Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/08/21

KW 116: Perang Yarmuk (اليرموك)



 (Bagian ke-116 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Tawaran damai dan suap

Berita tentang 10 pasukan Muslimiin gugur sebagai syuhada dan 5 lainnya tertawan, telah tersebar di kalangan Muslimiin di mana-mana. Termasuk yang mendorong Said dan 7.000 pasukannya berduyun-duyun dari Madinah menuju Syam untuk bergabung pada Abu Ubaidah pun, juga karena berita itu.
Kaum Muslimiin berkabung besar atas peristiwa yang menyedihkan itu. Apa lagi Abu Ubaidah dan pasukannya, kesedihan mereka melebihi lainnya. Tertawannya lima pasukan pilihan: 1), Rafi bin Umairah (رافع بن عميرة). 2), Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر). 3), Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور). 4), Ashim bin Amer (عاصم بن عمرو). 5), Yazid bin Abi Sufyan (يزيد بن أبي سفيان), benar-benar membuat kaum Muslimiin bersusah dan menangis sedih, terutama Abu Ubaidah dan pasukannya.
Abu Ubaidah lah yang paling lama menangisi mereka di hadapan Allah. Dia berdoa semoga Allah menyelamatkan mereka berlima. Mereka berlima telah dibawa oleh Jabalah ke hadirat Raja Mahan laknat untuk dibunuh dan dipotong-potong.

Lima sahabat nabi SAW itu hampir dibunuh dan dipotong-potong, Mahan bertanya pada Jabalah, “Siapa mereka itu?!.”
Jabalah menjawab, “Yang mulia! Mereka termasuk pasukan Muslimiin yang berjumlah 60 pria pemberani itu. Yang sepuluh telah saya bunuh dan yang lima mereka itu. Kini tokoh mereka yang sangat mengkhawatirkan tinggal satu orang, yaitu yang menggerakkan ribuan pasukan dengan gagah berani ke beberapa wilayah. Yaitu yang telah merebut kota Arakah, Tadmur, Chauran, Bushra, Dimasyqa (Damaskus). Yang telah memporak-porandakan 90.000 pasukan Ajnadin, pasukan tuan Tuma, dan pasukan Harbis.
Pasukan Tuma dihabisi oleh mereka di dalam perang Marjud-Dibaj dan saat itu permaisuri Tuma, putri Raja Hiraqla ditawan. Orang itulah yang bernama Khalid bin Al-Walid.”
Mahan bergetar takut dan berkata, “Kalau begitu saya harus melancarkan makar untuk membunuhnya, agar yang saya potong-potong nanti lengkap menjadi enam orang.”
Mahan memanggil ketua mahkamah agung yang pandai berbahasa Arab bernama Jurjah (جُرْجَةَ): “Hai Jurjah! Pergilah menuju pasukan Arab untuk berkata ‘datanglah kemari seorang yang mewakili kalian. Maksud saya orang yang bernama Khalid bin Al-Walid!’.”

Jurjah memacu kudanya agar berlari kencang menuju pasukan Muslimiin, untuk menemui Khalid.
Jurjah berteriak, “Hai orang-orang Arab! Keluarkan menuju kemari orang kalian yang bernama Khalid bin Al-Walid!.”
Khalid muncul dari pertengahan pasukan untuk bertanya, “Apa tujuanmu?.”
Jurjah menjawab, “Raja Mahan perintah saya agar memanggilmu untuk membicarakan perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah.”

Khalid berpamitan akan segera berangkat menuju medan perang menemui Mahan. Abu Ubaidah berkata, “Silahkan berangkat! Semoga Allah menyelamatkanmu! Semoga Allah Taala memberi mereka petunjuk, atau semoga mereka mengajak damai dengan syarat mau memberikan pajak! Agar peperangan segera berakhir. Menghalangi tewasnya seorang lelaki Muslim lebih menyenangkan bagi Allah daripada semua kaum musyrik sedunia.”
Khalid menjawab, “Saya juga berharap Allah menolong kita.”
Khalid bergegas memasuki tenda untuk mengenakan sarung kaki dari kulit dan bersurban hitam. Ikat pinggang dari kulit dikenakan dan pedang rampasan dari Musailimah Al-Kadzzab (مُسَيْلِمَةُ الكذَّابُ) dibawa. Dia perintah pelayannya bernama Hamam agar membawakan tenda dari kulit berwarna merah sebagai perlengkapan. Hamam membawa tenda itu dengan kuda bagal; Khalid mengendarai kudanya.
Ketika Khalid hampir berangkat, Abu Ubaidah perintah, “Ajaklah beberapa Muslimiin agar mengawalmu!.”
Khalid menjawab, “Yang mulia, itu menyenangkan saya. Tapi saya tidak bisa memaksa mereka. Selain itu saya juga tidak berhak perintah mereka, kau saja yang perintah.”
Pembicaraan Abu Ubaidah dan Khalid diperhatikan pasukan Muslimiin; Muadz bin Jabal berteriak, “Hai ayah Sulaiman! Kau adalah pimpinan! Kalau kau mau perintah pasti kami mentaati, karena hidupmu untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.”

Seratus orang dari Muhajiriin dan Anshar telah naik kuda untuk mengikuti Khalid pergi. Mereka yang terpenting adalah: 1), Al-Marqal bin Utbah (المرقال بن عتبة). 2), Syurachbil bin Chasanah (شرحبيل بن حسنة). 3), Said bin Zaid (سعيد بن زيد). 4), Amer bin Nufail (عمرو بن نفيل). 5, Maisarah bin Masruq (ميسرة بن مسروق). 6), Qais bin Hubairah (قيس بن هبيرة). 7), Sahl bin Amer (سهل بن عمرو). 8), Jarir bin Abdillah Al-Bajali (جرير بن عبد الله البجلي). 9), Qaqa bin Amer (القعقاع بن عمرو). 10), Jabir bin Abdillah (جابر بن عبد الله). 11), Ubadah bin Asshamit (عبادة بن الصامت). 12), Aswad bin Suwaid (الأسود بن سويد). 13), Dzu Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري). 14), Al-Miqdad bin Al-Aswad (المقداد بن الأسود). 15), Amer bin Madikarib (عمرو بن معد يكرب) dan lainnya. Tiap seorang harus bersiap melawan satu Jaisy (himpunan pasukan berjumlah banyak).
Mereka telah mengenakan baju perang, mengenakan pelindung leher, mengenakan surban, dan mengenakan ikat pinggang besar yang digantungi golok dan pedang. Lalu sama mengendarai kuda dan unta.
Khalid yang gagah berani berangkat, dikawal oleh Muadz di kanan dan Al-Miqdad di kirinya.
Di belakang mereka bertiga arak-arakan seratus pasukan berkuda yang mengikuti sambil bertahlil dan bertakbir dengan suara keras. Saat itu Abu Ubaidah melepaskan mereka dengan membaca ayat Al-Qur’an pemacu semangat jihad sambil menangis, hingga air mata membasahi pipinya.
Salah seorang dari seratus pasukan yang bernama Nashr bin Salim (نصر بن سالم) berkata, “Apa yang membuat yang mulia menangis?.”
Abu Ubaidah menjawab, “Hai putra Salim! Demi Allah mereka ini penolong agama. Jika nantinya ada yang menjadi korban di bawah pemerintahanku, bagaimana aku akan beralasan di sisi Tuhan seluruh alam dan di sisi Umar RA?.”
Tangisan itu membuat orang-orang yang menyaksikan sama menangis.

Pasukan Romawi melaut memenuhi kawasan sepanjang 5 farsakh (فَرْسَخٌ) atau 15 mil. Riuh dan gemuruh suara mereka bagai hujan lebat mengguyur bumi.
Khalid dan pasukannya mendekati dan memasuki lautan pasukan itu dengan gagah berani. Pasukan Romawi pun memberi jalan untuk mereka. Barak termegah yang ditempati oleh Raja Mahan itu tidak semua orang berani mendekati dan memasukinya; namun Khalid dan pasukannnya dengan langkah pasti memasukinya.
Saat itu Mahan berbusana mewah gemerlapan duduk di atas singgasana. Busana Mahan yang mewah gemerlapan itu bukannya membuat Khalid dan pasukannya grogi, tetapi justru membuat mereka semakin mengagungkan Allah.
Pelayan Mahan meletakkan beberapa kursi untuk mereka, tetapi mereka tidak mau menduduki. Bahkan mereka menyingkirkan kursi-kursi dan permardani yang mewah. Mahan mengamati mereka lalu tersenyum dan berkata, “Hai orang-orang Arab! Kalian tidak mau menduduki kursi penghormatan kami. Kenapa kalian menyingkirkannya lalu justru duduk di tanah?. Kalian duduk di bawah tidak sopan!.”
Khalid menjawab, “Sopan di hadapan Allah lebih utama daripada sopan di hadapan kalian! Alas Allah lebih suci daripada alas kalian! Nabi kami pernah bersabda ‘bumi dijadikan sebagai Masjid dan alat bersuci untukku’. Khalid juga membaca Firman Allah ‘dari tanah itu Kami telah mencipta kalian dan akan mengembalikan kalian, dan akan mengeluarkan kalian pada ulangan lain’.” [1]
Mahan akan berbicara langsung dengan Khalid; penerjamah di sisinya disuruh diam. Khalid berkata, “Hai Mahan! Saya tidak mau memulai berbicara! Berbicaralah sekehendakmu tersererah kau! Pertanyaan atau tawaranmu akan saya jawab! Kalau kau tidak mau memulai berbicara! Saya yang akan memulai.”
Mahan berkata, “Saya yang akan memulai. ‘Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan: 1), Tuan besar kami Ar-Ruch, Al-Masih, sebagai Kalimat-Nya. 2), Kerajaan kami sebagai kerajaan paling utama. 3), Umat kami sebaik-baik umat’.”
Khalid menentang dan memotong pernyataan Mahan; penerjemah Mahan mengingatkan Khalid, “Saudara Arab! Sopanlah! Jangan memutus ucapan yang mulia!.”
Khalid bersikeras menjawab, “Segala puji bagi Allah, yang membuat kami beriman pada nabi kami, nabi kalian, dan seluruh nabi AS. Dan yang telah menjadikan pimpinan yang kami hormati berkedudukan seperti kami. Kalau dia meyakini derajatnya di atas kami, niscaya kami tidak terima. Kami menganggap pimpinan kami hebat ketika bertaqwa kepada Allah azza wa jalla. Allah membuat umat kami memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan mau mengakui dosa dan beristighfar, dan menyembah hanya kepada Allah Taala semata.”
Setelah Mahan mendengarkan ucapan Khalid, wajahnya pucat dan diam. Dia berpikir sejenak lalu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami ujian hidup yang paling indah. Dan telah membebaskan kami dari kemiskinan, dan telah menolong kami mengalahkan semua umat, serta menghindarkan kami dari hina. Dan telah mendatangkan kenikmatan dunia pada kami dengan mudah. Hai orang-orang Arab! Kalian telah memerangi dan merampas harta kami, padahal kami orang yang baik. Kalau kalian datang dengan baik-baik, pasti kami telah menyambut kalian dengan hangat. Setahu kami orang-orang Arab tahu mengenai kebaikan kami. Terus terang kami terkejut oleh kedatangan kalian ke wilayah kami. Awalnya kami menyangka tujuan kalian akan bersahabat; ternyata justru sebaliknya. Kalian datang untuk membunuh pasukan kami, mengambil perempuan kami, dan merampas harta kami. Bangunan-bangunan kami kalian robohkan, bahkan kalian ingin mengusir kami dari wilayah kami dan merebut wailayah kami. Kalian terlalu sombong dan kurang perhitungan: orang hebat sebelum kalian yang jumlah pasukan, perbekalan, persenjataan mereka, jauh lebih banyak saja; tidak mampu melawan kami. Mereka porak-poranda dan menderita kekalahan besar, pulang ke negri mereka dengan hina karena serangan kami. Banyak sekali yang tewas dan luka berat. Yang pertama kali mencoba kekuatan kami adalah raja Persia, lalu Turki, lalu Jaramiqah (الجَرامِقَةُ), dan lainnya. Kalian semua dibanding dengan merka yang telah saya sebutkan, sangat remeh dan hina, karena kalian hanya berbusana dari wool dan miskin. Saya ingatkan bahwa kalian telah berbuat aniaya di negri kalian dan negri kami. Jumlah pasukan kami banyak sekali dan senjata kami sangat tajam. Itu belum pasukan yang kami simpan di belakang sebagai cadangan. Kalian datang ke mari karena meninggalkan tanah pekarangan kalian yang gersang. Kalian telah melakukan sejumlah kejahatan. Kendaraan yang kalian kendarai dan busana yang kalian kenakan rampasan dari kami. Perempuan-perempuan kami telah kalian ambil untuk bersenang-senang dan dijadikan pelayan. Makanan kalian di sini lebih lezat. Emas, perak, dan harta kami yang kalian rampas berjumlah sangat banyak. Dengan ini saya menyatakan bahwa semua yang telah kalian ambil silahkan dimiliki, namun segeralah keluar dari wilayah kami!. Jika kalian membangkang, kami akan membuat kalian hina lagi seperti dulu sebelum ini. Kalau kalian ingin berdamai dengan kami, setiap seorang kalian justru akan kami beri uang seratus dinar dan satu busana. Khusus untuk Abu Ubaidah pimpinan kalian diberi uang seribu dinar. Yang lebih khusus lagi untuk Umar bin Khatthab, sepuluhribu dinar. Dengan syarat kalian harus segera meninggalkan tempat ini dan takkan memerangi kami untuk selamanya.”


[1] مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه/55]. Baca: Minhaa khalaqnaakum wa fiihaa Nuiidukum wa minhaa Nukhrijukum taaratan ukhraa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar