Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/13

PS 58: Pembebasan Syam





Di luar dinding, Khalid dan pasukannya melancarkan serangan mengerikan. Banyak sekali korban berjatuhan. Di dalam dinding, ada seorang alim Nashrani (qiss), bernama Yunus bin Marqus. Rumah dia berhimpitan dengan beteng kota sebelah timur.
Di luar beteng itu, Khalid dan pasukanya melancarkan serangan ganas, hingga korban yang berjatuhan tewas, makin banyak. 
Di dalam rumahnya, Yunus bergetar ketakutan dan putus asa. [1] Sebelum itu, dia sering membaca Malachimu Daniyal AS. Dalam kitab itu dijelaskan:
Allah akan menyerahkan negeri ini ke tangan seorang sahabat nabi SAW. Agama mereka akan menaklukkan seluruh agama. [2]

Di malam itu, Yunus bekerja keras, membobol dinding di sisi rumahnya. Lalu menggali tanah di bawah beteng-kota. Keluarga dan anak-anaknya tidak tahu, bahwa dia telah membobol dinding, dan menggali bawah beteng. Lalu bergegas keluar menuju pasukan Muslimiin.

Yunus menghadap Khalid dan bercerita bahwa, dia bisa keluar karena ‘membobol dinding’, dan menggali lobang di bawah beteng. “Saya menghadap tuan agar saya, keluarga saya, dan anak-anak saya, tuan jamin selamat” Mohonnya.
Khalid mengabulkan permohonan. Lalu perintah agar Yunus dijagaketat oleh 100 orang, yang kebanyakan dari Chimyar.

Pasukan Muslimiin dipimpin oleh Khalid, akan segera bisa memasuki kota, melaui lobang bawah beteng. Khalid perintah, “Masuklah melalui lobang itu! Jika semuanya telah masuk! Bertakbirlah dengan serempak! Selanjutnya rusakkanlah kunci pintu gerbang! Dan singkirkanlah rantai-rantainya dari dalam! Jika pintu gerbang telah berhasil dibuka! Kami semuanya yang masih di luar, in syaa Allah akan masuk.”

Seratus pasukan melaksanakan perintah Khalid. Di depan mereka Yunus bin Marqus. Ketika Yunus memasuki rumahnya, seratus orang itu berperisai, menjaga ketat.
Sambil membaca takbir, mereka mengajak Yunus, keluar melalui pintu gerbang yang hampir terbuka.

Ketika mendengar takbir, kaum Damaskus ketakutan dan kebingungan. Mereka tahu bahwa para sahabat Rasulillah SAW, telah memasuki kota mereka. Sebagian mereka menyaksikan para sahabat Rasulillah SAW berjalan ke arah pintu gerbang, untuk merusak kunci dan memutus sejumlah rantai.

Di hari yang mendebarkan itu, pintu gerbang dibuka. 
Dari luar, Khalid dan pasukannya masuk, dengan berpedang terhunus. Semakin mereka masuk ke dalam untuk menyerang, korban yang berjatuhan karena tebangan pedang, sangat banyak. Yang masih hidup, kabur kebingungan, ke berbagai arah.
Khalid dan pasukannya maju terus, melancarkan serangan dan menangkap orang-orang. Lalu bergerak menyerang lagi, hingga mendekati Gereja Maryam.   

Khalid dan pasukannya terkejut, karena ternyata di dekat Gereja itu ada Abu Ubaidah dan semua pasukannya, tak ada yang ketinggalan. Yang lebih mengherankan, banyak sekali rahib juga berada di situ, ‘tidak diserang’ oleh Abu Ubaidah dan pasukannya. Bahkan pedang mereka disarungkan.
Khalid benar-benar heran ‘kenapa bisa begitu?’ Padahal perang belum usai.
Abu Ubaidah sadar bahwa Khalid marah, karena dia dan pasukannya tidak lagi berperang. Pada Khalid, dia menyapa, “Hai Aba Sulaiman! Allah telah menyerahkan negeri ini padaku, dengan damai! Allah telah membereskan peperangan kaum iman.” [3] 
Abu Ubaidah menyapa lagi, karena Khalid marah. Karena dia dan pasukannya tidak lagi berperang. Dia berkata, “Wahai pimpinan! Perdamain dengan mereka telah sah dan sempurna.”
Khalid membantah, “Damai bagaimana?! Allah takkan mendamai mereka yang jahat ini! Bagaimana mungkin kau bisa damai dengan mereka?! Saya saja, telah berusaha sekuat tenaga, untuk menaklukkan mereka dengan pedang! Pedang pasukan yang saya gerakkan juga telah berlumuran darah mereka! Harta dan anak mereka telah saya tahan! Ada juga harta mereka yang saya ambil dengan paksa?.”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan! Kalau kami, telah memasuki kota ini, dengan damai!.”
Khalid protes, “Dalam peperangan ini kau terlalu tenang, tidak seperti saya. Saya telah melancarkan serangan dengan pedang ganas, namun belum berhasil menaklukkan mereka. Bagaimana mungkin kau bisa menaklukkan mereka dengan damai?.” 
Dengan sopan, Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan! Takutlah Allah! Demi Allah, mereka telah minta damai kepada saya” Lalu memberikan ‘surat perjanjian damai’ yang telah ditulis.
Khalid marah, “Kenapa kau bisa berdamai dengan mereka tanpa persetujuanku? Padahal sayalah pimpinan tertinggi semua pasukan yang dibelakang panjimu! Bahkan saya panglima perang?! Mauku mereka akan saya bunuh semuanya!.”
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah, sebelumnya saya telah yakin bahwa ‘kau takkan menyelisihi’ keputusanku! Ini kebijaksanaanku! Takutlah Allah! Takutlah Allah mengenai kebijakanku! Demi Allah saya bertujuan agar jangan sampai, penduduk Damaskus tewas semuanya. Terus terang mereka telah saya jamin aman dan damai, karena Allah. Dan berdasarkan keamanan Rasulillah SAW. Selain itu, semua pasukanku telah menyetujui perjanjian ini. Kalau mengkhianati perjanjian, itu jelas bukan sifat kita lagi!.”

Dengan suara keras, Khalid dan Abu Ubaidah adu argumen. 
Pengaruh dua tokoh besar itu sangat besar, sehingga semua yang berada di situ tegang memperhatikan bedebatan. Khalid bersikeras mempertahankan pendapatnya.
Abu Ubaidah berpikir sejenak. Matanya memandang para sahabat Rasulillah SAW. Muslimiin yang dari pedesaan berpendapat seperti Khalid, kaum Damaskus ‘harus diperangi terus’ dan harta mereka harus dirampas. Dan minta agar perdamaian dibatalkan.
Abu Ubaidah berteriak, “Oh Allah! Kau telah menentang Allah! Bagaimana mungkin perjanjianku akan dibatalkan?!.”
Dia menggerak-gerakkan kudanya. Lalu tangannya bergerak ke kiri dan ke kanan, menunjuk pasukan Muslimiin. Mulutnya berteriak, “Hai kaum Muslimiin! Saya bersumpah atas nama Rasulillah! Jangan sekali-kali mengayunkan pedang ke sepanjang jalan yang telah saya lewati! Kecuali jika saya dan Khalid, telah mufakat dalam kebijakan ini!.” [4]

Luar biasa, pengaruh Abu Ubaidah sangat besar. Mereka yang tadinya masih melancarkan serangan dan perampasan harta, kini berhenti. Kini para pasukan berkuda, para komandan, dan tokoh-tokoh Muslimiin berkumpul. Tampak di antara mereka yang menjadi pusat perhatian selain Abu Ubaidah dan Khalid:
5.     Rabi’ah bin Amir.
7.     Dan para sahabat nabi yang selevel mereka.
Mereka berkumpul di dekat Gereja.






[1] فتوح الشام (1/ 72)
 وكان هناك قسيس من قسس الروم اسمه يونس بن مرقص وكانت داره ملاصقة للسور مما يلي باب شرقي الذي عنده خالد.
[2] فتوح الشام (1/ 72)
وكان عنده ملاحم دانيال عليه السلام وكان فيها أن الله تعالى يفتح البلاد على يد الصحابة ويعلو دينهم على كل دين.
[3] Aba Sulaiman nama panggilan (kuniyah; dalam bahasa Jawa kuno kiniyah) Khalid bin Al-Walid.
[4] Mungkin Abu Ubaidah tidak tahu bahwa, nabi SAW pernah melarang bersumpah dengan selain Nama Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar