Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/12

PS 56: Pembebasan Syam




Abu Ubaidah menaiki kuda untuk memulai serangan. Perang yang berkecamuk dahsyat membuat penduduk Damaskus makin ketakutan. Jumlah korban perang dari mereka makin banyak.

Pada Khalid, penduduk Damaskus minta, “Tunggu sebentar!.” 
Namun Khalid bersikeras, melancarkan serangan dari luar benteng dengan ganas sekali. Jantung penduduk berdebar-debar ketakutan.
Pengepungan yang berlangsung lama, membuat penduduk makin cemas. Mereka menunggu ‘surat’ jawaban dari raja.

Di tengah kota, penduduk Damaskus berkumpul banyak sekali, bagaikan lautan. Dari mereka, tak ada seorang pun berwajah cerah. Bahkan bayi-bayi yang menyusu di dalam rumah pun, kelihatan tau keadaan. Mereka sama menangis. Di halaman rumah, anak-anak kecil yang biasanya bermain-main bersuka-ria pun, tak ada lagi. 
Para tokoh mereka berbicara, “Kita sudah tidak mampu bersabar yang terlalu lama. Kalau kita lawan, pasti kita juga akan kalah. Tapi kalau mereka kita biarkan, kita juga akan kesulitan, karena dikepung terus. Sebaiknya kita berdamai dengan mereka saja, meskipun harus menuruti permintaan mereka.”

Itu merupakan bukti bahwa ‘yang tadinya berjaya’, akhirnya akan tumbang.
Penduduk Damaskus tadinya terlalu percaya diri, karena pertahanan mereka memang benar-benar sangat kuat. Bahkan sepanjang sejarah ‘belum pernah’ ada raja yang bisa memasuki, untuk menyerang mereka.

Lelaki bermata rabun yang rajin membaca kitab kuno, berbicara, “Hai kaumku! Saya tahu pasti bahwa meskipun ‘Raja Hiraqla datang kemari’ membawa pasukan elit dan lainnya, tetap juga kita akan kalah. Karena saya telah membaca kitab:
Nabi mereka bernama Muhammad SAW, terakhirnya para Rasul. Agama dia akan mengalahkan semua agama.
Ikuti saja kemauan mereka! Dan berilah apa yang mereka minta! Itu justru akan lebih baik.”

Mereka mengerumuni untuk mendengarkan perkataan lelaki tua itu. Karena tahu bahwa dia memang orang alim yang mengetahui apa saja. Bahkan tahu mengenai Malchamah[1]

Beberapa orang bertanya, “Lalu sebaiknya bagaimana? Komandan mereka yang berada di dekat Pintu Gerbang Timur, sangat kejam, tak mengenal ampun.”
Dia menjawab, “Yang lebih tepat, kalian berembuk dengan komandan yang di dekat pintu gerbang Jabiyah. Perintahlah lelaki yang bisa berbahasa Arab, agar mendatangi mereka, dan berteriak sekeras-kerasnya ‘hai bangsa Arab, kita damai, saya ingin bertemu kalian. Saya ingin berbicara dengan pimpinan kalian’.”

Menurut Abu Hurairah, “Saat itu, Abu Ubaidah telah perintah sejumlah lelaki, agar berjaga di dekat pintu gerbang, karena khawatir diserang seperti sebelumnya. Jadwal giliran jaga malam saat itu, kami Bani Daus, di bawah pimpinan Amir bin Thufail Ad-Dausi
Pada waktu kami sedang duduk berjaga, beberapa orang berteriak. Kami segera melaporkan kejadian itu pada Abi Ubaidah Pimpinan kami, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Amir bin Thufail Ad-Dausi, mengenai ‘seorang Romawi’ yang ingin bertemu Abi Ubaidah, untuk perundingan damai.
Dengan berbahagaia, Abu Ubaidah RA berkata ‘kabulkanlah permintaannya! Katakan permohonan damai kalian dikabulkan!’.”  

Abu Hurairah melanjutkan kisah, “Mereka saya datangi, dan saya beri tahu ‘permohonan damai kalian dikabulkan’.”
Mereka bertanya, “Kau siapa? Dan apa kira-kira kalian takkan berkhianat yang justru akan membahayakan kami?.”
“Saya Abu Hurairah sahabat Rasulillah SAW. Di waktu masih jahiliah dulu, kalau kami menyatakan damai, maka takkan berkhianat. Bagaimana mungkin kami akan berkhianat? Padahal Allah telah memberi kami hidayah agama Islam?.”

Rombongan pasukan Romawi Timur turun dari kuda, untuk mendekati dan membuka pintu gerbang. Ternyata di dalamnya ada 100 orang, yang terdiri dari pejabat tinggi dan ulama Nashrani. Mereka keluar dan mendekati laskar Abi Ubaidah yang telah mengabulkan permohonan damai. Abu Ubaidah juga berjalan mendekat kearah mereka.
Mereka menyingkirkan Salib-Salib yang mereka bawa, dan berkumpul menuju tenda Abu Ubaidah, yang memberi ucapan selamat dan mempersilahkan duduk pada mereka. Lalu berkata, “Sungguh Muhammad Nabi kami SAW pernah bersabda ‘jika tokoh kaum datang padamu maka muliakanlah! Dan berbicaralah mengenai perdamaian.” 
Mereka berkata, “Kami mohon biarkanlah Gereja-Gereja kami, di kota Damaskus. Jangan ada satu pun, yang dihancurkan.”
Abu Ubaidah menjawab, “Takkan ada perintah Menghancurkan Gereja.

Jumlah Gereja besar di Damaskus cukup banyak:
1.     Gereja Maria.
2.     Gereja China.
3.     Gereja Pasar-Malam.
4.     Dan Gereja Andar. Yang kemudian di sebelahnya, ditempati oleh Abdur Rohman. [2]

Abu Ubaidah menulis ‘Surat Perjanjian Damai’ permintaan mereka, namun tidak menyebutkan namanya, dan tidak menunjuk saksi. Karena dia bukan Amirul Mu’miniin.




In syaa Allah bersambung





Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Terima Sodaqoh Makan dan Biaya Pengobatan Santriwan-Santriwati yang Perlu Dibantu




[1] Perang akbar.
[2] فتوح الشام (1/ 72)
 وكان في دمشق كنائس واحدة تسمى كنيسة مريم وكنيسة حنا وكنيسة سوق الليل وكنيسة انذار وهي عند دار عبد الرحمن.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar