Pasukan Muslimiin berdatangan, melancarkan serangan dahsyat. Paulus dan orang-orang dekatnya kewalahan melawan. Bahkan di luar dugaan, sejumlah kaum tewas berserakan, bersama Salib yang dibawa, oleh amukan kaum Muslimiin.
Sejak itulah, pasukan Paulus yakin akan kalah. Hampir seperti badai menyapu daun-daun,
mereka berjatuhan oleh tebasan pedang.
Yang lebih mengerikan bagi mereka,
Dhirar datang
untuk melancarkan serangan dahsyat sekali. Dhirar bergerak cepat ke arah Paulus yang telah waspada sepenunya. Paulus grogi pada Dhirar yang mendekati.
Dia yang
diagung-agungkan oleh masyarakat
luas itu makin gemetar, ketika Dhirar makin mendekat.
Pada
Abu Ubaidah, Paulus berkata, “Hai
orang Arab! Demi kebenaran agamamu! Katakan pada syaitan itu ‘agar menjauh!’.”
Paulus takut, karena sebelum itu telah mendengar berita ‘Kehebatan Dhirar’ dalam berperang. Bahkan telah menyaksikan sendiri, melalui atas dinding ‘Serangan Dhirar’ yang dahsyat sekali. Dia juga mendengar berita ‘Ketika Dhirar’ mengamuk pada pasukan Kalus dan pasukan Azazir. Juga mendengar berita ‘Kehebatan Dhirar’ ketika berperang di dekat Baitu Lahya.
Dhirar mendengar ‘Ucapan Paulus’ pada Abu Ubaidah, “Syaitan ini jangan sampai mendekati saya!" Karena jaraknya dekat.
Dhirar menggertak, “Saya syaitan, jika tidak mampu menangkap kau!."
Secepat kilat tombak Dhirar mematuk ke arah Paulus, yang langsung menghindar dengan koprol dari kuda. Lalu lari cepat, bergabung pada pasukannya.
Dhirar mengejar sambil berkata, “Kau akan kabur
dari syaitan yang mengejarmu ya?!.”
Dhirar menangkap, lalu menodong Paulus
dengan pedang.
Paulus memohon, “Hai orang kampung! Beri saya kesempatan hidup! Karena hidupku akan bermanfaat besar, untuk anak dan hartamu.”
Dhirar mengasihani dan menangkap Paulus yang telah merendah dan mengiba.
Paulus memohon, “Hai orang kampung! Beri saya kesempatan hidup! Karena hidupku akan bermanfaat besar, untuk anak dan hartamu.”
Dhirar mengasihani dan menangkap Paulus yang telah merendah dan mengiba.
Dua pasukan berperang menggila. Tetapi pasukan Paulus
yang tewas makin banyak, hingga medan perang itu penuh mayat bermandi
darah.
Al-Waqidi mengutip tulisan Abu Rifa’ah bin Qois
(أبو رفاعة بن قيس), yang saat itu bergabung dalam Perang
Sahur, bersama Abdur Roman:
“Di waktu Perang Sahur, saya menjadi prajurit Abdur Rohman bin Abi Bakr RA. Kami mengepung dan mengamuk dari segala penjuru, atas kaum Perampok harta dan penyandra kaum Muslimaat. Kami mengayun-ayunkan pedang, untuk menyerang mereka, yang terdiri dari enam himpunan besar. Tiap himpunan tirdiri dari 1.000 pasukan berkuda.
Mereka
yang bergelimpangan banyak sekali. Dari mereka yang masih
hidup dan lari kabur, tidak sampai di atas seratus orang.
Selain mereka, berjumlah banyak sekali, ditawan oleh Muslimiin.
Walau begitu Dhirar sangat sedih, karena saudara perempuannya, Khaulah, dan teman-teman wanitanya, hilang dibawa kabur.
Selain mereka, berjumlah banyak sekali, ditawan oleh Muslimiin.
Walau begitu Dhirar sangat sedih, karena saudara perempuannya, Khaulah, dan teman-teman wanitanya, hilang dibawa kabur.
Khalid berkata ‘tenang saja! Kita telah menawan
pasukan mereka berjumlah banyak sekali. Selain itu,
pimpinan mereka bernama Paulus juga kau tawan. Orang-orang kita yang tertawan, akan
kita tukar dengan para tawanan ini. Selain itu, kita
juga akan menyerang penduduk Damaskus, untuk mencari orang
kita yang belum ketemu’.
Khalid perintah pasukan Muslimiin, agar meneruskan perjalanan pelan-pelan, sambil berusaha mencari para wanita Muslimat yang tertawan.
Khalid perintah pasukan Muslimiin, agar meneruskan perjalanan pelan-pelan, sambil berusaha mencari para wanita Muslimat yang tertawan.
Arak-arakan 1.000 pasukan,
berkendaraan kuda tanpa pelana.
Selain yang bersama Khalid, diperintah agar bergabung pada Abu Ubaidah.
Khalid khawatir jika ‘Wardan dan 90.000 pasukannya’ datang mendadak, menyerang Abu Ubaidah. Bisa jadi akan lebih membahayakan, karena Wardan, seorang batrik yang sangat pandai bersiasat, dan pasukannya jauh lebih banyak.
Abu Ubaidah membawa pasukan berjumlah banyak. Di tengah mereka adalah, para tawanan,
anak-anak dan rampasan perang.
Khalid memisahkan diri bersama pasukan berjumlah 1.000
orang. Dan mencari sejumlah
wanita Muslimaat yang tertawan.
Yang diperintah di depan pasukan,
Rafi’ bin Umairah At-Thoi, Maisarah bin Masruq Al-Absi, dan Dhirar bin
Al-Azwar.
Khalid mengendalikan mereka dari belakang.”
Khalid mengendalikan mereka dari belakang.”