduk Damaskus tewas semuanya. Terus terang mereka telah saya
jamin aman dan damai, karena Allah. Dan berdasarkan keamanan Rasulillah SAW.
Selain itu, semua pasukanku telah menyetujui perjanjian ini. Kalau mengkhianati
perjanjian, itu jelas bukan sifat kita lagi!.”
Dengan suara keras, Khalid dan Abu Ubaidah adu argumen.
Pengaruh dua tokoh besar itu sangat besar, sehingga semua yang berada di situ tegang memperhatikan bedebatan. Khalid bersikeras mempertahankan pendapatnya.
Pengaruh dua tokoh besar itu sangat besar, sehingga semua yang berada di situ tegang memperhatikan bedebatan. Khalid bersikeras mempertahankan pendapatnya.
Abu Ubaidah berpikir sejenak. Matanya memandang para sahabat
Rasulillah SAW. Muslimiin yang dari pedesaan berpendapat seperti Khalid, kaum
Damaskus ‘harus diperangi terus’ dan harta mereka harus dirampas. Dan minta
agar perdamaian dibatalkan.
Abu Ubaidah berteriak, “Oh Allah! Kau telah menentang Allah!
Bagaimana mungkin perjanjianku akan dibatalkan?!.”
Dia menggerak-gerakkan kudanya. Lalu tangannya bergerak ke kiri
dan ke kanan, menunjuk pasukan Muslimiin. Mulutnya berteriak, “Hai kaum
Muslimiin! Saya bersumpah atas nama Rasulillah! Jangan sekali-kali mengayunkan
pedang ke sepanjang jalan yang telah saya lewati! Kecuali jika saya dan Khalid,
telah mufakat dalam kebijakan ini!.” [4]
Luar biasa, pengaruh Abu Ubaidah sangat besar. Mereka yang
tadinya masih melancarkan serangan dan perampasan harta, kini berhenti. Kini
para pasukan berkuda, para komandan, dan tokoh-tokoh Muslimiin berkumpul.
Tampak di antara mereka yang menjadi pusat perhatian selain Abu Ubaidah dan
Khalid:
5.
Rabi’ah
bin Amir.
7.
Dan
para sahabat nabi yang selevel mereka.
Mereka berkumpul di dekat Gereja.
[1] فتوح
الشام (1/ 72)
وكان هناك
قسيس من قسس الروم اسمه يونس بن مرقص وكانت داره ملاصقة للسور مما يلي باب شرقي
الذي عنده خالد.
[2] فتوح
الشام (1/ 72)
وكان عنده ملاحم
دانيال عليه السلام وكان فيها أن الله تعالى يفتح البلاد على يد الصحابة ويعلو دينهم
على كل دين.
[3] Aba Sulaiman nama panggilan (kuniyah; dalam bahasa
Jawa kuno kiniyah) Khalid
bin Al-Walid.
[4] Mungkin Abu Ubaidah tidak tahu bahwa, nabi SAW pernah melarang
bersumpah dengan selain Nama Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar