Beberapa orang
bertanya, “Apa betul doa setelah shalat Dhucha ‘Allaahumma inna
ddhuca’ dan seterusnya?.”
Ana menjawab, “Semua
doa boleh dibaca selama tidak syirik dan tidak bertentangan Aturan Nabi SAW. Doa yang itu memang ada sumbernya, tapi pernah dibahas di dalam Hadits riwayat Abu Dawud: سنن أبي داود - (ج 4 / ص 279)
1265 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ زِيَادِ بْنِ مِخْرَاقٍ عَنْ أَبِي نَعَامَةَ
عَنْ ابْنٍ لِسَعْدٍ أَنَّهُ قَالَ سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا أَقُولُ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَبَهْجَتَهَا وَكَذَا وَكَذَا
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا وَأَغْلَالِهَا وَكَذَا وَكَذَا
فَقَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ فَإِيَّاكَ أَنْ
تَكُونَ مِنْهُمْ إِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَ الْجَنَّةَ أُعْطِيتَهَا وَمَا فِيهَا
مِنْ الْخَيْرِ وَإِنْ أُعِذْتَ مِنْ النَّارِ أُعِذْتَ مِنْهَا وَمَا فِيهَا مِنْ
الشَّرِّ
Arti (selain isnadnya):
Ibnu Saed berkata,
“Ayah saya mendengar ketika saya berdoa ‘ya Allah, saya minta:
1.
Surga.
2.
Kenikmatannya.
3.
Keindahannya.
4.
Begini.
5.
Dan begini, pada-Mu.
Saya juga berlindung
dari:
1.
Neraka.
2.
Rantainya.
3.
Belenggunya.
4.
Begini.
5. Dan begini, pada-Mu’.”
Sontak ayah saya
menegur, “Hai anakku sayang, sungguh saya pernah mendengar Rasulallah SAW
bersabda ‘besok akan ada kaum yang melampaui batas di dalam doa’.
Menghindarlah!
Jangan sampai tergolong
mereka! Sungguh jika telah diberi surga, kau diberi yang di
dalamnya berupa kebaikan. Dan jika telah dilindungi dari neraka, kau dilindungi
dari yang di dalamnya berupa kejelekan.”
Menurut Al-Baihaqi, doa setelah shalat dhucha: اللهم اغفر لي ،
وارحمني ، وتب علي ، إنك أنت التواب الغفور (Allaahummaghfir lii warchamnii watub alayya innaKa Antat
Tawwabul Ghafuur). Artinya: Ya
Allah, ampunilah padaku, sayangilah aku, dan berilah Tobat atasku. Sungguh Engkau Maha memberi Tobat, Maha Pengampun. X 100.
Ana menambah, “Ketika
kau membaca doa ini, berniatlah agar diberi ampunan dan rahmat yang sangat luas, hingga rizqi juga melimpah ruah, dan diterima tobatnya.
Doa (inna dhucha dan
seterusnya): ذكره الدمياطي البكري في "حاشية إعانة الطالبين" (1/295),
dituturkan oleh
Addimyathi Al-Bakrawi di dalam Hasyiyah I’anatut Thoolibiin, juz 1, halaman,
295. ‘Doa itu dinilai baik oleh Ashma’i, alim besar’, yang menjadi rujukan
Tirmidzi dan ulama lainnya. Namun doa dari nabi SAW lebih utama daripada doa
tersebut.”
368 - أخبرنا أبو عبد الله
الحافظ ، حدثنا أبو بكر محمد بن إسحاق الفقيه ، أخبرنا بشر بن موسى ، حدثنا محمد
بن الصباح الدولابي ، حدثنا خالد بن عبد الله ، عن حصين ، عن هلال بن يساف ، عن
زاذان ، عن عائشة رضي الله عنها قالت : صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة
الضحى ، ثم قال : اللهم اغفر لي ، وارحمني ، وتب علي ، إنك أنت التواب الغفور ،
حتى قالها مائة مرة
Arti (selain isnadnya):
Aisyah RA berkata, “Setelah shalat
dhucha, Rasulullah SAW berdoa ‘Allaahummaghfir lii warchamnii watub alayya
innaKa Antat Tawwabul Ghafuur’. Beliau membaca hingga seratus kali.”
Ada yang bertanya,
“Kenapa doa seperti itu makruh?.”
Ana menjawab, “Karena menyerupai sajak atau puisi. Tentang itu, Bukhari meriwayatkan: صحيح البخاري
- (ج 19 / ص 411)
5862 - حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ السَّكَنِ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ أَبُو
حَبِيبٍ حَدَّثَنَا هَارُونُ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ الْخِرِّيتِ
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ حَدِّثْ النَّاسَ كُلَّ جُمُعَةٍ مَرَّةً
فَإِنْ أَبَيْتَ فَمَرَّتَيْنِ فَإِنْ أَكْثَرْتَ فَثَلَاثَ مِرَارٍ وَلَا تُمِلَّ
النَّاسَ هَذَا الْقُرْآنَ وَلَا أُلْفِيَنَّكَ تَأْتِي الْقَوْمَ وَهُمْ فِي
حَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِهِمْ فَتَقُصُّ عَلَيْهِمْ فَتَقْطَعُ عَلَيْهِمْ حَدِيثَهُمْ
فَتُمِلُّهُمْ وَلَكِنْ أَنْصِتْ فَإِذَا أَمَرُوكَ فَحَدِّثْهُمْ وَهُمْ
يَشْتَهُونَهُ فَانْظُرْ السَّجْعَ مِنْ الدُّعَاءِ فَاجْتَنِبْهُ فَإِنِّي
عَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ لَا
يَفْعَلُونَ إِلَّا ذَلِكَ يَعْنِي لَا يَفْعَلُونَ إِلَّا ذَلِكَ الِاجْتِنَابَ
Arti (selain isnadnya):
Ibnu Abbas RA berkata, “Sampaikanlah Hadits
pada manusia, tiap sejumah sekali. Kalau enggan
(menerima nasehatku), sejumah dua kali. Kalau kau ingin mempersering, ya sejumah tiga kali. Jangan membikin bosan mereka. Jangan sampai saya jumpai kau mendatangi kaum sedang asyik bercerita besama
teman-teman mereka, lalu kamu berkisah
pada mereka. Kau memotong cerita, hingga membuat mereka bosan. Tetapi diamlah!
Jika mereka telah
mempersilahkan, baru berceritalah, dalam keadaan mereka ‘ingin mendengarkan’. Amatilah doa yang untaiannya seperti sajak!
Jauhilah! Sebab sungguh saya menyaksikan Rasulallah SAW
dan para sahabatnya, tidak pernah melakukan, kecuali pada demikian itu! Yakni pasti menjauhi doa yang seperti sajak
(puisi).”
Al-Ghazali berkata,
“Untaian doa yang seperti sajak ‘makruh’ karena hanya mementingkan keindahan bahasa, tidak sesuai
dengan perbuatan memohon-mohon dan merendah.”[2]
Al-Azhari berkata,
“Sungguh nabi SAW membenci doa seperti itu, karena mirip ucapan dukun bade.
Seperti kisah wanita
dari Hudzail.”[3]
قَالَ اِبْن التِّين : الْمُرَاد بِالنَّهْيِ الْمُسْتَكْرَه مِنْهُ
قَالَ الْغَزَالِيّ : الْمَكْرُوه مِنْ السَّجْع هُوَ الْمُتَكَلَّف لِأَنَّهُ لَا يُلَائِم الضَّرَاعَة وَالذِّلَّة
قَالَ الْأَزْهَرِيّ : وَإِنَّمَا كَرِهَهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُشَاكَلَتِهِ كَلَام الْكَهَنَة كَمَا فِي قِصَّة الْمَرْأَة مِنْ هُذَيْل
Bapak, intinya doa sholat dhuha menurut hadist baihaqi itu makruh dan Nabi Muhammad SAW juga pernah menjalankannya bukan?
BalasHapusYang makruh yang panjang sekali di atas. Sedangkan yang dibaca oleh nabi SAW tidak makruh.
BalasHapusLetaknya makruhnya; karena hanya mementingkan puitisnya dan bahasanya yang agak bertele-tele (walau indah).
Izin mengamalkan doa yang Rasulullah SAW praktekkan
BalasHapus