(Bagian ke-170 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Ibnu
Saed berkata:
“Setelah
masuk Islam, Hiraqla meninggalkan negeri Anthakiyah. Secara rahasia, dia kirim
surat pada Umar RA. Tidak ada yang mengetahui: ‘saya terserang pusing
yang tak pernah sembuh. Berilah obat untuk saya’.
Umar mengirimkan peci yang jika dikenakan, maka pusing Hiraqla sembuh. Namun jika
diangkat, pusingnya kambuh. Hiraqla takjub pada peci itu, dan membuka.
Ternyata di dalamnya ada tulisan: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Hiraqla berkata ‘betapa Nama ini sangat
agung, menyembuhkan penyakitku’.
Peci
itu diwaris turun-temurun, hingga akhirnya jatuh ke tangan penguasa kota
Amuriyah (عمورية). Pada waktu raja kaum Muslimiin bernama
Al-Muktashim menderita pusing, peci itu diberikan oleh penguasa kota Amuriyah.
Setelah memakai, maka penyakit pusing Raja Al-Muktashim hilang. Al-Muktashim perintah agar peci itu dibuka, ternyata di dalamnya ada tulisan: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ."
Di
pagi yang menegangkan itu, lautan pasukan Romawi Timur berbaris-baris untuk
melindungi Talis yang mereka anggap Raja Hiraqla.
Pasukan Raja Filanthanus berjumlah 30.000 orang dan pasukan Raja Yuqana, juga berada di situ. Mereka terkejut oleh Khalid yang berteriak, menggerakkan pasukan elitnya, bernama Jaisyuzzachf (جيش الزحف), yang artinya Pasukan Obrak-Abrik.
Pasukan Raja Filanthanus berjumlah 30.000 orang dan pasukan Raja Yuqana, juga berada di situ. Mereka terkejut oleh Khalid yang berteriak, menggerakkan pasukan elitnya, bernama Jaisyuzzachf (جيش الزحف), yang artinya Pasukan Obrak-Abrik.
Amukan
mereka bagaikan ombak menyapu sampah laut kedaratan.
Kaum Romawi makin morat-marit, ketika Said menggerakkan pasukannya untuk menyerbu.
Apa
lagi ketika Qais bin Hubairah menggerakkan pasukannya untuk mengamuk.
Pasukan Romawi Timur porak-poranda. Dan hidup mereka makin terasa sempit ketika Maisarah, Abdur Rohman, Dzu Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري) dan lainnya, menggerakan pasukan untuk menyerang dengan garang.
Pasukan Romawi Timur porak-poranda. Dan hidup mereka makin terasa sempit ketika Maisarah, Abdur Rohman, Dzu Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري) dan lainnya, menggerakan pasukan untuk menyerang dengan garang.
Amukan pasukan Muslimiin disambut oleh pasukan Romawi Timur yang jauh lebih
banyak dengan garang.
Yuqana
dan pasukannya beraksi. Pedang Dhirar bergerak-gerak cepat sekali mencari
sasaran dan menewaskan pasukan lawan berjumlah sangat banyak. Tiap membunuh seorang, dia berteriak, “Inilah balasan Dhirar yang tadinya
ditawan!.”
Dhirar
dan pasukan pemberian Yuqana, membelah lautan pasukan lawan, untuk mendekati
pasukan Arab Nashrani.
Pada pasukanya, Rifaah bin Zuhair berteriak, “Ayo mereka kita serbu! Jangan takut! Ketahuilah
bahwa pintu-pintu gerbang surga telah dibuka! Para bidadari telah bersolek! Istana-istana surga telah diperindah! Para remaja surga telah berbahagia karena
akan menyambut kedatangan kita! Sang Maha Raja telah muncul! Hai pemuda Arab!
Siapa yang ingin menikahi bidadari bermata indah? Berjuang inilah
maskawin bidadari! Ayo siapa yang ingin menduduki kursi mewah di surga-surga? Dengan dilayani oleh sejumlah remaja? Siapa yang tertarik dengan Firman Maha
Raja ‘Muttakiiina alaa
rafrafin khudhrin wa aqbariyyin chisaan (Mereka
bersandar bantal hijau dan permadani mewah)?’ [1] Mana yang pernah mendampingi Tuan Besar segala makhluq SAW di dalam Perang Badar dan Chunain?!.”
Dhirar mengamuk dengan pedang di pertengahan lawan. Ketika yang berguguran karena
tebasan pedangnya banyak sekali, dia terkejut oleh seorang mengamuk membelah
barisan lawan untuk mendekat. Setelah diamati ternyata wanita yang mengamuk dan berteriak, “Ini pembalasan saya atas kalian untuk Dhirar!” Adalah saudara
perempuannya bernama Khaulah.
Dhirar
menyapa, “Hai! Saya saudaramu.”
Khaulah yang mendekat untuk mengucapkan salam ditegur, “Jangan mendekat! Ini bukan
waktunya menjawab Salam! Memerangi kaum kafir lebih utama daripada omong-omong
denganmu! Ayo kita bersatu untuk berjihad di Jalan Allah! Yang gugur di antara
kita akan menunggu di Telaga Al-Kautsar.”
Dhirar dan Khaulah terperangah ketika melihat lautan pasukan Romawi Timur berlarian
bagai ombak disapu badai. Karena ada yang berteriak keras, “Raja Hiraqla telah
ditangkap oleh Raja Filanthanus pengkhianat!.”
Amukan
pasukan Muslimiin menambah porak-poranda mereka. Yang berguguran pun makin
banyak. Pasukan Nashrani Arab yang tewas berserakan berjumlah sekitar
12.000 orang. Pasukan Romawi Timur yang tewas, sejumlah yang tewas di dalam
Perang Yarmuk dan Perang Ajnadin. [2]
[2] Pasukan Romawi Timur dalam perang Annajdin berjumlah 90.000
itu, yang gugur 50.000 orang. Sisa-sisa mereka yang masih hidup berlari kencang
menuju dua arah: Damaskus dan Qisariyyah (قيسارية).
Kaum Muslimiin mendapat rampasan perang banyak sekali, termasuk di antaranya:
Salib-salib dari emas, dari perak, dan benda-benda berharga selain itu. Semua
rampasan perang dikumpulkan menjadi satu, termasuk mahkota Wardan.
Abu
Ubaidah ingin menjumlah pasukan Romawi yang tewas dalam Perang Yarmuk, namun
tidak mampu, karena terlalu banyak. Dia perintah agar pasukan Muslimiin
menebang bambu-bambu di jurang, untuk menghitung jumlah yang sama tewas dari
pasukan Romawi. Setelah hutan bambu itu ditebangi untuk memberi tanda, dan
menghitung yang sama tewas, akhirnya terjumlah 105.000 mayat. Dari mereka yang
mati karam di dalam danau Annaqushah tidak terhitung, karena terlalu banyak.
Yang tertawan 40.000 orang.
Kalimat, "Bukan waktunnya," salah. Yang benar, "Bukan waktunya."
BalasHapus