Di Ajnadin, lautan pasukan bersenjata, bertekat ‘akan menghabisi’ kaum Muslimiin. Tenda-tenda mereka ditata berjajar sangat panjang. Suara mereka membahana bagaikan hujan lebat mengguyur bumi. Mereka berjumlah 90.000 pasukan berkuda Wardan, di suatu sisi.
Kaum Muslimiin di sisi
lain, berjumlah jauh lebih sedikit.
Ketika melihat para sahabat Rasulillah SAW telah berkumpul, Wardan segera mengumpulkan para pejabat tinggi dan para batriq. Dan menyampaikan khutbah, “Hai keturunan Ashfar semuanya! Ketahuilah bahwa raja minta tolong, agar kalian menghabisi kaum itu! Jika kali ini kita gagal! Maka tak akan ada lagi kekuatan yang mampu menghabisi mereka untuk kita selamanya! Dan itu berarti kerajaan dan perempuan-perempuan kita akan segera mereka kuasai! Maka dalam peperangan akbar ini, kalian agar tabah! Seranglah mereka dengan kompak! Jangan bercerai-berai! Setiap tiga orang, bertugas menyerang seorang dari mereka! Berserahlah pada Salib yang kalian bawa! Agar menolong kalian!.”
Khalid berjalan di pertengahan para sahabatnya. Dia bertanya, “Hai Muslimiin! Siapa mau membuat mereka grogi pada kita?.”
Ketika melihat para sahabat Rasulillah SAW telah berkumpul, Wardan segera mengumpulkan para pejabat tinggi dan para batriq. Dan menyampaikan khutbah, “Hai keturunan Ashfar semuanya! Ketahuilah bahwa raja minta tolong, agar kalian menghabisi kaum itu! Jika kali ini kita gagal! Maka tak akan ada lagi kekuatan yang mampu menghabisi mereka untuk kita selamanya! Dan itu berarti kerajaan dan perempuan-perempuan kita akan segera mereka kuasai! Maka dalam peperangan akbar ini, kalian agar tabah! Seranglah mereka dengan kompak! Jangan bercerai-berai! Setiap tiga orang, bertugas menyerang seorang dari mereka! Berserahlah pada Salib yang kalian bawa! Agar menolong kalian!.”
Khalid berjalan di pertengahan para sahabatnya. Dia bertanya, “Hai Muslimiin! Siapa mau membuat mereka grogi pada kita?.”
Dhirar menjawab, “Saya
wahai pemimpin.”
Khalid berkata, “Kau
jelas pasti berani! Tetapi jika kau telah berhadapan dengan mereka, jangan
gegabah menyerang! Jangan terlalu percaya diri,
namun kurang perhitungan! Karena Allah sendiri telah berfirman ‘Walaa
tulquu biaidiikum ilattahlukah! (Jangan meletakkan tangan kalian pada
kerusakan)!’.”
Dhirar segera
mengendarai kuda,
untuk mendekati lautan lawan yang sangat membahayakan. Semakin dekat, peralatan
perang mereka
semakin tampak,
mengerikan. Tenda-tenda mereka berderet banyak sekali. Helm-helm
perang berkilauan,
dibelai oleh sinar matahari. Bendera-bendera berkibar-kibar,
seakan-akan berbahagia.
Wardan terkejut, di
saat mengamati Dhirar berlari dengan kuda untuk mendekat. Pada
sejumlah batriq, dia
berkata, “Saya melihat seorang
berkuda datang kemari. Saya yakin dia memata-matai kita. Siapa yang mau membawa
dia kemari?.”
Para batriq perintah
pada sejumlah laskar. Tigapuluh laskar bergerak cepat,
mengejar Dhirar,
dengan kuda.
Dhirar memacu kudanya
untuk menjauhi mereka. Mereka mengejar dan menyangka ‘Dhirar
ketakutan’. Padahal
sebetulnya hanya ‘bersiasat’, agar
mereka jauh dari pasukan induk.
Ketika telah memiliki
kesempatan baik, Dhirar segera membelokkan kudanya, agar berbalik
berlari,
menyongsong mereka. Dia memegang erat tombaknya,
untuk ditusukkan. Yang pertama kali ditusuk,
langsung terlempar menggelepar, menyemburkan darah
segar. Yang ditusuk kedua, juga begitu.
Gerakannya cepat sekali dan menakutkan, bagaikan singa jantan kalap. Membuat
mereka tewas satu demi satu, tapi cepat.
Yang lain grogi,
karena banyak teman mereka yang telah tewas.
Mereka kabur, namun oleh Dhirar dikejar dan ditusuk satu demi satu, dari
belakang.
Telah 19 orang berserakan
ke tanah bersimbah darah, yang lain kabur
ketakutan.
Pengejaran Dhirar telah
mendekati ‘lautan
lawan’. Namun
kuda mereka berlari lebih cepat.
Dhirar menuntun
beberapa kuda dan mengambil sejumlah rampasan,
untuk dibawa pulang. Dia menyerahkan kuda dan rampasannya, pada
Khalid. Dan melaporkan tragedi yang telah terjadi.
Khalid menegur,“Bukankah telah saya katakan! Jangan terlalu
percaya diri untuk ‘menyerang’
mereka?!.”
Dhirar menjawab,
“Karena mereka mengejar! Dan saya malu jika ‘Allah melihat saya’
kabur dari mereka! Walau begitu jihadku tadi saya lakukan dengan penuh ikhlas!
Dan saya yakin pasti Allah menong saya atas mereka. Demi Allah kalau tidak takut kau tegur, mereka semua telah saya bunuh.
Sadarilah bahwa sesungguhnya harta kekayaan yang dibawa oleh mereka
semuanya itu, telah dipersiapkan
sebagai rampasan kita.”
Khalid menyadari bahwa ‘Dhirar’
memang jago perang, jago berdiplomasi, dan ahli
dalam pengetahuan agama. Khalid membagi seluruh pasukan Muslimiin menjadi lima:
1.
Yang di bagian barisan
depan, terdiri dari dua baris.
Yang satu baris ditempatkan di tengah (Qolb artinya jantung). Yang memimpin mereka, Mu’adz bin Jabal RA.
Yang satu baris ditempatkan di tengah (Qolb artinya jantung). Yang memimpin mereka, Mu’adz bin Jabal RA.
5.
Pasukan yang di barisan
belakang (Saaqah yang artinya betis), dipimpin oleh Yazid bin Abi Sufyan. Mereka terdiri dari 4.000 pasukan berkuda, bertugas menjaga
para tawanan wanita, anak-anak perempuan, remaja dan harta rampasan.
Khalid menoleh ke arah para Muslimaat: Afro bintu Ghoffar Al-Chimyariyah (عفراء
بنت غفار الحميرية), Ummu Aban bintu Utbah yang saat itu baru
saja menikah. Daun hena mewarnai tangan, dan parfum Athor melekat pada
rambut, sebagai pertanda bahwa dia baru saja menikah dengan Aban bin Sa’id bin
Al-Ash (ابان بن سعيد ابن العاص).
Ada lagi Muslimah selain itu yang tak asing lagi, yaitu Khaulah bintul Azwar, Mazru’ah bintu Amluq, Salamah bintu Zari’ dan lainnya, yang sangat pemeberani.
Ada lagi Muslimah selain itu yang tak asing lagi, yaitu Khaulah bintul Azwar, Mazru’ah bintu Amluq, Salamah bintu Zari’ dan lainnya, yang sangat pemeberani.
Meskipun hati berdebar-debar,
namun mereka bahagia. Karena justru meningkatkan
kerajinan beristighfar dan bertawakkal pada Allah Al-Ghaffar. Karena
justru menyadari bahwa ‘mati akan datang’
betepatan ‘saat
Allah menghendaki’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar