Bukhari memang kitab Hadits luar biasa. Banyak Muchadditsiin (kaum ahli Hadits) yang menyarahkan dan mengkaji kitab itu dengan serius. Di antara kitab syarachnya yang banyak dikaji oleh para Muchadditsiin adalah Fatcul-Bari, tulisan Ibnu Chajar Al-Asqalani.
Walau begitu, banyak juga yang
menyudutkan beliau, dengan perkataan, “Dalam Hadits Bukhari terdapat
riwayat-riwayat dhoif.”
Bisa jadi
orang-orang itu justru belum tahu Hadits sahih dan yang dhoif. Ilmu Musthalach mereka masih belum sempurna.
Ilmu yang ditulis oleh Bukhari di
dalam kitabnya, bukan dari ulama sembarangan, tetapi dari ulama yang ilmu
mereka sangat sempurna. Dan Bukhari tidak
tanggung-tanggung; jika ulama handal melakukan kesalahan, maka dijelaskan
dengan tutur-kata yang sopan, sekaligus ditunjukkan yang benar, untuk umat.
Contoh: صحيح البخاري - (ج 5 / ص 360)
بَاب فِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ وَقَالَ مَالِكٌ وَابْنُ إِدْرِيسَ
الرِّكَازُ دِفْنُ الْجَاهِلِيَّةِ فِي قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ الْخُمُسُ وَلَيْسَ
الْمَعْدِنُ بِرِكَازٍ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْمَعْدِنِ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ وَأَخَذَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ
الْعَزِيزِ مِنْ الْمَعَادِنِ مِنْ كُلِّ مِائَتَيْنِ خَمْسَةً وَقَالَ الْحَسَنُ مَا
كَانَ مِنْ رِكَازٍ فِي أَرْضِ الْحَرْبِ فَفِيهِ الْخُمُسُ وَمَا كَانَ مِنْ
أَرْضِ السِّلْمِ فَفِيهِ الزَّكَاةُ وَإِنْ وَجَدْتَ اللُّقَطَةَ فِي أَرْضِ
الْعَدُوِّ فَعَرِّفْهَا وَإِنْ كَانَتْ مِنْ الْعَدُوِّ فَفِيهَا الْخُمُسُ
وَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ الْمَعْدِنُ رِكَازٌ مِثْلُ دِفْنِ الْجَاهِلِيَّةِ
لِأَنَّهُ يُقَالُ أَرْكَزَ الْمَعْدِنُ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ قِيلَ لَهُ
قَدْ يُقَالُ لِمَنْ وُهِبَ لَهُ شَيْءٌ أَوْ رَبِحَ رِبْحًا كَثِيرًا أَوْ كَثُرَ
ثَمَرُهُ أَرْكَزْتَ ثُمَّ نَاقَضَ وَقَالَ لَا بَأْسَ أَنْ يَكْتُمَهُ فَلَا
يُؤَدِّيَ الْخُمُسَ.
Arti (selain isnad)nya:
Bab di dalam Rikaz: Seperlima
Malik dan Ibnu Idris berkata, “Rikaz adalah harta Jahiliyyah yang terkubur.
Mengenai jumlahnya sedikit atau banyak, (agar) diinfaqi seperlima. Sedang Makdin (pertambangan) bukan Rikaz.”[1]
Sungguh nabi SAW telah bersabda, “Makdin (pertambangan), bebas.”
Maksudnya tidak diinfaqi.
Umar bin Abdil-Aziz telah menarik
lima, dari tiap-tiap duaratus, hasil dari beberapa Makdin.
Al-Chasan berkata, “Rikaz yang berasal
dari bumi musuh, maka diinfaqi seperlima. Dan yang dari bumi Islam, maka
dizakati. Jika kau menemukan barang-hilang di bumi musuh, maka umumkan! Jika
ternyata milik musuh, maka diinfaqi seperlima.”
Sebagaian manusia berkata, “Makdin adalah Rikaz, seperti peninggalan
Jahiliah yang terkubur. Dengan alasan ada 'kalimat' yang dilafalkan ‘arkazal makdin (أَرْكَزَ الْمَعْدِنُ)’. Artinya: Makdin itu mengeluarkan rikaz. [2]
Kalimat di atas, bisa diucapkan jika ada penghasilan yang keluar
dari Rikaz tersebut.
Sebagian manusia (Imam Chanafi dan lainnya) diberi tahu:
“Sungguh sering dikatakan 'arkazta (kau
telah mendapatkan rikaz)' pada
orang yang diberi sesuatu, atau mendapat keuntungan banyak, atau buah-buahan
(dari kebun)nya yang keluar banyak."
Lalu sebagian manusia (Imam Chanafi dan lainnya) merusak
pernyataannya: “Menyembunyikan untuk tidak mengeluarkan seperlima dari rikaz, tidak berdosa.” [3]
Kesimpulan:
Penyampaian pernyataan ulama salaf; Imam Maliki, Imam Syafii,
Umar bin Abdil-Aziz, dan Al-Chasan Al-Bashri, yang ditulis di atas, menunjukkan
bahwa ilmu Bukhari sempurna. Karena tidak semua
ulama bisa menulis pernyataan orang-orang hebat tersebut, secara sahih.
Meskipun pernyataan mereka tergolong Hadits Muallaqah, namun sebetulnya ada isnadnya. Bukhari
memotong isnadnya karena hanya sebagai matan. Sedangkan penjelasannya ada pada
bawah matan tersebut, yakni pada Hadits terusannya. Terkadang Bukhari menulis
penjelasan dari matannya di bab kelanjutannya.
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
[2] Yang dimaksud
lafal ‘sebagian manusia’ adalah Imam Chanafi, Sufyan Atssauri dan ulama salaf
lainnya.
وَإِنَّمَا
أَجَازَ لَهُ أَبُو حَنِيفَةَ أَنْ يَكْتُمَهُ إِذَا كَانَ مُحْتَاجًا ، بِمَعْنَى
أَنَّهُ يَتَأَوَّلُ أَنَّ لَهُ حَقًّا فِي بَيْتِ الْمَالِ وَنَصِيبًا فِي
الْفَيْءِ فَأَجَازَ لَهُ أَنْ يَأْخُذَ الْخُمُسَ لِنَفْسِهِ عِوَضًا عَنْ ذَلِكَ
لَا أَنَّهُ أَسْقَطَ الْخُمُسَ عَنْ الْمَعْدِنِ ا ه.
Artinya:
Sungguh
yang diperbolehkan menyembunyikan,
oleh Abu Chanifah (Imam Chanafi): jika dia membutuhkan.
Maknanya
Abu Chanifah menakwilkan bahwa seorang
berhak memikirkan Baitul-Mal dan bagian untuk Faik. Oleh
karena itu beliau memperbolehkan mengambil seperlima dari hasil,
untuk dirinya secara khusus, sebagai (ongkos capek) dari Makdin tersebut.
Bukannya Abu Chanifah membebaskan infaq seperlima dari Makdin (pertambangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar