(Bagian
ke-116 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Tawaran
damai dan suap
Berita
tentang 10 pasukan Muslimiin gugur sebagai syuhada dan 5 lainnya tertawan, telah
tersebar di kalangan Muslimiin di mana-mana. Termasuk yang mendorong Said dan 7.000
pasukannya berduyun-duyun dari Madinah menuju Syam untuk bergabung pada Abu
Ubaidah pun, juga karena berita itu.
Kaum
Muslimiin berkabung besar atas peristiwa yang menyedihkan itu. Apa lagi Abu
Ubaidah dan pasukannya, kesedihan mereka melebihi lainnya. Tertawannya lima
pasukan pilihan: 1), Rafi bin Umairah (رافع بن عميرة). 2), Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر). 3), Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور). 4), Ashim bin Amer (عاصم بن عمرو). 5), Yazid bin Abi Sufyan (يزيد بن أبي سفيان), benar-benar membuat kaum Muslimiin bersusah dan menangis
sedih, terutama Abu Ubaidah dan pasukannya.
Abu Ubaidah
lah yang paling lama menangisi mereka di hadapan Allah. Dia berdoa semoga Allah
menyelamatkan mereka berlima. Mereka berlima telah dibawa oleh Jabalah ke
hadirat Raja Mahan laknat untuk dibunuh dan dipotong-potong.
Lima sahabat
nabi SAW itu hampir dibunuh dan dipotong-potong, Mahan bertanya pada Jabalah,
“Siapa mereka itu?!.”
Jabalah
menjawab, “Yang mulia! Mereka termasuk pasukan Muslimiin yang berjumlah 60 pria
pemberani itu. Yang sepuluh telah saya bunuh dan yang lima mereka itu. Kini
tokoh mereka yang sangat mengkhawatirkan tinggal satu orang, yaitu yang
menggerakkan ribuan pasukan dengan gagah berani ke beberapa wilayah. Yaitu yang
telah merebut kota Arakah, Tadmur, Chauran, Bushra, Dimasyqa (Damaskus). Yang
telah memporak-porandakan 90.000 pasukan Ajnadin, pasukan tuan Tuma, dan pasukan
Harbis.
Pasukan Tuma
dihabisi oleh mereka di dalam perang Marjud-Dibaj dan saat itu permaisuri Tuma,
putri Raja Hiraqla ditawan. Orang itulah yang bernama Khalid bin Al-Walid.”
Mahan
bergetar takut dan berkata, “Kalau begitu saya harus melancarkan makar untuk
membunuhnya, agar yang saya potong-potong nanti lengkap menjadi enam orang.”
Mahan
memanggil ketua mahkamah agung yang pandai berbahasa Arab bernama Jurjah (جُرْجَةَ): “Hai Jurjah! Pergilah menuju pasukan Arab untuk berkata
‘datanglah kemari seorang yang mewakili kalian. Maksud saya orang yang bernama
Khalid bin Al-Walid!’.”
Jurjah memacu
kudanya agar berlari kencang menuju pasukan Muslimiin, untuk menemui Khalid.
Jurjah berteriak,
“Hai orang-orang Arab! Keluarkan menuju kemari orang kalian yang bernama Khalid
bin Al-Walid!.”
Khalid muncul
dari pertengahan pasukan untuk bertanya, “Apa tujuanmu?.”
Jurjah
menjawab, “Raja Mahan perintah saya agar memanggilmu untuk membicarakan
perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah.”
Khalid
berpamitan akan segera berangkat menuju medan perang menemui Mahan. Abu Ubaidah
berkata, “Silahkan berangkat! Semoga Allah menyelamatkanmu! Semoga Allah Taala
memberi mereka petunjuk, atau semoga mereka mengajak damai dengan syarat mau
memberikan pajak! Agar peperangan segera berakhir. Menghalangi tewasnya seorang
lelaki Muslim lebih menyenangkan bagi Allah daripada semua kaum musyrik
sedunia.”
Khalid
menjawab, “Saya juga berharap Allah menolong kita.”
Khalid
bergegas memasuki tenda untuk mengenakan sarung kaki dari kulit dan bersurban
hitam. Ikat pinggang dari kulit dikenakan dan pedang rampasan dari Musailimah Al-Kadzzab
(مُسَيْلِمَةُ الكذَّابُ) dibawa. Dia perintah pelayannya bernama Hamam agar membawakan
tenda dari kulit berwarna merah sebagai perlengkapan. Hamam membawa tenda itu
dengan kuda bagal; Khalid mengendarai kudanya.
Ketika Khalid
hampir berangkat, Abu Ubaidah perintah, “Ajaklah beberapa Muslimiin agar
mengawalmu!.”
Khalid
menjawab, “Yang mulia, itu menyenangkan saya. Tapi saya tidak bisa memaksa
mereka. Selain itu saya juga tidak berhak perintah mereka, kau saja yang
perintah.”
Pembicaraan
Abu Ubaidah dan Khalid diperhatikan pasukan Muslimiin; Muadz bin Jabal berteriak,
“Hai ayah Sulaiman! Kau adalah pimpinan! Kalau kau mau perintah pasti kami
mentaati, karena hidupmu untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.”
Seratus orang
dari Muhajiriin dan Anshar telah naik kuda untuk mengikuti Khalid pergi. Mereka
yang terpenting adalah: 1), Al-Marqal bin Utbah (المرقال بن عتبة). 2), Syurachbil bin Chasanah (شرحبيل بن حسنة). 3), Said bin Zaid (سعيد بن زيد). 4), Amer bin Nufail (عمرو بن نفيل). 5, Maisarah bin Masruq (ميسرة بن مسروق). 6), Qais bin Hubairah (قيس بن هبيرة). 7), Sahl bin Amer (سهل بن عمرو). 8), Jarir bin Abdillah Al-Bajali (جرير بن عبد الله البجلي). 9), Qaqa bin Amer (القعقاع بن عمرو). 10), Jabir bin Abdillah (جابر بن عبد الله). 11), Ubadah bin Asshamit (عبادة بن الصامت). 12), Aswad bin Suwaid (الأسود بن سويد). 13), Dzu Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري). 14), Al-Miqdad bin Al-Aswad (المقداد بن الأسود). 15), Amer bin Madikarib (عمرو بن معد يكرب) dan lainnya. Tiap seorang harus bersiap melawan satu Jaisy
(himpunan pasukan berjumlah banyak).
Mereka telah
mengenakan baju perang, mengenakan pelindung leher, mengenakan surban, dan
mengenakan ikat pinggang besar yang digantungi golok dan pedang. Lalu sama
mengendarai kuda dan unta.
Khalid yang
gagah berani berangkat, dikawal oleh Muadz di kanan dan Al-Miqdad di kirinya.
Di belakang
mereka bertiga arak-arakan seratus pasukan berkuda yang mengikuti sambil
bertahlil dan bertakbir dengan suara keras. Saat itu Abu Ubaidah melepaskan
mereka dengan membaca ayat Al-Qur’an pemacu semangat jihad sambil menangis,
hingga air mata membasahi pipinya.
Salah seorang
dari seratus pasukan yang bernama Nashr bin Salim (نصر بن سالم) berkata, “Apa yang membuat yang mulia menangis?.”
Abu Ubaidah
menjawab, “Hai putra Salim! Demi Allah mereka ini penolong agama. Jika nantinya
ada yang menjadi korban di bawah pemerintahanku, bagaimana aku akan beralasan
di sisi Tuhan seluruh alam dan di sisi Umar RA?.”
Tangisan itu
membuat orang-orang yang menyaksikan sama menangis.
Pasukan
Romawi melaut memenuhi kawasan sepanjang 5 farsakh (فَرْسَخٌ) atau 15 mil. Riuh dan gemuruh suara mereka bagai hujan lebat
mengguyur bumi.
Khalid dan
pasukannya mendekati dan memasuki lautan pasukan itu dengan gagah berani.
Pasukan Romawi pun memberi jalan untuk mereka. Barak termegah yang ditempati
oleh Raja Mahan itu tidak semua orang berani mendekati dan memasukinya; namun
Khalid dan pasukannnya dengan langkah pasti memasukinya.
Saat itu
Mahan berbusana mewah gemerlapan duduk di atas singgasana. Busana Mahan yang
mewah gemerlapan itu bukannya membuat Khalid dan pasukannya grogi, tetapi
justru membuat mereka semakin mengagungkan Allah.
Pelayan Mahan
meletakkan beberapa kursi untuk mereka, tetapi mereka tidak mau menduduki.
Bahkan mereka menyingkirkan kursi-kursi dan permardani yang mewah. Mahan
mengamati mereka lalu tersenyum dan berkata, “Hai orang-orang Arab! Kalian
tidak mau menduduki kursi penghormatan kami. Kenapa kalian menyingkirkannya
lalu justru duduk di tanah?. Kalian duduk di bawah tidak sopan!.”
Khalid
menjawab, “Sopan di hadapan Allah lebih utama daripada sopan di hadapan kalian!
Alas Allah lebih suci daripada alas kalian! Nabi kami pernah bersabda ‘bumi
dijadikan sebagai Masjid dan alat bersuci untukku’. Khalid juga membaca Firman
Allah ‘dari tanah itu Kami telah mencipta kalian dan akan mengembalikan kalian,
dan akan mengeluarkan kalian pada ulangan lain’.” [1]
Mahan akan berbicara
langsung dengan Khalid; penerjamah di sisinya disuruh diam. Khalid berkata,
“Hai Mahan! Saya tidak mau memulai berbicara! Berbicaralah sekehendakmu
tersererah kau! Pertanyaan atau tawaranmu akan saya jawab! Kalau kau tidak mau
memulai berbicara! Saya yang akan memulai.”
Mahan
berkata, “Saya yang akan memulai. ‘Segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan: 1), Tuan besar kami Ar-Ruch, Al-Masih, sebagai Kalimat-Nya. 2),
Kerajaan kami sebagai kerajaan paling utama. 3), Umat kami sebaik-baik umat’.”
Khalid
menentang dan memotong pernyataan Mahan; penerjemah Mahan mengingatkan Khalid,
“Saudara Arab! Sopanlah! Jangan memutus ucapan yang mulia!.”
Khalid
bersikeras menjawab, “Segala puji bagi Allah, yang membuat kami beriman pada
nabi kami, nabi kalian, dan seluruh nabi AS. Dan yang telah menjadikan pimpinan
yang kami hormati berkedudukan seperti kami. Kalau dia meyakini derajatnya di
atas kami, niscaya kami tidak terima. Kami menganggap pimpinan kami hebat
ketika bertaqwa kepada Allah azza wa jalla. Allah membuat umat kami
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan mau mengakui dosa dan
beristighfar, dan menyembah hanya kepada Allah Taala semata.”
Setelah Mahan
mendengarkan ucapan Khalid, wajahnya pucat dan diam. Dia berpikir sejenak lalu
berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami ujian hidup yang
paling indah. Dan telah membebaskan kami dari kemiskinan, dan telah menolong
kami mengalahkan semua umat, serta menghindarkan kami dari hina. Dan telah
mendatangkan kenikmatan dunia pada kami dengan mudah. Hai orang-orang Arab! Kalian
telah memerangi dan merampas harta kami, padahal kami orang yang baik. Kalau
kalian datang dengan baik-baik, pasti kami telah menyambut kalian dengan
hangat. Setahu kami orang-orang Arab tahu mengenai kebaikan kami. Terus terang
kami terkejut oleh kedatangan kalian ke wilayah kami. Awalnya kami menyangka
tujuan kalian akan bersahabat; ternyata justru sebaliknya. Kalian datang untuk
membunuh pasukan kami, mengambil perempuan kami, dan merampas harta kami.
Bangunan-bangunan kami kalian robohkan, bahkan kalian ingin mengusir kami dari
wilayah kami dan merebut wailayah kami. Kalian terlalu sombong dan kurang
perhitungan: orang hebat sebelum kalian yang jumlah pasukan, perbekalan,
persenjataan mereka, jauh lebih banyak saja; tidak mampu melawan kami. Mereka
porak-poranda dan menderita kekalahan besar, pulang ke negri mereka dengan hina
karena serangan kami. Banyak sekali yang tewas dan luka berat. Yang pertama
kali mencoba kekuatan kami adalah raja Persia, lalu Turki, lalu Jaramiqah (الجَرامِقَةُ), dan lainnya. Kalian semua dibanding dengan merka yang telah
saya sebutkan, sangat remeh dan hina, karena kalian hanya berbusana dari wool
dan miskin. Saya ingatkan bahwa kalian telah berbuat aniaya di negri kalian dan
negri kami. Jumlah pasukan kami banyak sekali dan senjata kami sangat tajam.
Itu belum pasukan yang kami simpan di belakang sebagai cadangan. Kalian datang
ke mari karena meninggalkan tanah pekarangan kalian yang gersang. Kalian telah
melakukan sejumlah kejahatan. Kendaraan yang kalian kendarai dan busana yang kalian
kenakan rampasan dari kami. Perempuan-perempuan kami telah kalian ambil untuk
bersenang-senang dan dijadikan pelayan. Makanan kalian di sini lebih lezat. Emas,
perak, dan harta kami yang kalian rampas berjumlah sangat banyak. Dengan ini
saya menyatakan bahwa semua yang telah kalian ambil silahkan dimiliki, namun
segeralah keluar dari wilayah kami!. Jika kalian membangkang, kami akan membuat
kalian hina lagi seperti dulu sebelum ini. Kalau kalian ingin berdamai dengan
kami, setiap seorang kalian justru akan kami beri uang seratus dinar dan satu
busana. Khusus untuk Abu Ubaidah pimpinan kalian diberi uang seribu dinar. Yang
lebih khusus lagi untuk Umar bin Khatthab, sepuluhribu dinar. Dengan syarat
kalian harus segera meninggalkan tempat ini dan takkan memerangi kami untuk
selamanya.”
[1] مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا
نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه/55]. Baca: Minhaa khalaqnaakum
wa fiihaa Nuiidukum wa minhaa Nukhrijukum taaratan ukhraa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar